Ribuan Orang Hilang Tertimbun Longsor di Sierra Leone

Sebanyak 400 orang tewas dan ribuan lainnya masih dinyatakan hilang akibat tertimbun lumpur longsor di Sierra Leone.

oleh Citra Dewi diperbarui 16 Agu 2017, 11:04 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2017, 11:04 WIB
Longsor
Petugas penyelamat membawa mayat korban dari lokasi tanah longsor di Regent, sebelah timur Freetown, Sierra Leone, (14/8). Bencana ini terjadi saat penduduk tengah tidur sehingga banyak yang terjebak di dalam rumah. (AP Photo / Manika Kamara)

Liputan6.com, Freetown - Sierra Leone membutuhkan bantuan darurat untuk ribuan orang yang menjadi korban lumpur longsor dan banjir. Presiden Ernest Bai Koroma mengatakan, bencana tersebut sangat membebani mereka.

Sebanyak 400 orang tewas dan ratusan lainnya hingga saat ini masih belum dapat ditemukan setelah lumpur menimbun Regent, wilayah di dekat ibu kota Freetown pada 14 Agustus 2017.

Palang Merah mengatakan, pihaknya sedang berupaya mendapatkan peralatan untuk memudahkan menemukan jasad yang terbenam jauh di dalam lumpur. Badan tersebut menambahkan, sekitar 600 orang masih hilang.

Sementara itu direktur kemanusiaan ActionAid's, Richard Miller, mengatakan bahwa lebih dari 1.500 orang dilaporkan hilang. Menteri Dalam Negeri Paolo Conteh juga menyebut masih ada ribuan orang yang belum ditemukan.

Seorang pekerja amal di Healey Relief Foundation, Ishmael Charles, mengatakan bahwa tak ada kata-kata yang bisa menggambarkan tragedi itu.

"Anda akan melihat banyak orang menangis karena telah kehilangan anggota keluarga mereka," ujar Charles.

"Sulit menggambarkan realitas yang ada, karena ini lebih menakutkan dan menyedihkan dari apa yang bisa digambarkan orang-orang," imbuh dia.

Petugas dibantu warga melakukan pencarian korban usai tanah longsor di Regent, Freetown, Sierra Leone, (14/8). Bencana ini terjadi saat penduduk tengah tidur sehingga banyak yang terjebak di dalam rumah. (AFP Photo/Saidu Bah)

Puluhan rumah terkubur lumpur di Regent, wilayah yang terdampak parah. Mereka yang selamat mengenang kejadian memilukan pada pukul 06.00 itu.

"Istriku meninggal. Seluruh anakku meninggal. Pagi ini aku dan anak-anakku sempat berbincang sebelum aku berangkat kerja. Satu di antara mereka bahkan memilihkan kaus kaki mana yang harus aku pakai," ujar seorang pria bernama Malikie.

Seorang perempuan lain, Adama, mengatakan bahwa dirinya masih berusaha mencari bayinya.

"Kami ada di dalam. Kami mendengar lumpur longsor mendekat. Kami berusaha untuk lari. Aku berusaha mengambil bayiku tapi lumpur itu datang dengan cepat," ujar Adama.

"Aku tak melihat suamiku, Alhaji. Bayiku baru berusia tujuh minggu," imbuh dia.

Seorang perempuan yang tinggal di tempat yang lebih tinggi, Fatmata Sesay, berhasil melarikan diri dari lumpur longsor setelah ia dan keluarganya terbangun akibat suara hujan dan menyadari rumahnya terendam air.

Sebuah aliran air mengalir setelah banjir di Regent, sebelah timur Freetown, Sierra Leone, 14/8). Sedikitnya 312 orang tewas dan lebih dari 2.000 orang kehilangan tempat tinggal mereka. (AP Photo/ Manika Kamara)

"Aku berusaha melarikan diri dengan memanjat atap rumah ketika salah satu tetangga menyelamatkanku," ujar Sesay.

"Kami telah kehilangan segalanya dan kami tak memiliki tempat untuk tidur," imbuh dia.

Presiden Koroma meyakinkan bahwa pemerintah sepenuhnya terlibat dalam situasi tersebut dan bersama dengan mitra telah membentuk pusat tanggap darurat.

"Tragedi berskala besar ini sekali lagi telah menantang kita untuk bekerja sama, saling mendukung, dan membantu satu sama lain," ujar Koroma.

Banjir kerap terjadi di Ibu Kota Sierra Leone dan sekitarnya, yang merupakan kota pesisir dengan lebih dari satu juta penghuni. Pada 2015, banjir menewaskan 10 orang dan membuat ribuan warga kehilangan tempat tinggal.

 

Simak video berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya