Bantu Lunasi Utang, Sri Lanka Gandeng China Kembangkan Pelabuhan

Sri Lanka menandatangani kesepakatan sebesar US$1,1 miliar untuk mengelola pelabuhan Hambantota dengan China.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 29 Jul 2017, 16:59 WIB
Diterbitkan 29 Jul 2017, 16:59 WIB
Pelabuhan Hambantota di Sri Lanka. (AFP)
Pelabuhan Hambantota di Sri Lanka. (AFP)

Liputan6.com, Kolombo - Sri Lanka menandatangani kesepakatan senilai US$ 1,1 miliar dengan China untuk mengendalikan dan mengembangkan pelabuhan di selatan laut dalam Hambantota.

Kesepakatan itu telah tertunda beberapa bulan karena muncul kekhawatiran bahwa lahan tersebut akan digunakan oleh militer Tiongkok.

Seperti dikutip dari BBC, Sabtu (29/7/2017), pemerintah Sri Lanka kemudian diberikan jaminan bahwa China hanya akan menjalankan operasi komersial dari pelabuhan tersebut -- di jalur pelayaran utama antara Asia dan Eropa.

Pemerintah Sri Lanka mengatakan uang dari hasil kesepakatan tersebut akan membantu melunasi pinjaman luar negeri negara tersebut.

Wartawan BBC Azzam Ameen di Kolombo mengatakan, penandatanganan tersebut dilakukan di Sri Lanka Port Authority sekitar pukul 10.43.

Berdasarkan kerja sama tersebut, sebuah perusahaan China yang dikelola negara memperoleh hak sewa 99 tahun di pelabuhan dan lahan sekitar 15.000 hektar di dekatnya untuk kawasan industri.

Kerja sama tersebut membayangi ribuan penduduk desa akan penggusuran, namun pemerintah mengatakan mereka yang terdampak akan diberi lahan baru.

Pelabuhan Hambantota yang menghadap ke Samudera Hindia diperkirakan dapat memainkan peran kunci dalam inisiatif Belt and Road China, atau dikenal sebagai New Silk Road -- yang akan menghubungkan pelabuhan dan jalan antara China dan Eropa.

Inisiatif tersebut dipantau dengan ketat oleh saingan perdagangan regional termasuk India dan Jepang.

Penentang proyek tersebut mengatakan bahwa mereka khawatir kawasan itu berubah menjadi koloni China. Kekhawatiran bahwa angkatan laut Tiongkok bisa menggunakan pelabuhan itu sebagai markas juga mengemuka.

Dalam sebuah langkah untuk meredakan kekhawatiran tersebut, pemerintah Sri Lanka mengumumkan kesepakatan revisi untuk memotong saham perusahaan China tersebut menjadi 70%. Pihak berwenang juga membuat jaminan bahwa pelabuhan tersebut tidak akan digunakan oleh militer China.

"Kami memberi negara sebuah kesepakatan yang lebih baik tanpa implikasi keamanan," kata Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe pada Jumat 28 Juli 2017 waktu setempat.

PM Ranil menegaskan bahwa kesepakatan tersebut akan membantu Sri Lanka mengelola utang luar negerinya.

Sebelum kerjasama ini, China telah menggelontorkan jutaan dolar ke infrastruktur Sri Lanka sejak berakhirnya perang sipil 26 tahun di tahun 2009.

Saksikan juga video menarik berikut ini:

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya