Tinggalkan Ayunan di Taman, Pria Inggris Didenda Rp 16 Juta

Pengadilan Lingmell di Inggris menjatuhkan hukuman denda sebesar 900 pound sterling atau setara Rp 16 juta.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 17 Jan 2018, 18:00 WIB
Diterbitkan 17 Jan 2018, 18:00 WIB
Ilustrasi ayunan (iStock)
Ilustrasi ayunan (iStock)

Liputan6.com, Worcester - Sungguh malang nasib seorang pria asal Worcester, Inggris. Saat hendak membahagiakan anak-anaknya, ia malah diterpa masalah yang memberatkan dirinya.

Pengadilan Lingmell di wilayah tersebut menjatuhkan hukuman denda sebesar 900 pound sterling atau setara Rp 16 juta karena meninggalkan ayunan anak-anak di sebuah taman.

Dikutip dari laman Metro.co.uk, Rabu (17/1/2018), pria tersebut bernama Ben Keitch (24). Ia tinggal di perumahan Nexus yang terletak di kawasan West Mercia, Inggris.

Pengadilan menjatuhkan hukuman denda karena Keitch dianggap melanggar aturan. Ayunan anak-anak yang ia tinggalkan tergolong sebagai barang yang mudah terbakar dan dapat mengancam keselamatan orang banyak.

Selain itu, ia juga dinyatakan bersalah oleh pihak penyewaan ayunan karena meninggalkan barang pinjamannya di tempat umum.

Ben adalah ayah dari tiga orang anak. Bersama sang kekasih, pria itu sudah hidup bersama sejak 2013.

Kesalahannya tersebut semakin berlipat ganda ketika ia membuat pihak pengelola kawasan kesal. Kala itu, pihak berwenang telah mengeluarkan imbauan berupa surat teguran. Namun, itu semua dianggap lelucon oleh Keitch.

Juru Bicara perumahan West Mercia mengatakan bahwa pihaknya telah memberi peringatan untuk menjaga lingkungan. Hingga akhirnya, pesan ini dihiraukan oleh Keitch.

"Kami sudah berupaya untuk meminta Keitch menyelesaikan masalah ini. Hingga akhirnya, kami menempuh jalur hukum," ujar pihaknya.

Masalah ini tentu berat bagi Keitch. Ia harus melunasi segera denda dengan cara dicicil. Sebab, ia seorang pengangguran dan tak punya pekerjaan.

Kini, gara-gara sebuah ayunan Keitch harus mencicil sekitar Rp 67 ribu per minggu selama empat setengah tahun agar denda itu dapat dilunasi.

 

Denda Rp 1,3 Juta bagi Pria yang Masturbasi

Ruang masturbasi
Ilustrasi pegawai melakukan masturbasi di tempat kerja. (Sumber Mashable)

Jika Ben Keitch didenda karena kesalahan hukum yang ia buat, maka lain halnya dengan kasus yang satu ini.

Seorang anggota parlemen negara bagian Texas mengajukan rancangan undang-undang yang akan memberikan denda US$100 atau sekitar Rp 1,3 juta kepada pria tiap kali mereka bermasturbasi.

RUU itu juga memberlakukan masa tunggu 24 jam jika seorang pria ingin kolonoskopi atau vasektomi, atau jika dia pengguna obat kuat Viagra.

RUU itu diajukan oleh anggota parlemen asal Partai Demokrat, Jessica Farrar. Ia tahu rancangan UU-nya mungkin akan dimentahkan. Namun, ia tetap mengajukannya pada minggu lalu untuk memberikan poin penting kepada anggota parlemen pria.

Dikutip dari CNN, Farrar adalah anggota parlemen yang telah lama membela hak-hak perempuan di negara bagian yang paling sulit bagi kaum Hawa untuk melakukan aborsi. Dalam RUU itu pun, ia ingin menunjukkan kesulitan yang dihadapkan perempuan kala mereka berhadapan dengan sistem kesehatan.

"Lihat apa yang telah Texas perbuat untuk kaum perempuan. Apa yang terjadi jika pria dihadapkan dengan prosedur yang sama berbelitnya dengan kami, para wanita?" kata Farrar.

RUU rancangan Farrar itu akan memberi hukuman bagi pria karena bermasturbasi. Perilaku itu dianggap kegagalan untuk melestarikan kesucian hidup dan "perbuatan melawan janin".

Bahkan nama RUU ini -- Hak Pria untuk Tahu UU -- adalah pukulan bagi pamflet-pamflet di tempat praktik dokter di Texas wajib ditempel berisi tentang hal-hal aborsi bagi perempuan.

Pamflet itu berjudul, "Hak Perempuan yang Harus Diketahui" telah lama dikritik karena isinya tak akurat. Secara ideologi, peraturan dipengaruhi oleh agama dan dirancang agar perempuan tak melakukan aborsi.

Dalam satu seksi di pamflet itu berisi kanker payudara dan aborsi saling berkaitan satu sama lain. Padahal studi mengatakan tak ada hubungan sebab akibat antara keduanya.

"Kami menghadapi kebodohan itu semua dalam hidup kita," kata Farrar yang juga mengatakan negara bagian Texas memiliki angka kematian ibu tertinggi di antara negara-negara maju.

Dan, dia benar. Rata-rata perempuan yang meninggal akibat komplikasi terkait kehamilan meningkat dua kali dalam tahun 2010 hingga 2014, menurut sebuah studi terbaru.

Terkait dengan RUU ini anggota parlemen dari Partai Republik berang.

"Saya malu dengan Farrar. Ia mencoba membandingkan isu aborsi dengan ketidaktahuannya terhadap biologi tubuh manusia," kata Tony Tinderholt dalam pernyataannya.

"Saya merekomendasikan agar ia mengambil kelas biologi di sekolah umum sebelum membuat RUU lainnya,"lanjutnya.

Tinderholt baru-baru ini mengajukan RUU yang memberikan sanksi klinik dan perempuan yang melakukan aborsi sebagai tindakan pembunuhan di Texas.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya