Kisah Pewaris Red Bull dan Polisi yang Tewas Ditabrak Ferrarinya

Peristiwa tabrak lari itu terjadi pada 3 September 2012. Namun hingga kini, Vorayuth belum sekalipun muncul di persidangan.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 03 Apr 2017, 19:00 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2017, 19:00 WIB
Vorayuth Yoovidhaya saat bersama sang ibu Daranee
Vorayuth Yoovidhaya saat bersama sang ibu Daranee (XPB Images via AP)

Liputan6.com, Bangkok - Istilah hukum tajam ke bawah tumpul ke atas ramai diperbincangkan di Thailand belakangan. Pemicunya, cucu seorang miliarder yang diduga menabrak polisi hingga tewas pada 3 September 2012 hingga kini 'tak tersentuh'.

Vorayuth Yoovidhaya, cucu dari pendiri label minuman energi Red Bull, Chaleo Yoovidhya, dikabarkan kembali tidak hadir dalam persidangan atas peristiwa tabrak lari yang dilakukannya. Saat kejadian, Vorayuth diketahui mengemudikan sedan mewah Ferrari.

Fakta-fakta dalam peristiwa penabrakan tersebut dinilai cukup jelas. Sersan mayor Wichian Klanprasert tengah mengendarai sepeda motornya di Jalan Sukhumvit, Bangkok, sebelum akhirnya ia ditabrak Ferrari abu-abu. Tubuhnya terseret lebih dari 100 meter.

Namun pelaku langsung kabur. Keberadaan Vorayuth diketahui setelah penyidik mengikuti jejak minyak rem yang berujung di sebuah rumah mewah, berjarak kurang dari satu kilometer dari tempat kejadian perkara.

Rumah tersebut diketahui milik dari salah satu keluarga terkaya di Negeri Gajah Putih itu. Dan di dalam rumah, terparkir Ferrari yang sudah dalam keadaan penyok.

Polisi dilaporkan sempat dibujuk agar menjadikan sopir keluarga tersebut sebagai tersangka utama.

Belakangan, ketika diyakini bahwa pengemudi Ferrari adalah Vorayuth, pemeriksaan pun dilakukan. Hasilnya, ditemukan kandungan alkohol dalam darah pria itu.

Vorayuth berkelit, ia menenggak minuman keras usai peristiwa tabrakan maut tersebut.

Polisi berargumen lain. Dari video kamera keamanan, jarak mobil melaju setelah kejadian dan cedera yang menewaskan Wichian aparat menyimpulkan, Vorayuth mengebut dengan kecepatan sekitar 170km per jam dalam zona 80 km per jam.

Hal ini dibantah kuasa hukumnya.

Butuh waktu setidaknya enam bulan bagi polisi untuk menyiapkan tuntutan pidana, mulai dari mengebut, mengemudi sembrono hingga menyebabkan kematian, dan melarikan diri setelah kecelakaan.

Sepanjang tahun 2013, Vorayuth tujuh kali absen dari ruang persidangan. Kuasa hukumnya punya banyak alasan, mulai dari tengah melakukan perjalanan bisnis hingga dalam kondisi kurang sehat.

Vorayuth Yoovidhaya, cucu dari pendiri label minuman energi Red Bull, Chaleo Yoovidhya (XPB Images via AP)

Pada September 2013, dakwaan atas kasus mengebut kedaluwarsa.

Padahal tepat setelah kecelakaan, kepala polisi Bangkok saat itu, Kamronwit Thoopkrajang, sempat berjanji akan menyeret pelaku ke pengadilan atau jika gagal ia akan mengundurkan diri.

Pada April 2013, Jaksa Agung juga melontarkan janji serupa. September 2013, jaksa memerintahkan polisi untuk menangkapnya setelah tujuh kali tidak hadir dalam persidangan. Faktanya, tidak ada apapun yang terjadi.

Seiring dengan kekacauan politik saat itu, kasus ini pun menguap begitu saja.

Insiden ini kembali terngiang ketika tahun lalu, terjadi kecelakaan yang kurang lebih sama. Seorang pria yang mengemudi sedan mewah dengan kecepatan tinggi menabrak kendaraan lain hingga menewaskan dua orang.

Publik pun mulai bertanya-tanya, bagaimana kelanjutan kasus pewaris Red Bull? Pemerintah militer yang saat ini berkuasa pada Maret 2016 mengumumkan akan menekan penyelesaian kasus ini.

Yang terjadi, sepanjang tahun lalu, kuasa hukum Vorayuth berhasil menunda permintaan agar kliennya melapor ke kantor kejaksaan. Mereka mengklaim, kliennya telah mengeluhkan perlakuan tidak adil kepada Dewan Perwakilan Nasional.

Menurut sejumlah pengacara, tidak ada dasar hukum untuk menunda proses hukum terhadap Vorayuth.

Kesuksesan Global

Kakek Vorayuth mengumpulkan kekayaannya sejak pertengahan 1980-an. Melalui kerja samanya dengan seorang eksekutif pemasaran Austria ia meraih sukses dalam melemparkan minuman energi Red Bull ke pasar global.

Saat ini, keluarga Yoovidhya diyakini memiliki kekayaan senilai lebih dari US$ 20 miliar. Dan kini logo Red Bull dengan mudah dijumpai di seluruh dunia.

Mobil baru Red Bull untuk F1 2017, RB13. (Bola.com/Twitter/redbullracing)

Namun keluarga kaya raya tersebut jauh dari pusat perhatian. Sebelum kematiannya pada Maret 2012, Chaleo tidak pernah memberikan wawancara eksklusif dengan media mana pun.

Dan setelah peristiwa kecelakaan tersebut, cucunya, menghilang dari sorotan publik.

Kehidupan Vorayuth masih dapat 'dipantau' melalui postingan di media sosialnya. Dari sana diketahui, pria itu masih cukup sering berada di Thailand, di samping melakukan perjalanan keliling dunia untuk mengikuti kompetisi balap motor atau berlibur.

Kembali ke soal dugaan tabrak lari, hari ini, polisi menegaskan, tidak ada yang dapat mereka lakukan. Ketika disinggung mengapa surat perintah penangkapan belum kunjung keluar, mereka melempar tanggung jawab ke kantor Kejaksaan Agung.

Pihak Kejaksaan Agung mengatakan, Vorayuth tidak dapat didakwa kecuali ia muncul atas keinginan sendiri.

Sementara itu, Vorayuth kembali mangkir atas persidangan terakhirnya. Kuasa hukumnya menyatakan, ia tengah mengadakan perjalanan bisnis ke Inggris.

Pihak kejaksaan pun menunda sidang hingga bulan depan.

Kerabat dari korban tewas, nyaris tak berkomentar atas kasus ini. Keluarga Yoovidhya diketahui telah membayar uang kematian sekitar US$ 100.000 dan sebagai imbalannya, mereka sepakat untuk tidak mengajukan gugatan.

Dakwaan mengemudi dengan sembrono hingga menyebabkan kematian -- tuduhan paling serius terhadap Vorayuth -- akan jatuh tempo pada tahun 2027. Sedikit sekali orang yang meyakini bahwa putra mahkota Red Bull tersebut akan dikenai hukuman.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya