Liputan6.com, Beijing - China dan Amerika Serikat berencana untuk melanjutkan kembali pembicaraan diplomatik tingkat tinggi pada Oktober mendatang, dan membahas sejumlah isu, termasuk perang dagang yang terjadi.
Dikutip dari laman Voice of America, Sabtu (8/9/2018), putaran kedua dari Dialog Diplomatik dan Keamanan Amerika – China atau DSD belum secara resmi diumumkan.
Tetapi pertemuan itu diprediksi akan berlangsung di Beijing pada pertengahan Oktober, setelah ditunda selama berbulan-bulan.
Advertisement
Baca Juga
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo dan Menteri Pertahanan Jim Mattis direncanakan akan memimpin delegasi AS dan bertemu dengan rekan setara mereka dari China.
Analis AS menilai, pertemuan ini merupakan cara untuk mengkaji apakah ada bidang-bidang di mana kedua pihak bisa bekerja sama.
"Saya berpendapat kita sudah melihat titik terendah dari hubungan Amerika China dalam bulan-bulan belakangan ini. Ini tampaknya merupakan upaya untuk memulihkan saluran dialog dan membahas serangkaian isu yang besar dan kompleks," demikian kata Bob Manning, seorang pakar China di Atlantic Council.
Pembicaraan substantif antara Amerika dan China mengalami kebuntuan ditengah-tengah pertikaian perdagangan bilateral yang memanas. Sumber-sumber diplomatik mengatakan, selama berbulan-bulan Washington menanggapi ajakan China untuk memulihkan pembicaraan secara dingin.
Hal itu menyebabkan analis, seperti Bonnie Glaser, direktur China Power Project di CSIS, bersikap pesimistis.
"Fokus utama dari Amerika dan China adalah pada konflik perdagangan dan dengan tarif tambahan yang akan diberlakukan dalam hari-hari atau minggu-minggu mendatang, saya kira atmosfernya tidak akan sangat positif."
"Trump juga terus mengkritik kebijakan China terhadap Korea Utara, jadi kerjasama atas itu isu itu juga berkurang," katanya.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Presiden China Lewatkan Lawatan ke Korut
Presiden China, Xi Jinping yang memilih untuk tidak menghadiri peringatan 70 tahun berdirinya Korea Utara. Keputusan ini dinilai sebagai langkah baik untuk menghindari sejumlah masalah.
Para analis menilai, apabila Xi Jinping tetap datang ke Korea Utara maka kemungkinan besar pihak Washington akan menganggap kemajuan program denuklirisasi di Semenanjung Korea hanya akan jalan di tempat, dan memperuncing ketegangan kedua negara terkait masalah pedagangan AS dan China.
"Kehadiran Xi di podium dan berdiri berdampingan dengan Kim Jong-un dalam keadaan seperti ini dinilai sangat tidak tepat," ujar Zhao Tong, peneliti dari Carnegie-Tsinghua Center for Global Policy, demikian dikutip dari laman Voice of America.
"Hal ini dapat ditafsirkan bahwa China secara tidak langsung mengakui status nuklir Korea Utara," tambahnya.
Sun Yun adalah direktur bersama program Asia Timur dan direktur program China di lembaga riset Stimson Center yang berbasis di Washington.
Ia mengatakan, kekhawatiran yang muncul mencakup perangkat militer yang akan diperagakan sewaktu Pyongyang merayakan hari jadinya, dan ketegangan akibat masalah perdagangan yang meningkat.
Sun Yun juga mengemukakan alasan praktis, apabila Xi ke Korea Utara, kunjungan itu akan berlangsung pada penghujung pekan yang sibuk baginya.
Sejak akhir pekan lalu, Xi sibuk mengadakan pertemuan dengan sederetan pemimpin Afrika. Beijing juga menjadi tuan rumah Forum mengenai Kerjasama China-Afrika.
Meski demikian, Sun mengatakan bahwa Presiden Xi kemungkinan besar akan tetap datang ke Pyongyang. Namun, dalam waktu dan kondisi yang tepat.
Advertisement