5 Pemimpin Dunia yang Tersandung Kasus Korupsi

Mantan Presiden Brasil, Inacio Lula da Silva dituding korupsi. Selain Lula, ada beberapa nama pemimpin dunia yang melakukan kesalahan sama.

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 13 Jul 2017, 18:40 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2017, 18:40 WIB
20160407-Ilustrasi Korupsi iStockphoto
Ilustrasi Korupsi (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva, dihukum 9,5 tahun penjara. Dia dinyatakan terbukti oleh hakim melakukan tindakan korupsi dan pencucian uang.

Lula memerintah Brasil pada 2003-2010. Ia masih bisa menghirup udara bebas, sebab, kasusnya kini telah didaftarkan di pengadilan banding.

Hukuman yang dijatuhkan kepada Lula merupakan sebuah pukulan telak bagi karier politiknya. Sebab, namanya memimpin jajak pendapat untuk pemilu presiden Brasil tahun depan.

Kasus pemimpin dunia menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi termasuk korupsi hampir terjadi di setip benua di dunia.

Dilansir dari sejumlah sumber, berikut lima pemimpin dunia yang tersandung kasus korupsi-- meski tak semuanya sudah berkekuatan hukum tetap, seperti Liputan6.com kutip dari sejumlah sumber.

1. Luiz Inacio Lula da Silva

Warga turun ke jalan merayakan keputusan Hakim menjatuhkan hukuman ke mantan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva di Rio de Janeiro, Brasil (12/7). Silva memerintah Brasil dari 2003-2010. (AFP Photo/Sergio Lima)

Lula dinyatakan bersalah atas tuduhan korupsi dan divonis 9,5 tahun penjara.

Lula membantah klaim yang menyebut, ia menerima sebuah apartemen sebagai gratifikasi dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan perusahaan minyak negara, Petrobas.

Ia menuding, pengadilan atas kasusnya dilakukan atas motif politik belaka. Kasus dugaan gratifikasi apartemen adalah satu dari lima dakwaan yang dikenakan kepadanya.

Pria yang lahir pada 27 Oktober 1945 itu menolak semua tuduhan tersebut.

Dalam pernyataan menanggapi putusan pengadilan, para pengacara Lula bersikukuh kliennya tidak bersalah dan pihaknya akan mengajukan banding.

"Selama lebih dari tiga tahun, Lula telah menjadi subjek investigasi yang didorong motif politik. Tak ada bukti kredibel yang diungkap dalam persidangan, sebaliknya hal-hal yang mendukung bahwa ia tak bersalah justru diabaikan," kata para pengacara dalam pernyataan tertulis.

Tuduhan yang dihadapi Lula terkait dengan skandal Car Wash, julukan untuk investigasi korupsi terbesar di Brasil.

Penyelidikan fokus pada sejumlah firma atau perusahaan yang diduga menerima kontrak dari Petrobas dengan imbal balik suap -- yang masuk ke kantong-kantong para politisi dan dana kotor ke partai-partai politik.

2. Alberto Fujimoro

Fujimori berkuasa di Peru selama 10 tahun dari 1990-2000. Sepanjang satu dekade itu, kondisi Politik Peru dipenuhi lika-liku.

Setelah sempat mendulang popularitas di mata rakyat Peru, Fujimori tersandung kasus korupsi, pembantaian dan penyuapan terhadap kepala intelijen Peru, Vladimiro Montesino bahkan kecurangan pemilu.

Pada November 2000, Fujimori memutuskan untuk menghadiri KTT APEC di Brunei. Tapi setelah acara itu selesai, ia ternyata tidak kembali ke Peru melainkan kabur ke Jepang.

Di tempat leluhurnya itu, Fujimori mengirimkan surat pengunduran diri. Namun, surat tersebut tidak diterima Kongres Peru.

Terhitung pada 17 November 2000, Kongres Peru memilih untuk menonaktifkan Fujimori. Jabatannya hilang, namanya pun dicoret dari jajaran orang nomor satu di negara itu.

3. Donald Tsang

Mantan pemimpin Hong Kong, Donald Tsang. (AP)

Mantan pemimpin Hong Kong, Donald Tsang dijatuhi hukuman 20 bulan penjara karena dianggap melanggar peraturan.

Tsang yang memimpin Hong Kong pada 2005-2012 dan merupakan pejabat paling senior di wilayah itu yang didakwa terlibat kasus korupsi.

Dia dinyatakan bersalah atas pelanggaran korupsi dalam kasus terkait sebuah flat mewah di China.

"Selama berkarier di peradilan, belum pernah saya melihat seorang pria dengan posisi tinggi divonis seperti ini," ujar Hakim Andrew Chan saat membacakan putusan, seperti dikutip dari BBC, Rabu (22/2/2017).

Sejumlah mantan pejabat senior Hong Kong kemudian menulis surat ke pengadilan untuk membela Tsang.

Kasus yang menimpa Tsang memicu kekhawatiran di Hong Kong. Sebab, wilayah itu begitu bangga atas reputasinya yang bersih dan bebas korupsi.

4. Ferdinand Marcos

Lebih dari 20 tahun lamanya Ferdinand Marcos berkuasa. Selama itulah, ia mengumpulkan pundi-pundi harta -- yang sebagian digunakan untuk memuaskan hasrat sang istri, Imelda yang tak mengenal batas.

Mahasiswa melakukan demonstrasi di Manila, menentang pemberian gelar pahlawan kepada Presiden Ferdinand Marcos. Pada saat yang sama, Piala AFF 2016 digelar di Stadion Rizal Memorial. (Bola.com/Wiwig Prayugi)

Nama Imelda Marcos pun akhirnya bersinonim dengan ketamakan.

Saat digulingkan lewat revolusi "People Power" pada 1986, penyelidik Filipina mengestimasi kekayaan Marcos mencapai US$ 10 miliar. Luar biasa!

Penerusnya, Corazon Aquino, sudah membentuk komisi khusus untuk merampas kembali harta negara yang dijarah Marcos.

Sejarah mencatat, pada 12 Februari 2014, Pemerintah Filipina mengumumkan telah kembali merampas harta Marcos senilai US$ 29 juta -- 28 tahun setelah sang diktator digulingkan.

Uang tersebut adalah bagian dari lebih dari US$ 712 juta yang ada di rekening rahasia Marcos di bank Swiss.

Mahkamah Agung Filipina memutuskan pada 2003 lalu bahwa kekayaan Marcos yang sah adalah sekitar US$ 304.000 sejak tahun 1965-1986. Sisanya, tak jelas sumbernya.

5. Yingluck Shinawatra

Yingluck diduga melakukan penyalahgunaan wewenang atau melakukan korupsi terkait subsidi beras. Pemerintah di bawah komando Yingluck disebut membeli beras kepada petani Thailand dengan harga yang lebih mahal dari harga pasaran global.

Kebijakan itu mengakibatkan menumpuknya akumulasi stok beras dan berdampak buruk pada ekspor beras Thailand.

Mantan PM Thailand, Yingluck Shinawatra (Reuters)

Para pihak yang mengkritik mengatakan program itu terlalu mahal dan berpotensi untuk dikorupsi. Yingluck juga dituding menyalurkan uang untuk para pendukung utamanya. Badan Anti Korupsi Thailand juga menyebut Yingluck diduga bertanggung jawab atas kerugian sejumlah uang kas negara.

Namun Yingluck menyatakan kebijakan itu bertujuan membantu para petani dan membantah terlibat dalam pelaksanaan skema tersebut. Dia menegaskan tidak memiliki kontrol langsung terhadap program tersebut, dan pelanggaran yang terjadi bukan tanggung jawabnya.

Pada pertengahan Januari 2015, Pengadilan Thailand secara resmi memutuskan mencopot jabatan Yingluck dari Perdana Menteri, beberapa bulan setelah militer negeri gajah putih mengudeta adik dari mantan PM Thaksin Shinawatra tersebut. Kini pemerintahan Thailand dipegang PM Prayuth Chan-ocha.

Simak video berikut:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya