Reaksi Donald Trump Usai Dapat Seruan Pemakzulan dari Rekan Separtai

Anggota DPR AS dari Partai Republik menyerukan pemakzulan terhadap Presiden Donald Trump. Ini reaksi sang presiden.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 20 Mei 2019, 13:24 WIB
Diterbitkan 20 Mei 2019, 13:24 WIB
Ekspresi Donald Trump Saat Hadiri National Prayer Breakfast
Ekspresi Presiden AS Donald Trump saat menghadiri National Prayer Breakfast atau Sarapan Doa Nasional di sebuah hotel di Washington DC (8/2). (AFP Photo/Mandel Ngan)

Liputan6.com, Washington DC - Anggota DPR Amerika Serikat (House of Representatives) dari Partai Republik, Justin Amash, menyerukan pemakzulan terhadap Presiden Donald Trump pada Sabtu 18 Mei 2019.

Seperti dikutip dari CNN, Senin (20/5/2019), Amash menjadi anggota Kongres AS (Parlemen) dari Partai Republik yang pertama kali menyerukan bahwa Trump melakukan "perilaku yang memenuhi syarat untuk pemakzulan."

Ia merekomendasikan Kongres untuk mengejar dakwaan terhadap Trump atas tuduhan menghalang-halangi upaya hukum (obstruction of justice) terkait penyelidikan Kementerian Kehakiman atas dugaan campur tangan Rusia dalam Pilpres AS 2016 yang dipimpin Robert Mueller.

Politisi Republik itu juga menuduh bahwa Jaksa Agung AS, William Barr, "telah dengan sengaja memanipulasi laporan" Mueller.

Amash mengatakan bahwa Barr "dengan sengaja berusaha menipu rakyat" tentang temuan Mueller yang sebenarnya.

Dalam laporan Mueller, disebutkan bahwa presiden tidak bersekongkol dengan Rusia dalam Pilpres Amerika Serikat 2016. Kendati demikian, laporan tidak menarik kesimpulan apakah Donald Trump telah secara ilegal menghalangi hukum terkait penyelidikan, atau murni tak bersalah dalam dugaan campur tangan Rusia dalam Pilpres AS 2016.

Laporan tersebut adalah puncak dari investigasi dua tahun oleh Mueller yang telah menghasilkan beberapa mantan orang terdekat presiden Donald Trump didakwa dan, dalam beberapa kasus, dipenjara.

Apa yang Dikatakan Justin Amash?

Presiden Amerika Serikat ke-45 Donald Trump (AP/Nicholas Kamm)
Presiden Amerika Serikat ke-45 Donald Trump (AP/Nicholas Kamm)

Dalam tweet berantai pada Sabtu 18 Mei, Amash mengatakan dia percaya "beberapa anggota Kongres bahkan membaca" laporan khusus penyelidik Robert Mueller dan bahwa laporan itu sendiri membentuk "banyak contoh" Trump melakukan upaya menghalang-halangi hukum.

"Berbeda dengan penggambaran (Jaksa Agung) Barr, laporan Mueller mengungkapkan bahwa Presiden Trump terlibat dalam tindakan spesifik dan pola perilaku yang memenuhi ambang batas untuk pemakzulan," kata Amash dalam serangkaian pesan di Twitter.

Amash mengatakan bahwa ia membuat kesimpulannya "hanya setelah membaca laporan yang disunting ulang Mueller dengan cermat dan lengkap, setelah membaca atau menyaksikan pernyataan dan kesaksian yang bersangkutan, dan setelah membahas masalah ini dengan staf saya, yang dengan teliti meninjau materi dan memberikan saya analisis lebih lanjut."

Dia mengatakan, Barr menyesatkan publik di berbagai tempat mengenai laporan Mueller, sebuah tuduhan dari Demokrat dan lainnya yang telah berulang kali dibuat. Di sisi lain, William Barr telah membantahnya.

"Kesalahan penyajian Barr adalah penting tetapi seringkali halus, sering kali mengambil bentuk kesalahan logika, yang ia harap orang tidak akan menyadarinya," kata Amash.

Amash mengatakan, "bertentangan dengan penggambaran Barr," tindakan Trump "memenuhi ambang batas untuk pemakzulan" dan bahwa siapa pun tanpa perlindungan hukum yang unik dari kepresidenan akan menghadapi dakwaan.

Dia berpendapat bahwa itu adalah peran Kongres untuk bergerak maju dengan pemakzulan dan menuduh kedua sisi politik telah mengubah "pandangan mereka 180 derajat ... tergantung pada apakah mereka sedang mendiskusikan (mantan Presiden) Bill Clinton atau Donald Trump."

"Ketika kesetiaan kepada partai politik atau individu mengalahkan kesetiaan pada Konstitusi, Aturan Hukum --yang merupakan sebuah dasar kebebasan-- akan runtuh."

Reaksi Presiden, Jaksa Agung hingga Republik

Anggota DPR AS dari Partai Republik, Justin Amash (J Scott Applewhite / AP PHOTO)
Anggota DPR AS dari Partai Republik, Justin Amash (J Scott Applewhite / AP PHOTO)

Bereaksi atas komentar Justin Amash, Presiden Trump pada Minggu 19 Mei menyerang rekan separtainya dengan menyebut politisi Republik itu sebagai "pejuang kelas bulu".

Trump mengatakan ia "tidak pernah suka" pada anggota DPR yang sudah menjabat lima kali itu.

"Ia menentang saya dan berbagai ide dan kebijakan Partai Republik yang hebat, supaya namanya terkenal lewat kontroversi," kata Trump lewat Twitter.

Kata Trump lagi, Amash adalah "orang yang kalah dan dimanfaatkan oleh musuh-musuh kita," demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia.

Di sisi lain, Barr mengatakan laporan itu tidak melaporkan konspirasi antara Trump dan Rusia, dan bahwa ia serta Wakil Jaksa Agung saat itu Rod Rosenstein tidak percaya temuannya cukup untuk menuntut Trump dengan upaya menghalang-halangi hukum.

Sementara itu, banyak anggota Partai Republik telah setuju dengan pernyataan Trump tentang laporan Mueller dan membela perilakunya.

Tanggapan Partai Demokrat

(dari kiri ke kanan) Pemimpin oposisi DPR AS Nancy Pelosi, Wapres AS Mike Pence, Presiden Donald Trump, dan Pemimpin oposisi DPD AS Chuck Schumer (AP PHOTO)
(dari kiri ke kanan) Pemimpin oposisi DPR AS Nancy Pelosi, Wapres AS Mike Pence, Presiden Donald Trump, dan Pemimpin oposisi DPD AS Chuck Schumer (AP PHOTO)

Komentar Justin Amash soal proses pemakzulan merupakan 'kritik' yang lebih jauh daripada banyak anggota kepemimpinan Partai Demokrat.

Ketua DPR AS, Nancy Pelosi yang juga merupakan anggota Demokrat, mengatakan pada Kamis 16 Mei bahwa "setiap hari selalu ada alasan untuk pemakzulan", namun, pada saat yang sama berdebat bahwa dia tidak ingin memakzulkan, meskipun dia tidak mengesampingkan kemungkinan tersebut.

Anggota DPR AS dari Partai Demokrat, Rashida Tlaib, menanggapi tweet Amash Sabtu 18 Mei malam dan mengundangnya untuk bergabung dengan komisi resolusi pemakzulan terhadap Trump yang dipentukya.

Senator Richard Blumenthal (Dem.), anggota Komite Kehakiman Senat AS (DPD), pernah mengatakan bahwa sementara ada kurangnya bukti untuk mendukung "konspirasi kriminal", masih ada banyak pertanyaan apakah Trump telah terkompromi dalam dugaan campur tangan Rusia dalam Pilpres AS 2016.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya