Liputan6.com, Canberra - Dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada hari Senin, 13 November 2017, para peneliti mengatakan bahwa kenaikan emisi global utamanya disebabkan oleh pertumbuhan pembangkit listrik tenaga batubara dan konsumsi minyak dan gas di China.
Direktur Eksekutif dari "Global Carbon Project" atau Proyek Karbon Global (GCP) dan salah satu penulis studi itu, yakni Dr Pep Canadell, mengatakan, kenaikan itu kemungkinan sekitar 2 persen dari tingkat emisi CO2 tahun 2016.
Baca Juga
"Itu membawa kita ke rekor baru yang tingginya hampir 37 miliar ton CO2 (per tahun)," kata Dr Canadell seperti dikutip dari ABC Australia Plus pada Selasa (14/11/2017).
Advertisement
GCP adalah sebuah kolaborasi antara organisasi sains internasional untuk memantau emisi karbon global dan sumbernya untuk membantu "memperlambat laju peningkatan gas rumah kaca di atmosfer".
Dalam makalah yang diterbitkan di 'Environmental Research Letters', para peneliti mengatakan bahwa jeda tiga tahun dalam pertumbuhan emisi disebabkan oleh peningkatan teknologi energi terbarukan dan pengurangan konsumsi batubara China.
Meskipun jeda telah diamati sebelum periode tahun 2014-2016, Dr Canadell mengatakan bahwa hal ini biasanya berkorelasi dengan kemerosotan ekonomi global selama krisis keuangan global.
"Tiga tahun terakhir, sejauh ini cukup luar biasa di keseluruhan catatan, ini adalah pertama kalinya kami melihat emisi tidak tumbuh bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi global yang cukup kuat," ujarnya.
Di seluruh dunia, 21 negara, termasuk Amerika Serikat, Denmark dan Perancis, telah mengurangi emisi CO2 selama 10 tahun terakhir sementara di saat yang sama, mencapai pertumbuhan ekonomi yang positif.
Target Iklim Paris Melenceng
Data dari Departemen Lingkungan dan Energi menunjukkan bahwa emisi Australia telah meningkat sejak tahun 2013.
Direktur Pusat Iklim, Ekonomi dan Kebijakan di Universitas Nasional Australia (ANU), Profesor Frank Jotzo, mengatakan bahwa kemungkinan mencapai target Australia di iklim Paris 2030 melenceng lebih dari jangkauan.
Australia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi hingga 26-28 persen dari tingkat emisi tahun 2005 pada tahun 2030.
"Untuk memenuhi target Paris, kami perlu mengurangi emisi hingga 18-20 persen dibandingkan dengan tingkat yang ada saat ini - yang setara dengan penurunan 1,5 sampai 1,7 persen per tahun," sebut Profesor Jotzo.
"Tentu saja, setiap tahun ketika emisi gas rumah kaca nasional (Australia) tetap konstan atau sebenarnya meningkat adalah tahun yang hilang untuk memenuhi target itu."
Dr Canadell juga khawatir bahwa Australia kehabisan waktu untuk membalikkan lintasan emisi.
"Setiap tahun yang kami (Australia) tunda, ada penalti pengurangan emisi yang jauh lebih tinggi yang dibutuhkan (untuk memenuhi kesepakatan Paris)," sebutnya.
Meskipun Profesor Jotzo mengatakan, ada kemungkinan bahwa emisi Australia di 2017 mungkin menunjukkan sedikit penurunan karena penutupan pembangkit listrik Hazelwood, kemungkinan ini akan diimbangi oleh penjualan bensin yang lebih tinggi pada periode yang sama.
Advertisement