Diktator Panama Sekaligus Eks Agen CIA Tutup Usia

Manuel Noriega yang memerintah Panama sejak 1983 hingga 1989, sempat direkrut sebagai agen CIA.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 30 Mei 2017, 14:06 WIB
Diterbitkan 30 Mei 2017, 14:06 WIB
Diktator Panama Manuel Antonio Noriega
Diktator Panama Manuel Antonio Noriega (AP Photo/Matias Recart)

Liputan6.com, Panama City - Manuel Antonio Noriega, mantan diktator Panama meninggal dunia pada usia 83 tahun. Pada Maret 2017, ia sempat dikabarkan dirawat secara intensif setelah mengalami pendarahan setelah menjalani operasi otak.

Kematian Noriega diumumkan Presiden Panama Jose Carlos Varela melalui media sosial Twitter.

"Kematian Manuel A Noriega menutup sebuah bab dalam sejarah kita: anak-anaknya dan keluarganya menguburkannya secara damai," kicau Varela melalui Twitter.

Seperti dilansir dari The Guardian, Selasa (30/5/2017), kantor berita Associated Press mendapatkan konfirmasi kematian Noriega dari pihak keluarga. Sementara itu, seorang pejabat pemerintah yang enggan menyebut nama mengatakan, Noriega meninggal sekitar pukul 23.00 waktu setempat setelah kondisinya tiba-tiba memburuk.

Noeriga memerintah Panama pada 1983 hingga 1989. Bagi Amerika Serikat, ia bukanlah sosok asing.

Demi menghentikan peredaran narkoba dari Panama ke AS, ia sempat direkrut menjadi agen CIA ketika George HW Bush menjabat sebagai direktur badan intelijen itu pada 1976.

Awalnya, Noriega menjadi agen yang kooperatif. Sebagai imbalannya ia dibayar US$ 110.000.

Peran sebagai agen rahasia CIA dijalani Noeriga selama bertahun-tahun bahkan hingga Bush menjadi wakil presiden pada 1982. Belakangan terkuak, Noriega sebenarnya berpura-pura bekerja sama dengan AS demi mendapat bayaran semata sementara pada saat yang bersamaan justru dialah yang menjadi dalang utama di balik peredaran narkotika dari Panama ke AS.

Noriega diketahui bermitra dengan gembong narkotika Kolombia Pablo Escobar.

Mantan penguasa Panama tersebut juga mendalangi kematian sejumlah lawan politiknya. Beberapa jasad mereka ditemukan di bekas pangkalan militer Tocumen dalam kondisi terikat dan terdapat tanda-tanda penyiksaan.

Dua dekade pertama setelah tersingkir dari kekuasaan, ia mendekam di penjara AS dan Prancis. Sementara itu, pembunuhan terhadap lawan-lawan politiknya membuat tahun-tahun terakhir hidupnya ia habiskan di sebuah penjara di Panama.

Pada 2016, dokter mendeteksi pesatnya pertumbuhan tumor otak jinak di kepala Noriega yang pertama kali ditemukan empat tahun sebelumnya. Pada Januari 2017, pengadilan memberikan izin untuk melaksanakan operasi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya