Militer Tiongkok di Laut China Selatan Hambat Tambang Migas?

Kehadiran militer Tiongkok di Laut China Selatan, memicu kekhawatiran sejumlah perusahaan eksplorasi migas asing.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 22 Sep 2017, 14:00 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2017, 14:00 WIB
Gambar satelit pengerahan senjata di Laut China Selatan oleh China
Gambar satelit pengerahan senjata di Laut China Selatan oleh China (Foto: AMTI)

Liputan6.com, London - Komitmen Tiongkok untuk menggencarkan aksi dan presensi militer di Laut China Selatan, memicu kekhawatiran dari perusahaan eksplorasi migas (non-afiliasi Beijing) yang beroperasi di kawasan. Demikian, ujar firma analis dan konsultan strategi geo-politik asal Inggris.

Contoh kasus seperti yang terjadi pada anak perusahaan migas Repsol Spanyol pada Juli lalu. Talisman (anak perusahaan Repsol) yang berbasis di Vietnam, mendapat intimidasi dari militer China di kawasan.

Seperti dikutip dari CNBC (22/9/2017), militer Tiongkok mengancam akan menyerang basis operasi eksplorasi migas Talisman di Laut China Selatan, jika anak perusahaan Repsol itu terus melanjutkan pengeboran minyak. China menyebut, Talisman melakukan aktivitas pengeboran di perairan yang diklaim Beijing sebagai wilayah kedaulatan mereka.

"Kesungguhan pemerintahan China untuk menggunakan aksi militer (di kawasan) memicu kekhawatiran dan hal itu akan menimbulkan tekanan pada sejumlah kesepakatan bisnis," jelas Hugo Brennan, analis Asia untuk Verisk Maplecroft --lembaga konsultan strategi geo-politik berbasis di Inggris.

Brennan juga menambahkan, perusahaan asing yang beroperasi atau memiliki kepentingan di Laut China Selatan akan terus mendapat tekanan dari Beijing. Terutama, firma yang tidak memiliki afiliasi dengan Negeri Tirai Bambu.

Menurut Verisk Maplecroft, tekanan itu dapat berupa intimidasi militer di lokasi (seperti insiden Talisman), ekslusi dari pasar China, hingga berbagai bentuk ancaman lain yang ditujukan kepada firma dan aset perusahaan. British Petroleum asal Inggris pernah mendapat tekanan berupa ancaman terhadap aset pada 2007.

"Operator eksplorasi migas juga harus jeli menganalisis cara pemerintah negara di Asia Tenggara dalam menghadapi Tiongkok terkait isu Laut China Selatan. Jika tidak, aktivitas mereka akan terhalan," jelas Brennan mengutarakan kiat bagi firma migas yang beroperasi di kawasan.

Maka, tambah Brennan, firma seperti Red Emperor Oil --berbasis di Vietnam-- dan Repsol yang terlibat dalam proyek pengeboran di kawasan, harus peka menganalisis situasi dan aktivitas China.

 

Laut Sengketa Antar Negara

Sejak beberapa waktu terakhir, beberapa negara di kawasan Laut China Selatan kerap menyatakan klaim kedaulatan maritim yang saling bersinggungan antara satu sama lain.

Bagi Tiongkok, wilayah kedaulatan maritim mereka di Laut China Selatan mencakup kawasan seluas 1.600 km --berdasarkan konsep perhitungan Nine Dash Lines (sembilan garis putus). Sementara itu, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan juga mengklaim kawasan laut yang turut bersinggungan dengan konsep perhitungan Negeri Tirai Bambu.

Sementara itu, Indonesia, meski tidak terlibat aktif dalam kisruh sengketa itu, memiliki klaim zona ekonomi eksklusif di Laut China Selatan --atau Laut Natuna Utara menurut penamaan Tanah Air. Dan, pada Juli lalu, Jakarta mengumumkan akan mengerahkan militernya untuk melindungi eksplorasi migas di kawasan.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya