Liputan6.com, Jakarta - Kebijaksanaan konvensional mengatakan, air terjun terbentuk oleh kekuatan eksternal, seperti gempa bumi, tanah longsor, atau perubahan permukaan laut yang mengganggu lanskap dan dasar sungai.
Tapi ternyata ada kekuatan lain dari internal yang mungkin juga bertanggung jawab atas terciptanya formasi geologi dari arus air ini.
Baca Juga
Sebuah studi baru dari para peneliti di California Institute of Technology (Caltech) mengusulkan hipotesis radikal tentang proses terbentuknya air terjun.
Advertisement
Salah satu alasan yang telah lama menjadi misteri adalah karena aliran deras ini berevolusi dari rentang waktu geologis, menurut para ilmuwan.
Inilah yang membuat air terjun menjadi hal yang sulit untuk dipelajari. Dalam arti, memberdayakan narasi mapan bahwa air terjun dibentuk oleh faktor-faktor dari luar.
"Kami mengusulkan bahwa air terjun dapat terbentuk secara autogenik," penulis menjelaskan dalam makalah mereka, "yang berarti bahwa air terjun dapat tercipta melalui umpan balik internal antara aliran air, transportasi sedimen dan batuan dasar, tanpa adanya gangguan eksternal atau kontrol litologis."
Untuk menguji ide ini, para peneliti membangun sebuah sungai mini di dalam lab mereka yang terdiri dari sebuah saluran sepanjang 7,3 meter, terbuat dari "lapisan dasar" busa poliuretan (bahan bangunan modern dari gumpalan plastik yang diisi dengan gas), dan memiringkannya ke tingkat 19,5 persen.
Mereka kemudian menempatkan kerikil-kerikil kecil di saluran tadi agar menjadi endapan berbatu alami, dan lalu mengalirkan air secara konstan dengan air terjun virtual.
Dalam hitungan jam, aliran air dan batu yang konstan mulai mengikis dasar sungai yang empuk. Merubahnya menjadi tidak rata.
"Di sepanjang dasar sungai, variasi skala desimeter dalam erosi, menciptakan puncak batuan cembung dan tekanan cekung, yang tumbuh dalam amplitudo untuk membentuk langkah siklik (tersusun dalam lingkar)," tulis tim itu, sebagaimana dikutip dari Science Alert, Kamis (14/3/2019).
Air terjun terbentuk ketika genangan yang lebih dalam terperangkap sedimen yang melindungi pangkalan mereka terhadap erosi, sedangkan kerukan vertikal berlanjut di kolam berikutnya di hilir, menyebabkan terbentuknya chute (saluran miring atau slide untuk mengalirkan sesuatu ke tingkat yang lebih rendah) antara kolam yang dilindungi tadi dan tetangganya di hilir yang kian menanjak.
Efeknya menunjukkan bahwa kombinasi aliran hidrolika, pengangkutan sedimen, dan erosi batuan dasar, sudah cukup untuk membuat bentuk bergelombang di dasar sungai yang lunak, yang dengan cukup air jatuh --menjadi air terjun.
"Beberapa daerah sedikit terkikis dan sedikit lebih dalam, dan yang lain lebih dangkal," jelas salah satu tim Caltech, Joel Scheingross.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Masih Diperlukan Studi Lanjut
Tentu saja, simulasi 7 meter di laboratorium ini belum tentu menjadi bukti bahwa air terjun di dunia nyata membentuk aliran sendiri dengan cara yang sama.
Karena itu, tim menegaskan studi lebih lanjut untuk "proses pembentukan intrinsik" ini dapat membantu mereka "membedakan pembentukan mandiri pada air terjun yang berasal dari luar dan meningkatkan rekonstruksi sejarah lanskap Bumi."
Menurut periset, mereka masih perlu mengkaji ulang seluruh asumsi ilmiah tentang bagaimana dan mengapa air terjun, sungai, danau, dan semua jenis lanskap yang berisi air, terlihat seperti apa yang umum disaksikan manusia.
"Jika kita ingin memahami bagaimana permukaan Bumi berubah dari waktu ke waktu, maka kita harus memahami semua proses yang dapat mengubah permukaan Bumi," kata ahli geomorfologi Nicole Gasparini dari Universitas Tulane, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
"Studi ini memberi kita gambaran baru, karena dikatakan bahwa beberapa di antaranya (air terjun) mungkin terbentuk sendiri dan tidak ada hubungannya dengan peristiwa masa lalu," tandasnya.
Temuan ini telah dilaporkan di jurnal Nature.
Advertisement