Mahkamah Agung AS Loloskan Larangan Transgender jadi Tentara

Keinginan Trump untuk melarang kaum transgender menjadi tentara nasional AS, mendapatkan angin segar dari Mahkamah Agung. Adakah pro-kontra?

oleh Siti Khotimah diperbarui 24 Jan 2019, 07:01 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2019, 07:01 WIB
Ilustrasi Foto LGBT atau GLBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender). (iStockphoto)
Ilustrasi Foto LGBT atau GLBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender). (iStockphoto)

Liputan6.com, Washington DC - Donald Trump seolah mendapatkan angin segar hari ini. Pasalnya, meskipun pembangunan tembok perbatasan tidak kunjung disetujui oleh kubu Demokrat, namun keinginannya untuk melarang transgender menjadi tentara AS diloloskan oleh Mahkamah Agung. 

Mahkamah Agung berkeputusan untuk meloloskan kebijakan Trump dengan suara 5 berbanding 4, sebagaimana dikutip dari BBC pada Rabu (23/1/2019). Sebanyak 4 hakim liberal menolak permintaan tersebut.

Kebijakan yang dimaksud melarang warga negara yang melakukan transgender, untuk mengabdi sebagai tentara nasional Amerika Serikat.

Sebelumnya, pada 2017 Presiden Trump mengumumkan melalui akun twitter pribadinya bahwa AS tidak akan menerima atau membiarkan warga negara transgender untuk dapat berkarier di institusi militer.

Sekretaris Departemen Pertahanan Jim Mattis kemudian menyempurnakan bahwa kebijakan baru tersebut akan memberikan pengecualian bagi ratusan orang transgender yang telah secara terbuka akan mengabdi sesuai dengan jenis kelamin biologis mereka.

Jenderal Mattis dalam memoarnya mengatakan bahwa dinas militer pada dasarnya memang membutuhkan pengorbanan, termasuk membatasi kebebasan personalnya.

Kebijakan Trump ini sangat berkebalikan dengan Obama yang memperbolehkan transgender untuk menjadi tentara dan memberikan fasilitas medis. Keputusan Mahkamah Agung ini adalah bukti tingginya simpati dan kepentingan sebagian besar kaum konservatif di dalam negeri AS.

Gedung Putih menginginkan diberlakukannya kebijakan tersebut secepat mungkin karena memperbolehkan kaum transgender masuk dalam dinas militer akan berpengaruh besar terhadap efektivitas institusi.

Saksikan video berikut:

Penolakan Kebijakan Trump

Donald Trump Tinjau Tembok Prototipe di San Diego
Presiden AS, Donald Trump berbincang saat melihat prototipe tembok perbatasan AS dan Meksiko yang kontroversial di San Diego, Selasa (13/3). Untuk membangun tembok ini, Trump sudah mengajukan anggaran sebesar US$18 miliar kepada Kongres. (AP/Evan Vucci)

Kebijakan Trump tidak serta merta tanpa hambatan. Sejumlah hakim negara bagian telah mengeluarkan keputusan untuk menolak larangan tersebut. Salah satunya adalah apa yang dilakukan oleh pengadilan banding negara federal awal bulan ini.

Alasan yang dimiliki Trump salah satunya yaitu masalah keuangan. Ia merujuk pada perkiraan dari RAND Corporation yang bekerja dengan Angkatan Bersenjata AS. Menurut RAND Corporation, biaya medis yang berhubungan dengan transisi adalah US$ 2,4 juta hingga US$8,4 juta setiap tahunnya.

Pada 2017, sebuah institusi bernama the Palm Center menunjukkan bahwa biaya yang sebenarnya jauh lebih rendah, yakni US$ 2,2 juta.

Tidak hanya sejumlah hakim negara bagian, Kebijakan Trump ini juga mendapatkan tanggapan negatif dari warga negara AS. Salah satu tanggapan tersebut datang dari seorang veteran militer yang juga transgender, Charlotte Clymer. Dalam akun twitter pribadinya ia menuliskan,

"Sebagai seorang veteran militer dan warga negara Amerika transgender, saya patah hati. Ini adalah sebuah kebijakan yang penuh kebencian dan pengecut berdasar pada alasan mengerikan Gedung Putih yang telah menghabiskan dua tahun terakhir dengan terus menerus berusaha menyakiti kaum transgender. Tidak ada maaf untuk ini."

Sedangkan warganet lain mengatakan bahwa pelarangan ini hanya berarti bahwa pasukan transgender harus mengenakan baju dan standar fisik seperti sebagaimana mestinya. Salah satunya adalah yang ditulis oleh @chadfelixg dalam akun twitternya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya