Liputan6.com, Tokyo - Gubernur Tokyo Yuriko Koike telah menyatakan komitmen untuk menyelenggarakan Olimpiade Tokyo 2020 secara berkelanjutan (sustainable).
Namun, ketika pembangunan fasilitas pendukung telah dimulai, kelompok-kelompok pemerhati lingkungan justru menyerang pihak panitia, yang mengatakan bahwa pesta olahraga terbesar di dunia itu "membunuh" hutan hujan di wilayah tropis.
Seperti dikutip dari South China Morning Post pada Senin (9/4/2018), Rainforest Action Network (RAN), sebuah LSM yang berbasis di Amerika Serikat (AS), menyampaikan petisi lebih dari 110.000 tanda tangan pada pekan lalu.
Advertisement
Petisi tersebut ditujukan kepada otoritas Olimpiade, termasuk Komite Olimpiade Internasional (IOC), dengan seruan "setop perusakan hutan hujan" di beberapa fasilitas penyelenggaraan Olimpiade Tokyo 2020.
Petisi itu muncul setelah para pejabat menegaskan pada Februari bahwa setidaknya 87 persen panel kayu lapis digunakan untuk membangun Stadion Nasional Jepang, yang akan menjadi lokasi upacara pembukaan dan penutupan.
Baca Juga
Setelah ditelusuri, seluruh panel kayu lapis tersebut diketahui berasal dari industri kayu di Malaysia dan Indonesia, dua negara dengan sisa kepemilikan 10 persen hutan hujan tropis yang masih asri.
Hal yang membuat pemerhati lingkungan kian meradang adalah munculnya penggunaan bahan serupa di beberapa fasilitas olimpiade lainnya, seperti Olympic Aquatics Centre, Ariake Arena, dan Sea Forest Waterway.
RAN adalah satu dari lebih dari 40 LSM yang melakukan tuntutan massal kepada Komite Olimpiade Internasional pada 2016 lalu, untuk memastikan Olimpiade Tokyo 2020 tidak mengambil produk kayu dari hutan hujan tropis di Malaysia dan Indonesia, yang terancam punah.
"Kami ingin mendapat penjelasan yang transparan, untuk apa produk kayu lapis tersebut digunakan, khususnya kayu lapis bekisting beton karena mayoritas yang digunakan di Jepang berasal dari hutan hujan tropis di Indonesia dan Malaysia," kata Hana Heineken, pemimpin tim kampanye senior RAN.
"Praktik penebangan di kedua negara telah berlangsung selama beberapa dekade," lanjutnya menjelaskan.
Â
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Â
Jepang Mengimpor 2 Juta Meter Kubik Kayu Lapis
Saat ini, menurut penelitian RAN, Jepang terus menjadi konsumen terbesar kayu lapis tropis.
Negeri Matahari Terbit itu diketahui mengimpor hampir dua juta meter kubik kayu lapis dari Indonesia dan Malaysia pada 2016.
Sementara itu, menurut sebuah studi oleh Universitas Maryland yang menggunakan citra satelit Google, Malaysia memiliki laju penggundulan hutan tertinggi di dunia antara tahun 2000 dan 2012.
Petisi ini menyerukan untuk mengakhiri penggunaan kayu yang dipanen dari hutan hujan, menghormati hak masyarakat adat dan lokal, dan mengadopsi persyaratan untuk mencari produk yang memiliki kontribusi positif terhadap upaya melawan deforestasi dan pelanggaran hak asasi manusia.
Para pejabat Tokyo membuat janji ramah lingkungan dalam rencana keberlanjutan mereka, berjanji menciptakan ideal untuk berbagi dengan nilai-nilai budaya Jepang, yang mengarah pada cita-cita keberlanjutan.
Namun, rencana itu dikritik oleh para aktivis lingkungan setempat, karena hanya memberikan sedikit perhatian pada masalah ini.
"Kode Sumber Berkelanjutan Tokyo 2020 untuk kayu adalah 'berkelanjutan' dalam nama, tetapi tidak dalam praktik pencarian sumber bahan baku," kata Junichi Mishiba, perwakilan Friends of Earth Jepang.
"Tokyo 2020 tidak akan memiliki kredibilitas, jika abai dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitasnya, membangun sistem uji tuntas yang kuat, dan secara proaktif menggunakan produk kayu yang berkelanjutan," lanjutnya.
Agar adil, para pejabat membuat beberapa pilihan hijau. Taman Internal Kuil Meiji Jingu, sebuah taman umum, telah dilestarikan meskipun letaknya dekat dengan Stadion Nasional Jepang.
Atap dan fasad stadion menggunakan kayu domestik, yang juga diterapkan pada pembangunan wisma atlet.
Advertisement