Rusia Kritik Ambisi Donald Trump Bentuk Pasukan Antariksa, Potensi Picu Perang Dunia III?

Rusia mengkritik langkah Presiden AS Donald Trump yang membentuk pasukan antariksa. Moskow menilai langkah itu berpotensi menimbulkan konflik.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 05 Jul 2018, 21:00 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2018, 21:00 WIB
Ilustrasi Tiangong-1 di angkasa luar
Ilustrasi (CMSE)

Liputan6.com, Moskow - Kementerian Luar Negeri Rusia mengomentari langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang baru-baru ini membentuk pasukan antariksa.

Rusia menyebut, langkah Trump itu menunjukkan ambisi AS untuk memiliterisasi dan menempatkan senjata di ruang angkasa.

Sebelumnya, Trump pada Senin, 18 Juni memerintahkan pemerintah Amerika Serikat untuk membentuk pasukan antariksa.

Trump menyebut bahwa langkah tersebut ditujukan untuk membuat AS "mendominasi ruang angkasa". Demikian seperti dikutip dari ABC News.

Mengomentari hal tersebut, Menteri Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan, "Langkah itu merupakan sinyal AS yang berniat untuk menempatkan senjata di ruang angkasa." Demikian seperti dikutip dari Metro, Kamis (5/7/2018).

Zakharova juga mengimbau bahwa militerisasi ruang angkasa "mampu menciptakan konsekuensi yang tak kalah berbahaya dari perlombaan pembuatan senjata nuklir," --yang mana hal tersebut marak pada masa Perang Dingin dan kala itu meningkatkan kekhawatiran global akan Perang Dunia III.

Menlu Rusia itu juga mengatakan bahwa menempatkan senjata di ruang angkasa akan 'mengganggu stabilitas strategis dan keamanan internasional'.

Ia juga mencatat bahwa Rusia dan China telah mengusulkan perjanjian internasional yang akan melarang senjata berbasis ruang angkasa.

Sebelumnya, Uni Soviet, AS, China dan sejumlah negara besar menandatangani perjanjian bernama Outer Space Treaty untuk menghentikan penempatan nuklir di angkasa luar pada 1967.

The Outer Space Treaty juga berisi larangan bagi para negara penandatangan untuk menempatkan pangkalan militer di Bulan atau planet lain.

Ilustrasi (NASA)

'Space Race'

Perlombaan untuk meraih status digdaya di antariksa (space race) telah lama dilakukan sejak era Perang Dingin dengan aktor utama yang terdiri dari AS dan Uni Soviet beserta koalisi keduanya. Namun, pada Abad ke-21, persaingan tak hanya terjadi di antara AS - Rusia (sebagai 'pewaris' Soviet), melainkan juga negara 'kekuatan antariksa baru' lain seperti India, China, Pakistan, dan Korea Utara, serta firma-firma swasta seperti SpaceX milik Elon Musk.

Peluncuran satelit yang makin murah dan mudah dikontrol, membuat makin banyak negara yang mengambil keuntungan dari sana.

"Kita sudah memiliki banyak ancaman di Bumi, maka kita juga butuh melihat ancaman di atas -- ancaman di antariksa," ujar direktur intelijen nasional, Daniel Coats, kepada Senate Intelligence Committee.

"Seluruh aktor akan memiliki peningkatan akses terhadap layanan informasi antariksa, seperti citra, cuaca, komunikasi, dan pelacakan, navigasi, dan waktu untuk keperluan intelijen, militer, ilmiah, atau bisnis," imbuh dia.

 

Simak pula video pilihan berikut ini:

Ingin Mendominasi Angkasa Luar

Ilustrasi Astronot Kembar (iStockphoto)
Ilustrasi (iStock)

Presiden Donald Trump pada Senin, 18 Juni memerintahkan pemerintah Amerika Serikat untuk membentuk pasukan antariksa.

Jika terwujud, hal itu kelak menjadikan Angkatan Bersenjata AS memiliki total enam cabang militer, bersama Angkatan Darat (US Army), Angkatan Laut (US Navy), Korps Marinir (US Marine Corps), Angkatan Udara (US Air Force), dan Penjaga Pantai (US Coast Guard).

Trump menyebut bahwa langkah tersebut ditujukan untuk membuat AS "mendominasi ruang angkasa". Demikian seperti dikutip dari ABC News.

"Tak cukup dengan hanya sekadar hadir di angkasa luar," kata Donald Trump dalam pidato di hadapan National Space Council Senin 18 Juni.

"Kita harus mendominasi antariksa. Dengan ini, saya memerintahkan Kementerian Pertahanan dan Pentagon untuk segera memulai proses yang diperlukan untuk mendirikan pasukan antariksa sebagai cabang militer keenam angkatan bersenjata AS

"Kita (sudah) memiliki Angkatan Udara dan kita akan memiliki pasukan antariksa. Terpisah tapi setara. Itu akan menjadi sesuatu," ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata AS (Joint Chiefs of Staff) Jenderal Joseph Dunford mengafirmasi dengan mengatakan, "kami mengerti."

Anggota Joint Chiefs of Staff lain yang anonim mengatakan kepada wartawan bahwa "antariksa adalah salah satu domain pertempuran" dalam doktrin militer, dan mengafirmasi bahwa para panglima akan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan untuk mewujudkan arahan Donald Trump.

Didukung NASA

Sementara itu, Badan Antariksa AS atau NASA sangat mendukung langkah Trump, menyebutnya sebagai sebuah kebijakan yang "akan membawa keberlanjutan dan fokus mendalam bagi proyek antariksa demi memperkuat kepemimpinan Amerika" secara global.

"Ketika kita semakin bersemangat untuk menjelajah ruang angkasa, pada saat yang sama telah banyak pihak yang sudah meluncurkan satelit ke orbit dan menambah rumit dunia ke-antariksa-an pada masa mendatang," kata kepala NASA Jim Bridenstine.

Lebih lanjut, Bridenstine mengatakan bahwa kebijakan Trump akan "Memberikan inisiatif demi menjamin bahwa Amerika adalah pemimpin dalam menyajikan lingkungan yang aman, ketika 'lalu-lintas' di angkasa luar semakin meningkat."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya