Liputan6.com, Kelantan - Kepala negara Malaysia, Yang di-Pertuan Agong Sultan Muhammad V, secara tidak terduga turun takhta lebih dulu dari yang seharusnya.
Sebelumnya, tidak ada raja Malaysia yang memutuskan mundur dini sejak negara itu memperolah kemerdekaan dari Inggirs, lebih dari 60 tahun lalu.
Dikutip dari BBC, Istana Nasional tidak memberikan alasan terkait pengunduran diri sang raja, namun mengatakan bahwa hal itu segera diumumkan ke publik.
Advertisement
Baca Juga
Turunnya raja Malaysia Sultan Muhammad V dari singgasana Kesultanan Malaysia disinyalir berkaitan dengan kehidupan pribadinya yang sempat kontroversial beberapa waktu lalu, yakni ketika muncul pemberitaan singkat bahwa dia menikahi seorang ratu kecantikan asal Rusia.
Sebelumnya, bukan hanya raja Malaysia saja yang melakukan hal ini, ada beberapa bangsawan yang rela turun takhta demi menikah dengan orang terkasih.
Seperti dikutip dari berbagai sumber, Selasa (8/1/2019), berikut 4 bangsawan yang rela turun takhta demi menikah dengan orang tercinta:
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
1. Edward VIII
Sepucuk surat ditulis Edward VIII pada 10 Desember 1936. Kurang dari setahun dimahkotai sebagai Raja Inggris, ia memutuskan untuk turun takhta. Demi seorang perempuan.
"Saya, Edward VIII, Raja Inggris...dengan ini menyatakan keputusan saya yang tak bisa dibatalkan, untuk meninggalkan takhta untuk diri saya sendiri dan juga untuk anak keturunan saya," tulis dia dalam surat tersebut, seperti Liputan6.com kutip dari Vancouver Sun.
Ia menandatangani surat penyerahan takhtanya, Kamis pagi 10 Desember 1936, di depan saudara-saudaranya dan para pengacara.
Kekuasaannya berakhir di hari ke-325. Ia bahkan belum sempat dinobatkan secara resmi sebagai raja.
Â
Advertisement
2. Pangeran Friso
Meski tak disetujui pemerintah Belanda, Friso yang berjulukan Pangeran Oranye--Nassau--tetap menikahi aktivis hak asasi manusia Mabel Wisse Smit di Kota Delft, Belanda.
Pangeran Friso rela melepas haknya atas tahta kerajaan demi menikahi gadis yang dicintai.
Pernikahan Pangeran Friso dengan Wisse Smit tidak mendapat restu pemerintah Belanda. Kontroversi ini mencuat karena hubungan Wisse Smit dengan pengedar obat bius, Klaas Bruinsma pada 1989.
Pemerintah Belanda menilai, Wisse Smit tidak jujur memberi informasi, sehingga mereka tidak menyetujui gadis pilihan Pangeran Friso itu. Padahal, restu pemerintah dibutuhkan setiap anggota kerajaan yang akan menikah.
Pewaris tahta Kerajaan Belanda Friso rupanya bergeming dengan keberatan pemerintahnya. Ia tetap nekat menikahi sang pujaan, Wisse Smit. Ia rela kehilangan haknya mewarisi tahta Kerajaan Belanda walau masih bisa memakai gelar Pangeran Oranye Nassau. Sementara itu, Wisse Smit tidak mendapat gelar apapun dan anak-anak mereka hanya mendapatkan gelar kebangsawanan.
3. Putri Mako
Publik Jepang dibuat terkejut dengan keputusan Putri Mako (25) yang memilih melepas gelar kebangsawanannya demi menikahi seorang pria biasa. Mako adalah anak sulung Pangeran Akishino--anak kedua Kaisar Akihito dan Permaisuri Michiko.
Pria yang berhasil mencuri hati Mako adalah Kei Komuro (25). Ia bekerja di sebuah firma hukum dan tengah menempuh pendidikan pascasarjana.
Kei cukup dikenal mengingat ia pernah tampil sebagai "Prince of the Sea" dalam sebuah iklan pariwisata pantai untuk mempromosikan Kota Fujisawa yang terletak di selatan Tokyo.
Seperti dilansir BBC, pertemuan pertama keduanya terjadi pada tahun 2012 di sebuah restoran. Saat itu mereka tengah menempuh pendidikan di universitas yang sama, International Christian University di Tokyo.
Hukum kekaisaran Jepang mengharuskan seorang putri untuk melepas gelar kebangsawanannya setelah menikahi pria biasa. Dan kabar bahagia dari Putri Mako ini disebut-sebut akan kembali menghidupkan perdebatan lama tentang suksesi kerajaan.
Â
Advertisement
4. Putri Sayako
Ternyata, peristiwa putri menikahi pria biasa tidak asing dalam sejarah kekaisaran Jepang terlebih pada era modern. Sebelum Mako, kisah serupa lebih dulu dijalani Putri Sayako.
Sayako merupakan putri satu-satunya Kaisar Akihito dan Permaisuri Michiko. Ia merupakan anak ketiga setelah Pangeran Naruhito dan Pangeran Akishino.
Pada tahun 2005, Sayako memutuskan menikah dengan Yoshiki Kuroda, seorang perencana tata kota untuk pemerintah kota Tokyo. Pernikahannya keduanya berlangsung sederhana.
Pasca-disunting orang biasa, Sayako harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yang serba jauh lebih sederhana. Dari istana ia pindah ke apartemen dengan satu kamar tidur.
Keadaan mengharuskannya belajar menyetir, berbelanja di supermarket, hingga membeli perabotan sendiri.