Liputan6.com, Washington DC - Donald Trump seolah mendapatkan angin segar hari ini. Pasalnya, meskipun pembangunan tembok perbatasan tidak kunjung disetujui oleh kubu Demokrat, namun keinginannya untuk melarang transgender menjadi tentara AS diloloskan oleh Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung berkeputusan untuk meloloskan kebijakan Trump dengan suara 5 berbanding 4, sebagaimana dikutip dari BBC pada Rabu (23/1/2019). Sebanyak 4 hakim liberal menolak permintaan tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Kebijakan yang dimaksud melarang warga negara yang melakukan transgender, untuk mengabdi sebagai tentara nasional Amerika Serikat.
Sebelumnya, pada 2017 Presiden Trump mengumumkan melalui akun twitter pribadinya bahwa AS tidak akan menerima atau membiarkan warga negara transgender untuk dapat berkarier di institusi militer.
Sekretaris Departemen Pertahanan Jim Mattis kemudian menyempurnakan bahwa kebijakan baru tersebut akan memberikan pengecualian bagi ratusan orang transgender yang telah secara terbuka akan mengabdi sesuai dengan jenis kelamin biologis mereka.
Jenderal Mattis dalam memoarnya mengatakan bahwa dinas militer pada dasarnya memang membutuhkan pengorbanan, termasuk membatasi kebebasan personalnya.
Kebijakan Trump ini sangat berkebalikan dengan Obama yang memperbolehkan transgender untuk menjadi tentara dan memberikan fasilitas medis. Keputusan Mahkamah Agung ini adalah bukti tingginya simpati dan kepentingan sebagian besar kaum konservatif di dalam negeri AS.
Gedung Putih menginginkan diberlakukannya kebijakan tersebut secepat mungkin karena memperbolehkan kaum transgender masuk dalam dinas militer akan berpengaruh besar terhadap efektivitas institusi.
Saksikan video berikut:
Penolakan Kebijakan Trump
Kebijakan Trump tidak serta merta tanpa hambatan. Sejumlah hakim negara bagian telah mengeluarkan keputusan untuk menolak larangan tersebut. Salah satunya adalah apa yang dilakukan oleh pengadilan banding negara federal awal bulan ini.
Alasan yang dimiliki Trump salah satunya yaitu masalah keuangan. Ia merujuk pada perkiraan dari RAND Corporation yang bekerja dengan Angkatan Bersenjata AS. Menurut RAND Corporation, biaya medis yang berhubungan dengan transisi adalah US$ 2,4 juta hingga US$8,4 juta setiap tahunnya.
Pada 2017, sebuah institusi bernama the Palm Center menunjukkan bahwa biaya yang sebenarnya jauh lebih rendah, yakni US$ 2,2 juta.
Tidak hanya sejumlah hakim negara bagian, Kebijakan Trump ini juga mendapatkan tanggapan negatif dari warga negara AS. Salah satu tanggapan tersebut datang dari seorang veteran militer yang juga transgender, Charlotte Clymer. Dalam akun twitter pribadinya ia menuliskan,
As a military veteran and transgender American, I am heartbroken. This is a hateful and cowardly policy based on the terrible reasoning of a White House that has spent the past two years constantly seeking to harm transgender people. There is no excuse for this. https://t.co/laYFeAgWcv
— Charlotte Clymer🏳️🌈 (@cmclymer) January 22, 2019
"Sebagai seorang veteran militer dan warga negara Amerika transgender, saya patah hati. Ini adalah sebuah kebijakan yang penuh kebencian dan pengecut berdasar pada alasan mengerikan Gedung Putih yang telah menghabiskan dua tahun terakhir dengan terus menerus berusaha menyakiti kaum transgender. Tidak ada maaf untuk ini."
Sedangkan warganet lain mengatakan bahwa pelarangan ini hanya berarti bahwa pasukan transgender harus mengenakan baju dan standar fisik seperti sebagaimana mestinya. Salah satunya adalah yang ditulis oleh @chadfelixg dalam akun twitternya.
Currently serving members are not impacted. Only recruits are subject to mental health restrictions and must conform to dress code/physical standards like everyone else. 71% of 17- to 24-year-olds are ineligible to join the military due to medical, mental, or behavioral reasons https://t.co/q04kRIUkPq
— Chad Felix Greene (@chadfelixg) January 22, 2019
Advertisement