Liputan6.com, Manila - Topan Mangkhut dilaporkan telah menerjang Filipina pada akhir pekan ini. Disebutkan bahwa sedikitnya 14 orang tewas, namun karena banyak akses jalan yang terblokir, diperkirakan dampak sebenarnya bisa lebih besar. Selain itu, kerusakan lahan yang luas dikhawatirkan terjadi di provinsi Cagayan, yang merupakan salah satu lumbung pertanian nasional Filipina.
Badai yang membawa serta hujan deras sepanjang 900 kilometer dan angin kencang itu, kini mengarah ke barat laut, melewati Laut China selatan, sebagian Hong Kong, dan kemungkinan besar mendarat di Tiongkok Selatan.
Advertisement
Baca Juga
Sejak Rabu 13 September, seluruh sekolah di daerah lintasan badai telah diliburkan untuk sementara waktu, dan ribuan tentara disiagakan untuk membantu jalannya evakuasi. Selain itu, banyak penerbangan juga dibatalkan, terutama yang memiliki rute dari dan ke kota-kota di wilayah tengah dan utara Pulau Luzon.
Topan Mangkhut dilaporkan membuat pendaratan utamanya di kota Baggao, di timur laut Pulau Luzon, pada hari Sabtu sekitar pukul 01.40 waktu setempat, dan baru benar-benar menghilang hampir 20 jam setelahnya.
Awalnya topan super itu diperkirakan menjadi badai terkuat di tahun 2018, namun kehilangan sebagian kekuatannya saat menyentuh daratan. Sebanyak lima juta orang berada di wilayah dilewati oleh jalur badai ini, dan sebagain besar dari mereka telah mengungsi di beberapa lokasi penampungan sementara yang aman.
Hampir semua bangunan di kota Tuguegarao, ibukota provinsi Cagayan, dilaporkan rusak parah, namun belum ada informasi tambahan mengenai korban jiwa dan luka.
Pihak berwenang Filipina mengatakan, mereka memprediksi gelombang badai hingga 7 meter, serta memperingatkan bahwa hujan lebat dapat memicu tanah longsor dan banjir bandang. Peringatan badai Topan Mangkhut telah dikeluarkan di 39 provinsi, yang memicu pembatasan perjalanan laut dan udara hingga beberapa hari ke depan.
Menlansir Live Science, Senin (17/8/2018), bencana alam yang ganas telah menjadi fakta kehidupan manusia sejak awal spesies. Pulau Stroggli di Mediterania, misalnya, diyakini telah hancur lebur akibat letusan gunung berapi dan tsunami. Seluruh peradaban Minoan yang hidup sekitar 1500 SM telah musnah.
Menurut beberapa sejarawan dunia, setidaknya ada 11 bencana alam paling mengerikan yang pernah terjadi di dunia, dengan tingkat kematian tertinggi. Berikut di antaranya, mulai dari gempa bumi, topan, hingga tsunami.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
1. Gempa Bumi di Aleppo (1138)
Pada 11 Oktober 1138, tanah di bawah kota Suriah mulai berguncang. Suriah terletak di pertemuan lempeng Arab dan Afrika, membuatnya rentan terhadap gempa bumi. Namun kala itu, getaran gempa sangat dahsyat. Penulis sejarah kontemporer melaporkan bahwa benteng kota runtuh dan rumah-rumah hancur di Aleppo.
Jumlah korban tewas dari gempa ini biasanya sekitar 230.000, tetapi perkiraan itu berasal dari Abad ke-15, dan sejarawan itu mungkin telah mengaitkan gempa Aleppo dengan gempa lain di Georgia, menurut sebuah makalah tahun 2004 yang diterbitkan pada Annals of Geophysics.
Advertisement
2. Gempa Haiti (2010)
Gempa yang melanda Haiti pada 12 Januari 2010 mungkin menjadi bencana alam paling mematikan waktu itu. Pemerintah Haiti memperkirakan bahwa gempa berkekuatan 7,0 SR telah menewaskan 230.000 orang.
Namun pada Januari 2011, pejabat merevisi angka tersebut menjadi 316.000 orang. Akan tetapi angka ini dinilai sangat kontroversial.
Sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2010, yang diterbitkan dalam jurnal Medicine, Conflict and Survival menyebutkan jumlah korban tewas akibat gempa Haiti adalah sekitar 160.000 orang. Sebuah laporan yang dirilis oleh The United States Agency for International Development (Badan Pembangunan Internasional AS atau USAID) dari tahun 2011 bahkan mengklaim angka yang lebih rendah, yakni antara 46.000 dan 85.000 orang.
Perbedaan ini mencerminkan adanya kendala dalam menghitung jumlah kematian, bahkan di era modern sekalipun. Belum lagi adanya konflik politik yang berimbas pada laporan resmi pemerintah.
Banyak pengkritik menyebut, pemerintah merevisi jumlah korban tewas untuk mengamankan bantuan internasional. Di sisi lain, menurut Columbia Journalism Review, USAID telah membocorkan laporan persis jumlah korban tewas untuk mendiskreditkan pemerintah Haiti.
3. Tsunami dan Gempa di Samudra Hindia (2004)
Gempa berkekuatan 9,3 SR melanda bawah laut di lepas pantai barat Sumatra pada 26 Desember 2004, menciptakan gelombang tsunami dahsyat yang menewaskan ratusan ribu orang di 14 negara terpisah.
Korban meninggal secara keseluruhan diperkirakan antara 230.000 dan 280.000 orang. Di beberapa tempat, terutama yang paling parah adalah Indonesia, gelombang tsunami mencapai ketinggian 98 kaki (30 meter).
Indonesia menjadi negara dengan jumlah korban tewas terbanyak di antara 14 negara yang dihempas tsunami tersebut. Sebanyak 126.473 orang dinyatakan tewas dan 93.943 orang hilang, menurut data resmi pemerintah.
Sri Lanka menduduki peringkat selanjutnya, di bawah Indonesia, dengan total korban tewas sebanyak 36.594 orang.
Advertisement
4. Gempa Bumi di Haiyuan (1920)
Pada 16 Desember 1920, gempa bumi yang kuat menghantam Haiyuan di China tengah. Menurut sebuah studi yang dilakukan tahun 2010 --yang dipresentasikan pada sebuah konferensi untuk meperingati 90 tahun gempa itu, sebanyak 273.400 orang dilaporkan tewas. Sebagian besar korban tertimbun tanah longsor akibat guncangan.
Menurut Survei Geologi AS (U.S. Geological Survey atau USGS), gempa itu mungkin berkekuatan 7,8 SR dan dirasakan sepanjang jalan dari Laut Kuning ke Provinsi Qinghai di dataran tinggi Tibet. Catatan dari Oseanik dan Atmosfer Nasional (National Oceanic and Atmospheric Administration atau NOAA) menunjukkan, gempa menghancurkan empat kota dan mengubur beberapa desa.
5. Gempa Bumi di Tangshan (1976)
Pada pukul 3.42 pagi pada tanggal 28 Juli 1976, kota Tangshan dan sekitarnya diguncang oleh gempa berkekuatan 7,8 SR. Tangshan, sebuah kota industri di China, memiliki populasi sekitar satu juta orang.
Korban tewas menurut data pemerintah adalah 255.000 orang. Sekitar 700.000 orang terluka, menurut The Great Tangshan Earthquake of 1976: An Anatomy of Disaster (Pergamon Press, 1988). Banyak bangunan yang hancur total, namun 150.000 orang bisa mendapat tempat tinggal baru dalam enam tahun pascagempa.
Advertisement
6. Gempa Antioch (526)
Seperti halnya gempa mematikan lainnya, korban tewas akibat gempa Antioch, Turki, pada 526 Masehi sulit terdeteksi. Tetapi penulis sejarah kontemporer, John Malalas, menulis bahwa sekitar 250.000 orang meninggal ketika gempa bumi menghantam kota Byzantine pada bulan Mei tahun itu.
Malalas menghubungkan bencana itu dengan murka Tuhan dan melaporkan bahwa kebakaran menghancurkan segala sesuatu di Antioch, yang tidak terdampak gempa bumi itu.
Menurut sebuah makalah yang diterbitkan dalam The Medieval History Journal pada tahun 2007, menyebut bahwa jumlah korban tewas tercatat lebih tinggi dari yang diperkirakan, karena kota itu sedang dipenuhi oleh turis yang merayakan Ascension Day.
7. Siklon India (1839) dan Topan Haiphong (1881)
Siklon Coringa menghantam kota pelabuhan Coringa pada 25 November 1839, memantik gelombang badai setinggi 40 kaki (12 meter), menurut NOAA Atlantic Oceanographic and Meteorological Laboratory Hurricane Research Division. Sekitar 20.000 kapal hancur, bersama dengan kehidupan sekitar 300.000 orang.
Selain siklon Coringa, topan mematikan yang berembus pada tahun 1881 yang melanda Haiphong, Vietnam, pada 8 Oktober. Badai itu juga diperkirakan telah menewaskan sekitar 300.000 orang.
Advertisement
8. Siklon Bhola (1970)
Badai lain yang menyapu puluhan ribu nyawa adalah siklon Bhola, yang terjadi pada 12 November 1970. Badai ini menyerang Bangladesh (dulunya Pakistan Timur) dengan ketinggian 20 kaki, dan kemudian mendarat tepat di atas dataran rendah yang berbatasan Teluk Benggala. Akibatnya, banjir bandang pun terjadi.
Laporan tahun 1971 dari National Hurricane Center and the Pakistan Meteorological Department mengakui kesulitan untuk memperkirakan secara akurat jumlah korban tewas. Hal ini dikarenakan masuknya pekerja musiman yang berada di daerah itu untuk menuai padi (panen). Namun, perkiraan resmi menyebut korban meninggal akibat siklon Bhola berkisar hingga 500.000 dari yang semula 300.000 orang.
9. Gempa di Shaanxi (1556)
Gempa paling mematikan dalam sejarah menghantam provinsi Shaanxi, China pada 23 Januari 1556. Dikenal sebagai Gempa Besar Jiajing (Jiajing Great Earthquake), gempa bumi ini menghancurkan wilayah seluas 621 mil persegi (1.000 kilometer persegi), menurut Museum Sains China.
Diperkirakan 830.000 orang meninggal ketika rumah mereka runtuh dan kebakaran mengamuk pascagempa. Ahli geofisika zaman modern memperkirakan kekuatan gempa sekitar magnitudo 8.
Advertisement
10. Banjir Sungai Kuning, China (1887)
Pada 28 September 1887, China diguyur hujan deras dan membanjiri daerah di sekitar aliran Sungai Kuning (Huang He)yang berada di pegunungan Bayan Har. Curahan hujan tersebut membuat volume air sungai naik dan mencapai pematang yang berada di tepian sungai.
Selama beberapa hari hujan tak berhenti, akibatnya air Huang He semakin tinggi dan menghancurkan tanggul yang membatasi sungai dengan lahan warga. Sebab kala itu, Sungai Kuning sedang dibangun dan diperbaiki tanggulnya. Akibatnya, Huang He lebih tinggi 23 meter dibandingkan dengan tanah di sekitarnya.
Banjir itu menyapu bersih 300 desa, 11 kota dan jutaan penduduk yang berada di 'jalur' air bah tersebut. Permukiman warga, lahan, serta bangunan yang berada di Huayankou --dekat Kota Zhengzhou, Provinsi Henan-- direndam air dan menjadi danau.
Hampir 2 juta warga dilaporkan hilang. Sekitar 1,3 juta korban dinyatakan meninggal, sementara yang lainnya masih belum diketahui nasibnya. Sementara itu, 2 juta penduduk yang selamat menjadi tunawisma, kelaparan, dan terserang virus mematikan.
11. Banjir di China Tengah (1931)
Bencana alam paling mematikan dalam sejarah adalah banjir di Cina Tengah pada tahun 1931. Pada bulan Juli dan Agustus tahun itu, Sungai Yangtze membanjiri tepiannya ketika Musim Semi berbaur dengan hujan lebat.
Menurut "The Nature of Disaster in China: The 1931 Yangzi River Flood" (Cambridge University Press, 2018), banjir menggenangi hampir 70.000 mil persegi (180.000 km persegi) dan mengubah Sungai Yangtze menjadi seperti danau raksasa atau lautan.
Perkiraan jumlah korban tewas keseluruhan bervariasi. Jumlah pemerintah menyebut, orang yang meninggal sekitar 2 juta, tetapi menurut NOAA korban tewas mencapai 3,7 juta orang.
Advertisement