UNICEF: Usai Gempa, Anak-Anak di Papua Nugini Terancam Putus Sekolah

UNICEF dan berbagai organisasi kemanusiaan mengimbau, anak-anak di Papua Nugini terancam putus sekolah usai gempa melanda.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Mar 2018, 10:00 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2018, 10:00 WIB
Bantuan kemanusiaan untuk korban gempa Papua Nugini (sumber: UNICEF)
Bantuan kemanusiaan untuk korban gempa Papua Nugini (sumber: UNICEF)

Liputan6.com, Canberra - Sebulan pascagempa bumi berkekuatan 7,7 skala Richter yang mengguncang dataran tinggi Papua Nugini, sejumlah organisasi kemanusiaan mengingatkan bahwa seluruh "generasi" anak-anak di negara itu kemungkinan akan kehilangan pendidikan yang layak.

Gempa bumi dahsyat yang mengguncang pada 26 Februari dan sejumlah gempa susulan telah menewaskan sedikitnya 125 orang. Beberapa daerah paling terpencil di wilayah itu hingga saat ini juga masih terputus dari bantuan.

Getaran masih terus berlanjut sejak terjadinya gempa itu semakin menyulitkan keluarga yang sudah lebih dulu dirundung duka, sementara hujan lebat dan tanah longsor terus mengguyur daerah itu.

"Kami melihat berbagai kasus trauma dan patah tulang, kami melihat sejumlah keluarga yang anak-anaknya terluka karena tertimpa bebatuan," kata Noreen Chambers dari UNICEF pada program ABC Pacific Beat, seperti dikutip dari Australiaplus (22/3/2018).

Sekolah Terpaksa Tutup

Di Provinsi Hela, Papua Nugini, kerusakan rumah dan infrastruktur yang terjadi sangat buruk sehingga beberapa indikasi awal menunjukkan sekolah-sekolah di daerah itu tidak dapat dibuka kembali sama sekali pada tahun ini.

Sementara anak-anak tidak bersekolah, banyak di antara mereka yang tinggal di pusat perawatan sementara yang sempit, di mana pria, wanita, dan anak-anak berbagi fasilitas dasar.

Noreen Chambers mengatakan bahwa salah satu sekolah yang dia kunjungi hanya membuka kelasnya setengah hari karena toilet anak laki-laki di sekolah itu telah roboh.

Dia mengatakan bahkan di kota, anak-anak takut tinggal di sekolah untuk jangka waktu yang lama.

"Karena masih ada banyak gempa susulan dan getaran bumi yang mereka alami setiap hari, mereka memiliki faktor ketakutan bahwa gempa yang besar masih akan datang, jadi mereka ingin berada di rumah bersama orang tua mereka," katanya.

Aktivis dari organisasi non profit Save the Children, Jennifer El-Sibai mengatakan bahwa selain bantuan, fokus pada masa depan anak-anak Papua Nugini juga sangat penting.

 

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Kekurangan Dana Sudah Jadi Polemik Sebelum Gempa

Gempa Guncang Papua Nugini
Seorang pria melihat kondisi sebuah rumah yang roboh akibat gempa melanda Papua Nugini, Selasa (27/2).Gempa berkekuatan 7,5 SR yang mengguncang pada Senin pagi juga merusak infrastruktur pertambangan dan listrik. (Jerol Wepii via AP)

Departemen Pendidikan Papua Nugini menghadapi awal yang tidak nyaman di tahun 2018 dengan kekurangan dana dan sengketa pola pembayaran upah guru yang sudah akrab didengar.

Asisten Sekretaris untuk Kebijakan dan Perencanaan, John Kawage, mengakui Departemen Pendidikan Papua Nugini menghadapi tantangan yang monumental.

Dia mengatakan meskipun pemerintah Papua Nugini memiliki rencana untuk membangun kembali infrastruktur, tidak ada solusi yang mudah untuk mengembalikan anak-anak ke sekolah.

"Keputusan belum dibuat tetapi keputusan yang mungkin adalah kami akan meminta para siswa untuk pindah ke sekolah terdekat untuk melanjutkan pendidikan mereka," katanya.

"Mereka yang benar-benar tidak mampu mencari akomodasi dan tempat berlindung mungkin tidak akan mengenyam pendidikan di sepanjang sisa waktu tahun ini."

Noreen Chambers mengatakan sebagian besar siswa yang terkena dampak gempa akan membutuhkan waktu lama untuk siap kembali belajar, bahkan jika mereka memiliki sekolah untuk didatangi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya