Liputan6.com, Namur - Kematian Raja Belgia, Albert I, pada 17 Februari 1934 telah memicu sejumlah teori konspirasi. Salah satunya adalah pembunuhan bermotif politik.
Fakta bahwa tak ada saksi atas kematian raja yang populer karena perannya dalam Perang Dunia I itu, diyakini menjadi penyebab munculnya spekulasi tentang meninggalnya sang raja.
Baca Juga
Setelah kematian Albert I, Marche-les-Dames--tempat ditemukannya jasad raja-- menjadi tempat ziarah. Karena dianggap sebagai orang hebat, peninggalan berupa bebatuan maupun daun yang sebagian mengandung jejak darah telah dikumpulkan oleh penduduk sekitar.
Advertisement
Jurnalis VTM, Reinout Goddyn, membeli salah satu peninggalan, yakni daun yang mengandung bercak darah. Mengingat sejumlah teori konspirasi yang beredar, ia ingin mengetahui apakah darah tersebut merupakan milik Albert I.
Pada 2014, Profesor dari UGent, Dieter Deforce, telah mengonfirmasi bahwa darah itu merupakan milik manusia. Timnya pun menyerahkan sampel DNA kepada kelompok peneliti terbaru yang membandingkannya dengan DNA dari jejak darah.
Dikutip dari Daily Mail, Minggu (24/7/2016), sebuah studi DNA terbaru menunjukkan fakta dibalik kematian Albert I. Ia meninggal setelah terjatuh dari batu di Marche-les-Dames, di wilayah Ardennes, Belgia.
Ahli genetik forensik, Maarten Larmuseau, dan rekannya di University of Leuven, telah membandingkan DNA dari darah yang ditemukan di tempat kejadian pada 1934 dengan dua kerabat jauh Albert I.
Hasil penelitian itu menunjukkan, jejak darah dari tempat kejadian benar-benar milik Albert I.
"Cerita bahwa jasad raja tak pernah ditemukan di Marche-les-Dames atau hanya sengaja ditaruh di sana pada malam hari sangat mustahil," ujar Larmuseau.
"Selanjutnya, hasil menunjukkan bahwa penyelidikan hukum yang sempurna pada saat itu tak mungkin dilakukan, karena pengumpul peninggalan (berjejak darah sang raja) telah mengganggu tempat kejadian," tambahnya.