Liputan6.com, Cambridge - Irak, Suriah, Timur Tengah, Ukraina, Laut China Selatan, dan Semenanjung Korea -- sejumlah titik panas (hot spots) konflik memanaskan kondisi dunia akhir-akhir ini.
Namun, perang global yang dikhawatirkan penduduk Bumi mungkin tak akan berawal di sana.Â
Advertisement
Wilayah yang sejatinya lebih rentan berada di sepanjang garis perbatasan NATO, terutama Celah Suwalki (Suwalki Gap), yaitu kawasan sepanjang 96 kilometer yang memiliki jalur kritis kereta antara Polandia dan Lithuania, sekaligus menghubungkan Kaliningrad (Rusia) dengan sekutu dekatnya, Belarus.
Advertisement
Jika Vladimir Putin menelan bualan NATO atau tidak yakin akan perlindungan AS terhadap republik-republik Balkan, menurut editor-emeritus World Policy Journal David Endelman, bisa jadi di sanalah tembakan pertama pertempuran antara NATO dan Rusia diletuskan. Atau bahkan, yang lebih mengerikan, menjadi lokasi sangkakala dimulainya Perang Dunia III.
Baca Juga
Wakil Presiden AS, Joe Biden, melakukan perjalanan segera ke Latvia pada Agustus lalu dan bertemu dengan presiden dari 3 negara Baltik yang menjadi anggota NATO, yaitu Estonia, Latvia, dan Lithuania.
Wapres AS itu meyakinkan mereka bahwa, "kita telah berjanji untuk menghormati…perjanjian NATO dan Pasal 5, yang menyatakan bahwa serangan pada satu sekutu NATO adalah serangan untuk semua anggota NATO."
Seperti dikutip dari CNN pada Jumat (4/11/2016), tapi Biden melanjutkan, "Orang kadang-kadang mendengar dari para calon presiden. Tidak usah dianggap serius, karena, menurut saya, dia tidak mengerti Pasal 5." Yang dia maksud adalah Donald Trump.
Donald Trump berucap seakan Amerika Serikat tidak akan datang membantu anggota NATO yang sedang diserang kecuali anggota-anggota yang berkontribusi. Komitmen AS pun lantas dipertanyakan, padahal kawasan itu pro-Amerika.
Marju Lauristin, anggota Parlemen Eropa dari Estonia, mengatakan, "Kami bertetangga dengan Rusia bukan hanya 100 tahun, tapi 1.000 tahun."
Ia juga seorang tokoh yang pada 25 tahun lalu ikut membebaskan negaranya dari Uni Soviet. Katanya lagi, "Rusia hanya memandang Amerika. Jadi kami sangat menyimak debat (capres) di Amerika untuk melihat apa yang terjadi di wilayah ini."
Selama kampanye Pilpres AS 2016, hampir tidak ada yang dikatakan soal komitmen terhadap 3 negara Baltik tersebut. Padahal, selama Perang Dunia II dan pendudukan Rusia, bendera tiga negara itu ada di Hall of Flags, di pintu masuk State Department atau Kementerian Luar Negeri di Washington, DC.
Sepantasnya, menurut Endelman, Amerika melihat pembelaan negara-negara demokratis itu sebagai pilar sikap terkait isu internasional di masa depan. Secara praktis, ini berarti kembalinya rudal-rudal Amerika ke kawasan itu, sehingga memperluas kehadiran AS dari sekedar pasukan "keliling" sekarang ini. Apalagi, 3 negara ini kemungkinan menjadi sasaran Putin berikutnya.
"Apapun yang terjadi, tidak bisa dibiarkan perulangan apa yang terjadi dari pertengahan 1940-an hingga 1953, ketika partisan Lithuania berjuang hebat di hutan dan rawa bagi negara mereka sambil mengharapkan kehadiran tentara AS untuk bergabung, sebagaimana yang digembar-gemborkan telah dijanjikan oleh AS," kata Endelman.
Saling Gertak
Rusia melakukan pergerakan dengan menempatkan sejumlah rudal jarak menengah Iskander-M di Kaliningrad. Jarak jangkauannya sekitar 480 kilometer dengan kemampuan membawa hulu ledak nuklir ke seluruh Baltik, bahkan hingga Polandia.
Armada Baltik milik Rusia juga hadir secara teratur, bahkan pesawat-pesawat jet termajunya mendekati kapal-kapal perang AS dan seringkali melanggar wilayah udara Estonia dan Finlandia.
Sementara itu, Polandia, yang juga anggota NATO, masih menanti penempatan perisai rudal seperti dijanjikan George W. Bush namun dibatalkan oleh Presiden Barack Obama ketika Amerika masih bertujuan mencairkan kebekuan dengan Rusia.
Sekarang, Polandia, mau atau tidak mau, berusaha melakukan hal itu menggunakan anggarannya sendiri dan memasang 8 sistem pertahanan Patriot, seandainya disetujui Amerika Serikat.
Gerakan balasan NATO dianggap penting oleh para diplomat Barat, yaitu dengan penempatan 800 tentara Inggris dan beberapa tank Challenger ke Estonia pada musim semi mendatang, ditambah dengan rotasi pasukan Amerika (sekitar 300 orang) di Lithuania.
Tapi, gerak gerik Rusia di kawasan ini jauh lebih kuat dan mendalam, menurut istilah militer dan propaganda. Cukup banyak minoritas Rusia di semua negara Baltik tersebut.
Zygimantas Pavilionis, yang pernah lama menjabat Dubes Lithuania untuk AS, mengatakan, "Anggaran televisi Russian Today itu 40 kali lebih besar daripada VOA."
"Ketika orang tenggelam 100 persen dalam propaganda, kebanyakan orang akan mulai mempercayainya."
Dalam suatu makan malam di restoran Dominic, di Tallinn, terdengar perbincangan dua orang Estonia berbahasa Rusia. Satu orang adalah ahli bedah kanker, sedangkan yang lainnya adalah seorang pengusaha.
Mereka menjelaskan alasan untuk mengagumi Putin, "Dia kuat, dan tidak pernah bicara selain daripada kebenaran."
Tapi, dalam Sidang Riga di Latvia beberapa saat kemudian, pembangkang Belarus bernama Andrei Sannikov yang sekarang tinggal di Polandia, memiliki cara pandang lain tentang ancaman yang ada.
Ia bicara soal pasukan Rusia yang secara teratur hilir mudik di Celah Suwalki, demikian juga dengan kekhawatiran para pemimpin Baltik bahwa pasukan itu bisa mendadak berhenti dan diam-diam menjajal keberanian NATO dan Baltik.
Ia tersenyum kecut, "Saya tidak khawatir. Mereka akan melihat sekeliling dan menyeberang ke pihak lawan."
Kesejahteraan yang dihasilkan oleh kapitalisme demokratis memang telah berakar kuat dan menjadi daya tarik di 3 negara Baltik, tapi masih ada kecemasan bahwa 2 dekade kemajuan itu bisa sekejap dirampas oleh 6 divisi lapis baja Rusia.
"Hanya tekad persuasif dan konsisten oleh AS lah yang dapat menjadi pencegah efektif," kata David Endelman.Â
Advertisement