Liputan6.com, Massachusetts - Sudah jadi pengetahuan umum bahwa berlian yang langka di Bumi melimpah di alam semesta. Salah satunya berbentuk bongkahan raksasa yang diperkirakan kadarnya 10 miliar-triliun-triliun karat (satu angka diikuti 34 nol), yang berada di konstelasi Centaurus.
Para astronom memutuskan untuk menamainya 'Lucy', idenya diambil dari lagu Beatles, Lucy in the Sky with Diamonds.
Tim riset Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics di Massachusetts yang sudah lama menemukan keberadaannya, menyebutnya sebagai massa karbon yang terkristalisasi.
Ia sejatinya adalah katai putih (white dwarf) dari bintang bernama BPM 37093 -- yang ukurannya sebesar Matahari yang kemudian mati karena kehabisan bahan bakar untuk mempertahankan reaksi nuklirnya.
Katai putih dianggap sebagai titik akhir dari evolusi suatu bintang dan merupakan inti bintang di mana reaksi fusi berlangsung. Atau dengan kata lain, bentuk akhir bintang setelah terbakar habis alias mati. White dwarf mayoritas terdiri dari karbon.
Katai putih masih panas dan berdenyut namun seiring dengan waktu karbonnya mengkristal menjadi berlian.
Yang luar biasa, katai putih juga 'berdering' seperti gong raksasa -- yang memungkinkan tim ilmuwan mengukur dan menyelidikinya.
"Dengan mengukur denyutnya, kami bisa mempelajari bagian dalam yang tersembunyi dari katai putih, seperti halnya pengukuran seismograf memungkinkan para ahli geolog mempelajari bagian dalam Bumi," kata astronom terkemuka Travis Metcalfe, seperti dikutip dari Express, Jumat (9/9/2016).
"Kami mengetahui bahwa interior karbon dari katai putih telah memadat dan membentuk berlian terbesar di galaksi ini," kata dia.
Di masa depan, Matahari diperkirakan akan seukuran katai putih BPM 37093, setelah sang surya mati sekitar 5 miliar tahun dari sekarang.
Sekitar dua miliar tahun setelahnya, inti Matahari juga akan terkristalisasi, membuatnya menjadi berlian raksasa di pusat Tata Surya.
"Matahari akan menjadi berlian -- yang abadi," kata Metcalfe.
Sebelumnya, ilmuwan juga menemukan bongkahan berlian lain yakni PSR J2222-0137, yang berada di lokasi yang jauhnya mencapai 900 tahun cahaya dari Bumi, dekat konstelasi Aquarius.
Baca Juga
Advertisement
'Jasad' bintang redup tersebut begitu dingin, yang membuat seluruh karbon terkristalisasi. Atau secara efektif membentuk sebuah berlian seukuran Bumi. "Itu adalah objek yang luar biasa," kata pemimpin studi David Kaplan, dosen University of Wisconsin-Milwaukee dalam pernyataan yang dikeluarkan National Radio Astronomy Observatory (NRAO), seperti dimuat situs sains SPACE.com.
Hujan Berlian
Pada Oktober 2012, para astronom menemukan Bumi Super (super-Earth) yang diberi nama 55 Cancri e.
Ia memiliki radius dua kali lipat Bumi, delapan kali lebih berat dari planet yang dihuni manusia.
Sementara permukaan Bumi ditutupi air dan granit, Planet 55 Cancri e diduga ditutupi berlian dan grafit -- sebagaimana berlian, ia adalah bentuk alotrop karbon.
Sebuah studi terbaru menyimpulkan, setidaknya sepertiga massa planet tersebut, atau setara dengan tiga kali berat Bumi, adalah berlian. "Ini adalah kali pertama kami melihat dunia berbatu yang memiliki unsur kimia yang secara fundamental berbeda dari Bumi," kata kepala peneliti, Nikku Madhusudhan. "Permukaan planet ini ditutupi grafit dan berlian, alih-alih air dan granit."
Planet berlian ini mengorbit bintangnya dengan kecepatan super cepat, dalam waktu 18 jam, jauh lebih cepat dari Bumi yang mengorbit Matahari dalam waktu 365 hari. Dengan suhunya yang luar biasa panas, 3.900 Fahrenheit atau 2.148 derajat Celcius, planet itu tak mungkin ditinggali.
Planet 55 Cancri e adalah satu dari lima planet yang mengorbit pada bintang 55 Cancri, yang berada dalam jarak 40 tahun cahaya dari Bumi. Ia bisa terlihat dengan mata telanjang di konstelasi Cancer. Akan lebih baik lagi jika dilihat menggunakan teropong atau teleskop. Planet 55 Cancri e bisa dilihat dengan mata telanjang di konstelasi Cancer
Tak hanya itu, hujan berlian mengguyur planet Saturnus dan Yupiter. Dalam arti sebenarnya.
Data atmosfer dari dua planet gas raksasa itu mengindikasikan bahwa ia memiliki karbon melimpah. Badai petir mengubah metana menjadi jelaga (karbon) yang mengeras menjadi potongan grafit dan kemudian berlian. Namun, hujan batu berlian itu akhirnya mencair dalam inti panas planet.
"Berlian terbesar berdiameter sekitar 1 centimeter. Cukup besar untuk dijadikan mata cincin, meski dalam kondisi belum diasah tentunya," kata Dr Kevin Baines dari University of Wisconsin-Madison dan Jet Propulsion Laboratory NASA.
Tambang Berlian Terbesar di Bumi
Bagaimana dengan Bumi? Ternyata planet manusia juga punya tambang berlian dengan deposit melimpah.
Sebuah kawah bekas tabrakan asteroid 35 juta tahun lalu di Siberia, Rusia menyimpan harta karun tak terkira: berlian triliunan karat. Jumlahnya pun luar biasa besar, bisa menyuplai pasar dunia selama 3.000 tahun.
Jika benar, jumlah itu lebih dari 10 kali lipat persediaan berlian dunia yang saat ini diketahui.
Pemerintah Kremlin, saat Uni Soviet masih berjaya di tahun 1970-an, sejatinya telah mengetahui hal ikhwal tambang harta di bawah kawah selebar 62 mil atau 99,7 kilometer itu. Namun mereka menutup rahasia itu rapat-rapat.
Kala itu, Uni Soviet justru memproduksi berbagai berlian tiruan untuk kepentingan industri yang ternyata juga membawa keuntungan besar.
Belakangan, Pemerintah Rusia memberi kesempatan pada ilmuwan dari Novosibirsk Institute of Geology and Mineralogy untuk membuka akses ke permata tersembunyi itu.
Kantor berita resmi, ITAR-Tass, menyebut, berlian yang ada dalam situs tersebut diketahui sebagai Popigai Astroblem, yang dua kali lipat lebih keras dari permata biasa, membuatnya ideal untuk kepentingan industri dan keilmuwan.
Seperti dimuat Christian Science Monitor, direktur institut, Nikolai Pokhilenko mengatakan, penemuan terbaru itu akan mengakibatkan guncangan radikal di pasar batu mulia.
"Sumber berlian superkeras yang terkandung dalam batuan di struktur ledakan kripto Popigai diduga sepuluh kali lipat cadangan berlian dunia yang diketahui sebelumnya," kata dia. "Kita sedang bicara berlian triliunan karat. Sebagai perbandingan, cadangan di tambang di Yakutia, Rusia diperkirakan 1 miliar karat."
Batuan yang ada di Popigai disebut sebagai "berlian dampak tubrukan", yang diakibatkan sebuah obyek seperti meteor menabrak deposit berlian yang telah ada. Menjadikannya berlian yang unik, membuatnya diburu untuk kepentingan ilmiah yang berpresisi tinggi dan pasar industri.
Pokhilenko seperti dikutip Daily Mail menambahkan, berlian tersebut memiliki nilai tambah, dengan fitur kasar dan ukuran butir yang besar. "Membuat mereka berharga untuk kepentingan industri."
Advertisement