Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengawali tahun baru 2018 dengan menyerang secara verbal ke sejumlah negara: seperti Pakistan, Korea Utara. Dan kini, miliarder nyentrik itu mengancam Palestina.
Dalam akun Twitter pribadinya, @realDonaldTrump, ia mengatakan, AS tak mendapatkan apresiasi dan penghormatan, sebagai balasan atas bantuan yang dikucurkan negaranya.
"Bukan hanya Pakistan, di mana kita kucurkan miliaran dolar tapi tak mendapatkan apa pun," kata Donald Trump memulai kicauannya pada Selasa malam, seperti dikutip dari BBC, Rabu (3/1/2018).
Advertisement
Baca Juga
"Sebagai contohnya, kita mengeluarkan uang untuk Palestina ratusan juta dolar tiap tahunnya. Tapi kita tak mendapatkan apresiasi atau penghormatan. Mereka bahkan tidak ingin menegosiasikan perjanjian damai yang telah lama tertunda dengan Israel," kata Trump.
Donald Trump mengklaim, pihaknya telah menyelesaikan soal Yerusalem yang menjadi kunci dari negosiasi. Alasannya, isu tersebut "sangat memecah belah" di luar meja perundingan.
Padahal, yang dilakukan Donald Trump adalah dengan mengklaim secara sepihak kota suci tiga agama itu, secara keseluruhan, sebagai ibu kota Israel. Ia bahkan berniat memindahkan kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Pihak Palestina mengatakan, langkah tersebut menunjukkan bahwa AS tak lagi menjadi pihak netral untuk menjadi perantara perdamaian.
Keputusan tersebut juga ditentang mayoritas negara dunia. Dalam pemungutan suara yang dilakukan dalam sidang darurat Majelis Umum PBB Desember 2017, 128 negara menentang keputusan Trump.
Sang Presiden AS tetap berada di pihak kalah meski sejak awal mengumbar ancaman akan menghentikan bantuan pada negara-negara yang bernyali mengancamnya.
"Namun, ketika Palestina tak mau bicara damai, kenapa kita harus mengucurkan bantuan pada mereka," kata Donald Trump.
Mengapa AS Marah pada Palestina?
Yerusalem adalah salah satu situs yang paling banyak diperebutkan di dunia.
Israel mengklaim, kota itu secara keseluruhan adalah ibu kotanya. Sementara, pihak Palestina menginginkan, Yerusalem Timur, yang diduduki Israel pada Perang 1967, menjadi ibu kota masa depannya.
Donald Trump secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, meski telah diperingatkan bahwa keputusannya itu akan memicu ketidakstabilan di kawasan.
Setelah pengumuman tersebut, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan bahwa dia tidak akan lagi menerima proposal dari pemerintahan Trump.
"Amerika Serikat telah terbukti menjadi mediator yang tidak jujur dalam proses perdamaian," kata dia.
Abbas juga menyebut Yerusalem sebagai "ibu kota abadi negara Palestina".
Advertisement
Bantuan Apa yang Diberikan AS ke Palestina?
Sebelum ancaman Donald Trump disampaikan lewat akun Twitternya, Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley mengatakan AS akan berhenti memberikan kontribusi kepada badan bantuan PBB untuk pengungsi Palestina.
Badan tersebut menjalankan program pendidikan, kesehatan, dan sosial. AS adalah donor terbesar dari sisi negara, dengan memberikan hampir US$ 370 juta.
"Presiden pada dasarnya mengatakan bahwa dia tidak ingin memberikan dana tambahan, atau menghentikan pendanaan, sampai orang-orang Palestina setuju untuk kembali ke meja perundingan," kata Haley dalam konferensi pers.
Ia mengatakan, hasil pemungutan suara di PBB yang mengecam keputusan Trump tak membantu mengatasi situasi yang terjadi.
"Orang-orang Palestina sekarang harus menunjukkan keinginan mereka untuk kembali ke meja perundingan. Mereka tak mau datang tapi meminta bantuan," kata Haley.
Penarikan bantuan AS kemungkinan akan berdampak signifikan terhadap badan PBB. Sebab, kontribusi Negeri Paman Sam mencapai 30 persen dari dana yang diterima.
Pada 2016, AS adalah donor terbesar kedua. Sementara, Uni Eropa memberikan kurang dari setengah dari apa yang diberikan pemerintahan Negeri Paman Sam yang saat itu dipimpin Barack Obama. [Ein]
Saksikan video pilihan berikut ini: