Arab Saudi Bolehkan Pasangan Turis Bukan Muhrim Menginap dalam Satu Kamar Hotel

Ada aturan baru di Arab Saudi yang memungkinkan turis pria bersama wanita bukan muhrimnya dapat menginap dalam satu kamar tanpa bukti pernikahan.

oleh Raden Trimutia Hatta diperbarui 07 Okt 2019, 18:01 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2019, 18:01 WIB
Ilustrasi bendera Arab Saudi (AFP Photo)
Ilustrasi bendera Arab Saudi (AFP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - Arab Saudi telah mencabut beberapa larangan pada wanita yang bepergian di wilayah kerajaan Muslim ultrakonservatif itu. Kini ada aturan baru di Arab Saudi yang memungkinkan wanita untuk menyewa kamar hotel tanpa kehadiran wali pria, dan turis pria bersama wanita bukan muhrimnya dapat menginap dalam satu kamar tanpa bukti pernikahan.

Otoritas pariwisata Arab Saudi mengatakan, pelonggaran peraturan ketat yang mengatur interaksi sosial terjadi setelah Riyadh meluncurkan skema visa turis pertamanya. Pelonggaran itu sebagai bagian dari upaya untuk membuka negara bagi pengunjung asing dan mendiversifikasi ekonominya yang bergantung pada minyak.

Seperti dikutip dari The Guardian, Senin (7/10/2019), Komisi Arab Saudi untuk Pariwisata dan Warisan Nasional mem-posting peraturan baru itu di Twitter pada Minggu 6 Oktober. Dalam aturan itu, wanita diizinkan untuk menyewa kamar hotel dengan bukti identitas atau jika mereka memiliki wali laki-laki dapat mengajukan bukti identitas.

Langkah ini dilakukan di tengah reformasi mendalam selama setahun terakhir oleh putra mahkota Saudi, Mohammed bin Salman, yang telah mencabut larangan pada bioskop di kerajaan dan larangan perempuan mengemudi.

Para kritikus mengatakan ada batasan untuk reformasi, menunjuk pada pembunuhan pada 2018 terhadap jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul dan penyiksaan yang dilaporkan terhadap beberapa aktivis hak-hak perempuan yang ditahan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Tingkatkan Pariwisata

Black Panther-Bioskop Arab Saudi
Seorang pengunjung perempuan menempati tempat duduk bersiap menyaksikan pemutaran film Black Panther selama acara gala undangan di King Abdullah Financial District Theatre, Riyadh, Arab Saudi (18/4). (AP/Amr Nabil)

Arab Saudi mengumumkan skema visa turis baru pada 2018, mengatakan pihaknya bertujuan untuk meningkatkan pariwisata dan berharap untuk mendorong kontribusinya terhadap PDB dari saat ini 3% menjadi 10%. Untuk peluncuran visanya yang baru, negara itu menyoroti lima situs Warisan Dunia UNESCO, situs seni kontemporer dan situs alami termasuk Laut Merah, gurun, dan pegunungan.

Skema visa multiple-entry satu tahun memungkinkan untuk masa inap hingga 90 hari sekaligus dan menandai pertama kalinya negara mengizinkan orang asing untuk berkunjung semata-mata dengan tujuan pariwisata. Warga negara dari 49 negara yang memenuhi syarat dapat mendaftar secara online atau pada saat kedatangan, sementara mereka dari negara lain harus mendaftar di kedutaan atau konsulat Saudi terdekat.

Sebagai bagian dari upaya untuk menarik pengunjung asing, kerajaan ini melonggarkan aturan berpakaian yang ketat untuk perempuan wisatawan, yang mengharuskan bahu dan lutut ditutupi di depan umum tetapi tidak menuntut mereka mengenakan abaya seluruh tubuh.

Tak Wajibkan Abaya

Manahel Otaibi, 25, memeriksa teleponnya saat dia berjalan dengan pakaian ala Barat di Tahlia Street, Riyadh, Arab Saudi, pada 2 September 2019. (Fayez Nureldine / AFP)
Manahel Otaibi, 25, memeriksa teleponnya saat dia berjalan dengan pakaian ala Barat di Tahlia Street, Riyadh, Arab Saudi, pada 2 September 2019. (Fayez Nureldine / AFP)

Sejumlah perempuan Arab Saudi saat ini mulai memilih mengenakan pakaian yang, jika mereka kenakan beberapa tahun lalu, bisa membuat mereka bermasalah dengan polisi moral lokal.

Banyak kaum Hawa yang meninggalkan abaya hitam polos tradisional mereka --sebuah gamis longgar yang menutupi seluruh tubuh yang wajib dipakai semua perempuan Arab Saudi di depan umum demi mematuhi norma kesusilaan lokal.

Sebagai gantinya, mereka memilih alternatif lain bernada 'konservatif-kreatif-kekinian': seperti baju parasut sporty, jubah dengan potongan modern-bernuansa-bisnis, dan bahkan kimono --Donna Abdulaziz melaporkan untuk the Wall Street Journal.

Perubahan gaya berbusana di kalangan perempuan muda Saudi telah menarik gerutu dari beberapa kelompok konservatif, termasuk perempuan yang sebagian besar dari mereka masih memakai abaya hitam tradisional.

Di luar kota yang relatif kosmopolitan seperti Jeddah atau Riyadh, perempuan masih bisa menghadapi persekusi karena melanggar aturan berpakaian yang berakar dalam tradisi Saudi.

Tetapi beberapa perempuan Saudi mengatakan mereka merasakan norma budaya berubah, sejak Putra Mahkota dan pemimpin de facto Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman bergerak untuk membuka masyarakat konservatif ini ke dunia luar dan secara umum menjadikannya 'sedikit' lebih liberal ketimbang Saudi beberapa dekade silam.

Soal berpakaian abaya, memang tidak ada hukum yang mengatur dalam undang-undang Saudi. Akan tetapi, pada praktiknya, persekusi berlaku umum.

Namun, dalam sebuah wawancara dengan CBS News pada 2018 silam, Pangeran Salman mengatakan bahwa "baik laki-laki maupun perempuan harus berpakaian sopan ... tetapi Islam tidak secara partikular mewajibkan (perempuan) harus mengenakan abaya atau mengenakan penutup kepala," ujarnya seperti dikutip dari the Telegraph.

"Keputusan sepenuhnya menjadi tanggung jawab perempuan untuk memutuskan jenis pakaian sopan dan terhormat apa yang ia pilih untuk dipakai," lanjut sang putra mahkota Arab Saudi.

Wanita Dibolehkan Mengemudi

Arab Saudi Keluarkan SIM Pertama untuk Wanita
Seorang wanita mengenakan sabuk pengaman sebelum ujian mengemudi di Departemen Lalu Lintas Umum di ibu kota Riyadh, Senin (4/6). Pemerintah Arab Saudi resmi mengeluarkan lisensi mengemudi untuk para wanita di sana. (Saudi Information Ministry via AP)

Perempuan Saudi telah berkampanye untuk hak mengemudi selama bertahun-tahun, dan akhirnya diizinkan untuk berada di belakang kemudi pada 2018.

Banyak perempuan menghabiskan waktu berbulan-bulan mempersiapkan larangan tersebut untuk dicabut dengan mengikuti kursus mengemudi yang dirancang khusus untuk perempuan.

Sebelumnya, Arab Saudi adalah satu-satunya negara di dunia di mana seorang perempuan bisa masuk penjara karena mengemudi.

Sementara banyak yang memuji pergeseran itu, beberapa aktivis yang terlibat dalam kampanye Hak untuk Berkendara tiba-tiba ditangkap dan ditahan tanpa dakwaan pada Mei 2018. Banyak yang kemudian dibebaskan, tetapi sebagian orang masih merasa terancam --Business Insider melaporkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya