Liputan6.com, New York - Gurkha adalah kesatuan tentara dari Nepal yang secara historis berperang di pihak tentara Inggris. Mereka dikenal terutama karena keberanian dan kekuatannya. '
Para pejabat Inggris pada Abad ke-19 menyebut mereka sebagai 'Ras Martial' -- suka berperang dan agresif dalam pertempuran", memiliki kualitas keberanian, kesetiaan, kemandirian, kekuatan fisik, ketahanan, kedisiplinan, keuletan dan kekuatan militer.
Tentara Gurkha berdinas dengan sangat terhormat selama Perang Dunia I. Dengan gagah berani, mereka memenangkan hampir 2.000 pertempuran di segala medan.
Advertisement
Baca Juga
Dalam Perang Dunia II, pasukan Kekaisaran Jepang merebak ke seluruh Asia dan Pasifik.
Dikutip dari warhistoryonline.com pada Selasa (20/9/2016), pasukan Gurkha menjadi tulang punggung kekuatan Inggris dalam pertempuran di belantara Burma.
Pada 13 Mei 1945, hanya 5 hari setelah kemenangan di Eropa, pasukan Gurkha menghadapi perlawanan sengit dari pasukan Jepang.
Lachhiman Gurung dan detasemennya menjaga posisi paling depan di sisi sungai Irrawaddy.
Baru saja lewat pukul 01.00, lepas tengah malam, pasukan Jepang melancarkan serangan yang dilakukan 200 orang. Serangan diarahkan ke posisi Gurung.
Ia dan rekan-rekannya sedang menjaga bukit yang memberikan pandangan luas bagi pasukan Jepang dan garis serangan di belakang posisi pasukan Inggris.
Pihak Jepang membuka serangan dengan melemparkan sejumlah granat ke dalam lubang persembunyian Gurung.
Dengan tenang, Gurung mengambili granat-granat itu dan melempar balik. Tapi, setelah beberapa kali, sebuah granat meledak di tangan kanannya.
Ledakan itu melumat jari-jari tangan dan sebagian besar tangan kanannya. Beberapa tulang lengan kanan juga retak. Lalu ada serpihan-serpihan granat di wajah dan paha kanannya.
Rekan-rekan Gurung lumpuh akibat ledakan itu, sehingga pertahanan menjadi tanggung jawab Gurung sendirian. Ia mengambil senapannya dengan tangan kiri dan menembaki pasukan Jepang yang mendekat.
Ia bahkan mengisi ulang senapan dengan menggunakan tangan kiri -- cukup rumit bagi pengguna tangan kanan seperti dirinya, apalagi dalam keadaan luka parah.
Dengan berdarah-darah sepanjang sisa malam itu, Gurung menahan serangan-serangan lanjutan yang berlangsung selama 4 jam. Ketika matahari terbit, serangan pasukan Jepang mereda.
Dari sekitar 200 orang penyerbu, ada 87 orang yang gugur. Sebanyak 31 orang berada langsung di sekitar tempat pertahanan Gurung.
Gurung segera dibawa ke rumah sakit, namun akhirnya ia kehilangan mata kanan. Lengan kanannya bisa diselamatkan, walaupun ia tidak bisa lagi menggunakan tangan kanan.
Gurung mendapat penghargaan Victoria Cross karena tindakannya.
Gurung tetap ingin berdinas dan diizinkan kembali ke kesatuannya untuk berdinas hingga pembebasan India para 1947. Ia pensiun sesudah itu dan mengerjakan pertaniannya di kampung halaman, Nepal.
Gurung dikaruniai 5 anak dan kemudian pindah ke London. Ia meninggal di London karena pneumonia pada 2010.
Pasukan Gurkha terkenal karena keberanian mereka dalam pertempuran dan menggunakan belati Kurki sebagai pisau serba guna maupun sebagai senjata pertempuran.
Sir Ralph Turner, seorang profesor Inggris, menjelaskan tentang pasukan Gurkha, "mereka tidak mengeluhkan lapar, haus, dan cedera, dan hingga saat akhir. Paling berani di antara yang berani, paling murah hati di antara yang murah hati, tidak pernah ada negeri lain dengan teman-teman yang lebih setia daripada kamu."