Pertama Kali dalam Sejarah, Arab Saudi Bagikan SIM Kepada 10 Orang Wanita

Dalam tiga minggu ke depan, wanita di Arab Saudi segera mendapat izin untuk mengemudi.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 05 Jun 2018, 16:33 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2018, 16:33 WIB
Arab Saudi Keluarkan SIM Pertama untuk Wanita
Esraa Albuti menunjukkan surat izin mengemudi (SIM) miliknya di Departemen Lalu Lintas Umum di ibu kota Riyadh, Senin (4/6). Pemerintah Arab Saudi resmi mengeluarkan lisensi mengemudi untuk para wanita di sana. (Saudi Information Ministry via AP)

Liputan6.com, Riyadh - Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Arab Saudi menerbitkan surat izin mengemudi (SIM) kepada 10 orang wanita pada Senin, 4 Juni 2018.

Kebijakan tersebut merupakan kelanjutan dari rencana pencabutan larangan mengemudi bagi wanita, yang akan resmi diterapkan dalam tiga minggu ke depan.

Dikutip dari Time.com pada Selasa (5/6/2018), kesepuluh orang wanita tersebut diketahui telah memiliki SIM dari negara lain, termasuk Amerika Serikat (AS), Inggris, Libanon, dan Kanada. Mereka diwajibkan menjalani tes mengemudi singkat dan pemeriksaan mata di Departemen Lalu Lintas Umum di ibu kota Riyadh.

Adapun pemberian SIM secara resmi kepada penduduk wanita di Arab Saudi, rencananya akan mulai berlaku pada 24 Juni mendatang.

Banyak wanita di sana mulai menyerbu sekolah-sekolah mengemudi di Riyadh dan Jeddah, dan bahkan beberapa di antaranya ada yang telah mengajukan diri menjadi sopir transportasi publik, seperti kendaraan daring, Uber misalnya.

Sejak lama, kaum Hawa di Arab Saudi mengeluh karena harus menyewa jasa sopir pria, menggunakan taksi, atau mengandalkan kerabat lawan jenis untuk berkendara dalam menjalani aktivitas harian.

Pemberian SIM secara dini tersebut dilakukan menyusul penangkapan kelompok aktivis yang gencar mengkampanyekan kesetaraan dalam berkendara di jalan.

Jaksa penuntut Arab Saudi mengatakan pada hari Minggu, 3 Juni 2018, bahwa 17 orang dari kelompok aktivis tersebut telah ditahan dalam beberapa pekan terakhir, karena dicurigai berusaha merusak stabilitas keamanan.

Jaksa penuntut juga mengatakan delapan orang dilepaskan sementara, dan lima orang pria dan empat orang wanita lainnya masih ditahan.

Menurut sumber yang tidak ingin disebut namanya, beberapa wanita yang ditahan sejak 15 Mei itu di antaranya adalah Loujain al-Hathloul, Aziza al-Yousef dan Eman al-Nafjan.

Ketiganya merupakan aktivis hak wanita paling vokal dan terkenal di Arab Saudi. Mereka tidak hanya mempertaruhkan nyawa memperjuangkan izin mengemudi bagi kaum Hawa, melainkan juga menyerukan penyudahan undang-undang perwalian yang memberi kerabat pria kuasa lindung ketika seorang wanita menikah, atau melakukan perjalanan ke luar negeri.

Gerakan protes yang dilancarkan oleh ketiganya dilihat sebagai bagian dari dorongan hak-hak demokratik dan sipil yang lebih besar di kerajaan.

Ketiganya kini menghadapi berbagai tuduhan dari pihak berwenang Arab Saudi, termasuk berkomunikasi dengan orang-orang dan organisasi yang memusuhi kerajaan, dan memberikan dukungan keuangan dan moral kepada elemen-elemen yang bermusuhan di luar negeri.

Sebuah media yang berkaitan erat dengan Istana kerajaan Arab Saudi menyebut kelompok tersebut sebagai pengkhianat, dan mencapnya sebagai agen negara asing.

 

Simak video pilihan berikut:

Halangan Untuk Mengemudi

Arab Saudi Keluarkan SIM Pertama untuk Wanita
Seorang wanita mengenakan sabuk pengaman sebelum ujian mengemudi di Departemen Lalu Lintas Umum di ibu kota Riyadh, Senin (4/6). Pemerintah Arab Saudi resmi mengeluarkan lisensi mengemudi untuk para wanita di sana. (Saudi Information Ministry via AP)

Sementara itu, hampir 50 orang wanita mengambil bagian dalam protes menentang larangan mengemudi, yang pertama kali digelar sekitar 28 tahun lalu.

Hampir seluruh demonstran wanita ditangkap, Mereka kehilangan pekerjaan, paspor disita selama setahun, dan menghadapi stigmatisasi yang parah di tengah masyarakat. Sebagian kecil di antaranya bahkan harus meringkuk di dalam penjara selama bertahun-tahun.

Sejatinya, aturan hukum di Arab Saudi tidak pernah menyebut langsung larangan mengemudi bagi wanita, namun secara sosial hal itu dianggap tabu.

Tidak jarang polisi akan menilang pengemudi wanita --bahkan menahannya-- hingga seorang kerabat pria datang menjemput, serta menandatangani surat perjanjian untuk tidak mengulangi hal serupa.

Kelompok ultrakonservatif di Arab Saudi memandang kegiatan mengemudi oleh wanita sebagai hal tidak bermoral.

Banyak dari kelompok ini juga memperingatkan wanita akan mengalami pelecehan seksual jika nekat mengemudi.

Bahkan, ulama terkemuka di negara itu, Grand Mufti Abdulaziz Al Sheikh, mengatakan larangan wanita untuk mengemudi adalah demi kepentingan terbaik masyarakat, karena melindungi mereka dari keharusan untuk menangani kecelakaan.

 

Perubahan Progresif

Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman
Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (AP Photo/Cliff Owen, File)

Beberapa waktu terakhir, kerajaan menghadapi tantangan ekonomi yang disertai dengan meningkatnya populasi muda melek teknologi, yang merasa kagum dengan kebebasan wanita untuk mengemudi di negara-negara tetangga.

Untuk kembali menggairahkan ekonomi setempat dan mengurangi kecaman internasional, putra mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, telah mempromosikan berbagai perubahan, seperti salah satunya keputusan untuk mengizinkan wanita mengemudi.

Pangeran yang biasa disapa MBS itu juga berusaha menarik perhatian pemuda Saudi dengan membuka lebih banyak tempat hiburan, memungkinkan konser musik, dan mengizinkan operasional bioskop komersial pertama pada tahun ini.

Namun, kelompok-kelompok HAM mengatakan penangkapan aktivis oleh pasukan keamanan putra mahkota adalah upaya kontra ketika para wanita bersiap berkendara secara mandiri untuk pertama kalinya.

Selain itu, beberapa pengamat juga berasumsi bahwa hal itu mungkin merupakan cara untuk membekukan pemicu reformasi yang lebih besar.

Juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Liz Throssell, telah menggambarkan tindakan konservatif itu sebagai sesuatu yang "membingungkan."

"Jika, sebagaimana tampaknya, penahanan mereka terkait hanya dengan pekerjaan mereka sebagai pembela hak asasi manusia dan aktivis pada isu-isu wanita, mereka harus segera dibebaskan,” katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya