AS Akan Tetapkan Korps Garda Revolusi Iran Sebagai Organisasi Teroris

Pemerintahan Serikat Donald Trump akan menetapkan Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) sebagai organisasi teroris asing pada minggu depan.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 07 Apr 2019, 16:24 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2019, 16:24 WIB
Angkatan Darat Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) (Mohammad Sadegh Heydari / IRGC / Wikimedia)
Angkatan Darat Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) (Mohammad Sadegh Heydari / IRGC / Wikimedia)

Liputan6.com, Washington DC - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan menetapkan Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) sebagai organisasi teroris asing pada minggu depan, menurut seorang pejabat AS.

Keputusan itu, yang secara resmi dilakukan di bawah lingkup Kementerian Luar Negeri, merupakan bagian dari strategi Gedung Putih yang semakin agresif terhadap Iran, CNN melaporkan, dikutip pada Minggu (7/4/2019).

Para pejabat telah memperdebatkan apakah akan melakukan penetapan pada beberapa bulan ke depan. Tahun lalu, CNN melaporkan pada Juli 2018 bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan untuk melakukannya.

Seorang juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih menolak berkomentar dan Kementerian Luar Negeri tidak menanggapi permintaan komentar.

The Wall Street Journal pertama kali melaporkan rencana penetapan itu.

Para pejabat pertahanan mengatakan kepada CNN bahwa pasukan AS di Suriah dan Irak sering menemukan diri mereka beroperasi di dekat anggota IRGC.

Tahun lalu, CNN melaporkan bahwa Direktur Intelijen Nasional AS, Dan Coats memperingatkan pemerintahan Trump bahwa menetapkan IRGC sebagai organisasi dapat menimbulkan bahaya bagi pasukan AS di lapangan, menurut satu sumber yang mengetahui masalah tersebut.

"Di bawah kedok perang Suriah, IRGC kini berusaha menanam akar militer di Suriah dan membangun pangkalan strategis baru untuk mengancam tetangga-tetangga Suriah seperti Israel," Brian Hook, perwakilan khusus Kementerian Luar Negeri AS bidang urusan Iran, mengatakan kepada wartawan Selasa 2 April 2019 lalu.

"Di Irak, saya dapat mengumumkan hari ini, berdasarkan laporan militer AS yang tidak diklasifikasikan, bahwa Iran bertanggung jawab atas kematian setidaknya 608 anggota militer Amerika. Ini merupakan 17 persen dari semua kematian personel AS di Irak dari 2003 hingga 2011. Jumlah korban tewas adalah tambahan dari ribuan warga Irak yang terbunuh oleh proksi IRGC," tambahnya.

AS Umumkan Sanksi Baru Terkait Nuklir untuk Iran

Bendera Iran (Atta Kenare / AFP PHOTO)
Bendera Iran (Atta Kenare / AFP PHOTO)

Sementara itu, akhir bulan lalu, Amerika Serikat mengumumkan sanksi-sanksi baru terhadap 31 warga Iran dan entitas terkait Organisasi Penelitian dan Inovasi Pertahanan atau ODIR.

Organisasi tersebut, yang dalam bahasa Persia disingkat menjadi SPND, diyakini telah melakukan penelitian dan pengembangan yang dapat digunakan untuk senjata nuklir dan sistem pengiriman senjata.

Wakil Juru Bicara Departemen Luar Negeri Amerika Robert Palladino dalam pernyataan Jumat 22 Maret 2019 mengatakan sanksi-sanksi itu merupakan tanggapan atas penggerebekan Badan Arsip Nuklir rahasia Iran oleh Israel tahun lalu, yang mengungkap masih berlanjutnya aktivitas nuklir negara itu.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan sanksi-sanksi itu tidak hanya memblokir aset yang ada di Amerika, tetapi juga memblokir akses individu dan entitas yang menjadi subyek sanksi itu pada sistem keuangan Amerika. Mereka yang bukan warga Amerika dapat dikenai sanksi karena memberi dukungan materi kepada orang-orang dan kelompok yang dijatuhi sanksi.

Dalam pernyataan itu, seperti diberitakan VOA Indonesia yang dikutip Sabtu (23/3/2019), Departemen Luar Negeri mengatakan Amerika berhak menarik diri dari perjanjian internasional untuk menyudahi program senjata nuklir Iran.

Ditambahkan, "Inilah sebabnya Menteri Luar Negeri Mike Pompeo menyerukan perjanjian komprehensif yang baru, yang menyudahi secara permanen semua jalur pengembangan senjata nuklir; dan menuntut Iran untuk bertanggungjawab penuh atas aktivitas senjata nuklirnya pada masa lalu, tunduk pada Badan Energi Atom Internasional IAEA, menghentikan seluruh program pengayaan dan menutup reaktor air berat."

Pompeo saat ini sedang berada di Timur Tengah. Saat berada di Lebanon hari Jumat, ia juga mengutuk kelompok militan Lebanon yang didukung Iran, Hizbullah, dengan mengatakan kelompok itu "melakukan tindakan yang memperkeruh situasi di Lebanon."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya