Liputan6.com, Damaskus - Iran dan Israel, dua negara yang telah terlibat konflik kebijakan (proxy conflict) menahun di kawasan Timur Tengah, diprediksi kian dekat di ambang konfrontasi terbuka, setelah kedua negara meningkatkan aktivitas militernya di Suriah sejak beberapa pekan terakhir.
Konfrontasi meninggi terjadi ketika Israel menjatuhkan sebuah pesawat drone yang diklaim Tel Aviv sebagai milik Iran yang terbang di wilayah udara kedaulatan Negeri Bintang David itu.
Menyusul peristiwa itu, jet tempur F-16 Israel ditembak jatuh rudal anti-pesawat Suriah. Pesawat itu jatuh kala menggelar operasi, yang menurut klaim Israel, untuk mengebom sasaran Iran di negeri yang dilanda perang saudara berkepanjangan.
Advertisement
Usai itu, Israel kembali melakukan penyerangan terhadap sebuah target -- yang diklaimnya -- berkaitan dengan Iran di Damaskus, ibu kota Suriah.
Baca Juga
Bercermin pada rangkaian peristiwa terbaru itu, kini, perseteruan antara Iran dan Israel tampak mengarah ke konflik terbuka. Demikian seperti dikutip dari The Guardian (13/2/2018).
Apalagi kedua negara memiliki rekam jejak berkonflik tak langsung lewat kebijakan dan keterlibatan milisi simpatisan, seperti pada militan Hizbullah di Lebanon,
Hal itu juga semakin dibuktikan dengan komentar sejumlah pejabat kedua negara yang tampak tak berniat untuk mengendurkan eskalasi konflik militer di Suriah.
"Kami harus bersiap secara operasional dan intelijen untuk menghadapi segala bentuk ancaman. Ujian terbesar kami adalah (potensi) perang," kata Brigadir Jenderal Amit Fisher, Komandan Gugus Tempur Israel di Suriah.
Komentar itu datang usai Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, negaranya akan mempertahankan diri melawan serangan apapun. Hal itu diutarakan Netanyahu usai eskalasi militer Iran - Israel di Suriah.
"Iran dengan berani melanggar kedaulatan Israel. Mereka mengirim pesawat tak berawak dari wilayah Suriah ke Israel ..... Israel meminta pertanggungjawaban Iran dan tuan rumah Suriah," imbuh sang PM Israel.
Saksikan juga video pilihan di bawah ini:
Respons Iran Terhadap Israel
Iran menyatakan bahwa kehadiran militer mereka di Suriah merupakan sebagai penasihat Presiden Bashar Al-Assad dan mengklaim bahwa Negeri Para Mullah tak memiliki angkatan bersenjata konvensional di Suriah.
Teheran juga membantah bahwa drone yang ditembak oleh Israel bukan milik mereka -- berlawanan dengan klaim Tel Aviv bahwa yang menyatakan bahwa pesawat nirawak itu adalah milik Iran.
Di sisi lain, karena telah mengklaim bahwa Iran tak punya sangkut-paut dalam kapasitas militer dengan Suriah, maka, Teheran menilai bahwa serangan yang dilakukan Israel merupakan bentuk 'agresi zionis'.
"Bangsa Suriah membuktikan kali ini bahwa mereka akan merespons tindakan agresi Israel," kata Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Iran, Ali Shamkhani berkomentar seputar jatuhnya jet tempur Israel.
Mengomentari hal yang sama, Kepala Deputi Garda Nasional Iran mengatakan, "Iran mampu menciptakan neraka bagi zionis."
Sementara itu, pada tempat dan waktu yang terpisah, Duta Besar Iran untuk Indonesia, Valiollah Mohammadi mengatakan bahwa 'rezim zionis Israel' adalah penyebab persoalan utama yang dihadapi oleh negara Islam di kawasan Timur Tengah.
"Israel merupakan sebuah rezim yang sejak enam dekade lalu suka memicu sebuah peristiwa dengan dampak menyedihkan di kawasan dan melakukan pendudukan di negara Arab. dan Selama bertahun-tahun, Israel tidak pernah mendapatkan reaksi apapun," kata Mohammadi kala diwawancarai saat perayaan Ulang Tahun ke-39 Revolusi Islam Iran dan Hari Nasional Republik Islam Iran di Jakarta, Senin 12 Februari 2018.
"Kali ini berbeda, Suriah memberikan reaksi membalas serangan yang dilakukan oleh Israel terhadap kawasannya (Suriah) ... Sekarang zaman sudah berbeda, Israel harus sadar, mereka tidak akan lagi bisa melakukan serangan terhadap negara-negara Islam dan kembali ke daerah kependudukannya dengan selamat," lanjutnya.
Advertisement
Israel Siapkan Rudal di Perbatasan
Seperti dikutip dari The Guardian, Angkatan Bersenjata Israel (IDF), mengatakan bahwa mereka akan meningkatkan barisan pertahanan di utara Israel dekat perbatasan Suriah. Kabar itu dilaporkan pertama kali oleh surat kabar Israel, The Jerusalem Post.
Surat kabar itu juga mengklaim bahwa Israel tengah melakukan konvoi untuk memindahkan alat pertahanan rudal yang tengah bergerak ke utara Israel dekat perbatasan Suriah.
Mengomentari situasi tersebut, Ofer Zalzberg, analis untuk firma think-tank International Crisis Group mengatakan, "Kita memasuki tahap di mana akan ada banyak konfrontasi lain antara militer Israel dan Iran."
Kendati demikian, Zalsberg mengatakan bahwa tak ada satu pun negara yang menginginkan perang terbuka. Namun, situasi di Suriah memicu kedua negara untuk saling balas-membalas.
Zalsberg juga menilai, Israel memandang kehadiran Iran di Suriah sebagai tahap awal bagi Teheran untuk membangun basis militer permanen di negara yang saat ini dipimpin oleh Presiden Bashar Al Assad itu.
Suriah sendiri memandang bahwa Israel telah melakukan pendudukan di Dataran Tinggi Golan -- yang justru disebut sebagai teritori Suriah oleh komunitas internasional. Namun saat ini, baik Israel dan Suriah pun terkendala oleh milisi pemberontak yang bersarang di Golan -- yang sama-sama mengancam Israel dan Suriah.
Assad pun mungkin diprediksi akan mencoba merebut kembali Dataran Tinggi Golan.
Karenanya, Zalzberg memprediksi bahwa Assad tidak mungkin melakukan itu hanya dengan mengandalkan tentara Suriah dan mungkin bergantung pada militan Hizbullah dan bahkan militer Iran.
Memiliki kehadiran militer Iran tepat di perbatasan adalah garis merah bagi Israel, kata Zalzberg. "Israel akan bersedia membayar biaya tinggi untuk mencegah skenario semacam itu."