Liputan6.com, Sana'a - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyambut baik proposal dari pemberontak Houthi di Yaman untuk mengakhiri semua serangan terhadap Arab Saudi, sebagai bagian dari inisiatif perdamaian.
Sebuah pernyataan dari Houthi mengatakan bahwa proposal itu dapat mengirim "pesan kuat dari keinginan untuk mengakhiri perang," demikian seperti dikutip dari BBC, Minggu (22/9/2019).
Baca Juga
Tawaran itu datang sepekan setelah serangan drone dan rudal menghantam fasilitas minyak Arab Saudi.
Advertisement
Pemberontak Houthi mengklaim telah melakukan serangan itu, tetapi AS dan Arab Saudi menyalahkan Iran, menyebutnya sebagai pendukung gerilyawan berbasis di Yaman.
Teheran membantah terlibat dalam serangan itu.
Perang saudara Yaman telah menewaskan 10.000 orang, mendorong jutaan orang terjebak dalam krisis kemanusiaan buatan manusia terburuk di dunia --kata PBB.
Arab Saudi dan sekutu regionalnya secara drastis meningkatkan konflik pada 2015 ketika mereka meluncurkan kampanye udara melawan Houthi, yang telah menggulingkan Presiden Abdrabbuh Mansour Hadi dan merebut ibukota, Sanaa.
Houthi telah meluncurkan banyak serangan drone, rudal dan roket ke Negeri Petrodollar.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tawaran Perdamaian Houthi
Dalam pengumuman yang disiarkan televisi, ketua Dewan Politik Tertinggi Houthi Mahdi al-Mashat mengatakan kelompok itu akan mengakhiri semua serangan terhadap Arab Saudi, asalkan kerajaan dan sekutunya melakukan hal yang sama.
"Kami berhak untuk kembali merespons jika tidak ada reaksi terhadap inisiatif kami," katanya, dan meminta semua pihak di Yaman untuk bekerja menuju "rekonsiliasi nasional yang komprehensif".
PBB Menyambut Baik
Pada Sabtu 21 September, Utusan Khusus PBB untuk Yaman, Martin Griffiths menyambut baik proposal penghentian serangan dan seruan untuk solusi politik.
"Utusan khusus menekankan pentingnya memanfaatkan peluang ini dan bergerak maju dengan semua langkah yang diperlukan untuk mengurangi kekerasan, eskalasi militer dan retorika yang tidak membantu," bunyi sebuah pernyataan yang dikeluarkan dari kantornya.
Advertisement
Sekilas Ketegangan Terbaru di Teluk
Orang-orang Houthi berulangkali mengklaim bertanggung jawab atas serangan terhadap fasilitas minyak Abqaiq dan ladang minyak Khurais pada 14 September yang memengaruhi pasar 'emas hitam' di seluruh dunia.
Namun baik Saudi dan AS telah menyalahkan Iran.
Deputi Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel al-Jubeir pada Sabtu 21 September mengatakan senjata yang digunakan adalah milik Iran dan bersumpah untuk mempublikasikan bukti-bukti temuan mereka yang mendukung tuduhan tersebut.
Berbicara kepada wartawan di Riyadh, Jubeir mengatakan pemerintahnya sedang berkonsultasi dengan sekutu dan akan mengambil "langkah-langkah yang diperlukan" setelah penyelidikan selesai, tanpa memberikan rincian tindakan.
"Kerajaan menyerukan kepada masyarakat internasional untuk memikul tanggung jawabnya dalam mengutuk mereka yang mendukung tindakan ini, dan untuk mengambil posisi tegas dan jelas terhadap perilaku sembrono yang mengancam ekonomi global," katanya.
Pemerintahan Trump mendukung tuduhan Saudi. Para pejabat senior yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada media AS bahwa bukti menunjukkan serangan itu berasal dari utara Saudi atau Iran selatan, bukan dari Yaman --yang secara geografis berada di selatan Saudi.
Para pejabat Amerika, pada 20 September juga mengumumkan pengerahan pasukan AS ke Arab Saudi, untuk membantu meningkatkan pertahanan misil dan udara.
Tetapi kepala Korps Garda Revolusi Iran (IRGC), Mayjen Hossein Salami, memperingatkan pada hari Sabtu bahwa "kami pastidan siap menanggapi agresi apapun."
"Hati-hati, agresi terbatas tidak selamanya tetap terbatas. Kami akan mengejar agresor apa pun," katanya pada pembukaan pameran drone yang ditangkap di ibukota, Teheran.
"Kami akan melanjutkan sampai kehancuran penuh dari setiap penyerang."
Berbicara pada acara yang sama Komandan Angkatan Udara IRGC, Brigjen Amirali Hajizadeh, mengatakan AS harus belajar dari kegagalan masa lalu dan bahwa setiap serangan terhadap Iran akan menerima "tanggapan yang menghancurkan".
Korps Garda Revolusi (IRGC) adalah cabang elite angkatan bersenjata Iran dan telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh AS.
Iran, saingan regional Arab Saudi, adalah penentang AS, dan ketegangan antara keduanya meningkat tajam tahun ini. AS mengatakan Iran berada di belakang serangan terhadap dua kapal tanker minyak di Teluk pada Juni dan Juli 2019, serta pada empat lainnya pada Mei 2019.
Teheran konsisten menyangkal semua tuduhan.