Liputan6.com, Ankara - Jamal Khashoggi tewas beberapa saat setelah ia memasuki Konsulat Arab Saudi di Istanbul pada 2 Oktober 2018. Tak ada yang tahu pasti apa yang terjadi dalam fasilitas diplomatik itu, namun, konon sebuah rekaman mengabadikan detik-detik terakhir sang jurnalis yang tragis.
Dan, untuk kali pertamanya, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan terang-terangan mengakui eksistensi hal tersebut. Ia juga mengungkapkan, rekaman suara itu telah diberikan kepada Amerika Serikat dan sejumlah negara Barat.
"Kami memberikan rekaman itu pada mereka," kata Erdogan, dalam sebuah konferensi pers di Ankara, sebelum bertolak ke Paris untuk bergabung bersama Donald Trump dan sejumlah pemimpin lain pada Sabtu 10 November 2018, seperti dikutip dari The New York Times, Minggu (11/11/2018).
Advertisement
"Mereka juga mendengarkan percakapan itu, mereka mengetahuinya. Tak perlu mendistorsinya."
Seperti dikutip dari BBC News, salinan rekaman suara telah diberikan pihak Turki kepada AS, Inggris, Arab Saudi, dan pihak lain.
Saat dihubungi, pihak Gedung Putih menolak untuk mengonfirmasi benar tidaknya salinan rekaman telah didapat dari Turki.
Namun, jika itu benar adanya, klaim Erdogan menempatkan Trump pada posisi yang canggung. Sebab, salinan rekaman itu mengindikasikan bahwa miliarder nyentrik tersebut telah memiliki bukti terkait pembunuhan Khashoggi -- meski ia menolak memberikan sanksi keras pada Arab Saudi.
Pemerintahan Donald Trump sejauh ini baru mengenakan sanksi 'biasa' terhadap Riyadh, misalnya penangguhkan penerbangan pengisian bahan bakar di udara untuk kampanye militer Saudi di Yaman. AS juga mempersiapkan sanksi hak asasi manusia terhadap Saudi terkait pembunuhan Jamal Khashoggi.
Khashoggi telah penduduk Virginia, AS dan menulis kolom untuk The Washington Post.
Meski demikian, Gedung Putih telah menolak menuding pemimpin de facto Saudi Arabia, Putra Mahkota Mohammed bin Salman, yang menjalin hubungan dekat dengan menantu laki-laki sekaligus penasihat senior Trump, Jared Kushner.
Sang pewaris takhta juga punya arti penting dalam Strategi Timur Tengah AS. Sementara, sejumlah analis berpendapat, setiap operasi khusus, seperti yang menargetkan Jamal Khashoggi hampir pasti harus disetujui di level tertinggi di Arab Saudi.
Sikap Arab Saudi
Sejak awal Jamal Khashoggi dinyatakan hilang, Arab Saudi berusaha cuci tangan.
"Sepemahaman saya, ia masuk dan kemudian keluar setelah beberapa menit atau sejam. Saya tak yakin soal itu. Kami sedang menyelidiki kasus ini lewat kementerian luar negeri untuk mengetahui apa yang terjadi pada saat itu," kata Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman kepada Bloomberg pada Rabu 3 Oktober 2018.
Saat dikonfirmasi apakah Khashoggi tak ada di dalam gedung konsulat, sang putra mahkota menjawab, "Ya, dia tidak ada di sana."
Namun, pada Sabtu pagi 20 Oktober 2018, Arab Saudi akhirnya mengakui, Jamal Khashoggi tewas dalam perkelahian yang pecah dengan sejumlah orang di konsulat.
Belakangan Riyadh mengakui, Jamal Khashoggi tewas dalam sebuah operasi intelijen 'liar'. Pihak Arah Saudi juga menegaskan, Mohammed bin Salman tak terkait dengan pembunuhan Khashoggi.
Advertisement