Liputan6.com, Washington, D.C. - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bersikeras mendukung pemakaian obat malaria hydroxychloroquine untuk mengobati penyakit akibat Virus Corona jenis baru atau COVID-19. Masalahnya, belum ada bukti klinis bahwa obat itu benar-benar ampuh melawan virus baru ini.
Dilansir VOA Indonesia, Selasa (7/4/2020), Trump menyebut AS telah membeli hydroxychloroquine dalam "jumlah sangat besar" dan ada "tanda-tanda sangat kuat" bahwa obat itu bisa mengatasi Virus Corona jenis baru.
Advertisement
Baca Juga
"Saya mau saja ke laboratorium dan menghabiskan beberapa tahun untuk menguji coba sesuatu. (Tapi) Kita tidak punya waktu. Kita tidak punya dua jam, karena orang-orang akan meninggal dunia," kata Trump dalam pengarahan di Gedung Putih.
"Apabila itu (hydroxychloroquine ) membantu, bagus. Apabila tidak, paling tidak kita sudah mencobanya," ujar Trump.
Trump sebelumnya memuji sebuah studi Prancis yang mengisyaratkan bahwa hydroxychloroquine, serta azithromycin (Z-Pak) yang semacam antibiotik umum, mungkin efektif dalam mengatasi Virus Corona COVID-19.
Namun, Donald Trump meminta agar pasien meminta persetujuan dokter, dan tidak meminumnya tanpa resep.
"Saya harap mereka menggunakan hydroxychloroquine, dan mereka juga bisa melakukannya dengan Z-Pak, berdasarkan persetujuan dokter," kata Trump. "Tetapi saya harap mereka menggunakannya, karena saya bilang: Apa ruginya?" ujar Trump yang khawatir bila pasien sudah harus pakai ventilantor.
Dr. Anthony Fauci, yang merupakan anggota satgas Virus Corona Gedung Putih, telah memperingatkan orang-orang bahwa sejauh ini hanya ada bukti "anekdot" (tanpa riset).
Obat itu berpotensi memiliki efek samping, terutama bagi jantung, dan studi yang lebih besar sedang dilakukan untuk mempelajari apakah obat itu aman untuk mengobati COVID-19.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Seperempat Kasus Virus Corona Dunia Berada di AS
Pada pekan pertama April, total jumlah kasus Virus Corona (COVID-19) sudah hampir menyentuh 1,27 juta di seluruh dunia. Kasus tertinggi berada di Amerika Serikat (AS).
Dilaporkan VOA Indonesia, hampir 25 persen atau seperempat kasus Virus Corona jenis baru di dunia ada di AS, berdasarkan dari Universitas John Hopkins per hari Minggu kemarin. New York adalah negara bagian yang paling parah dilanda Virus Corona, di mana sejauh ini telah membuat lebih dari 3.500 orang meninggal dunia.
Pakar-pakar kesehatan publik mengatakan situasi itu akan memburuk, tidak hanya bagi New York, tetapi juga bagi seluruh Amerika.
Tetapi New York mencatat sedikit perkembangan positif hari Minggu, termasuk turunnya jumlah pasien baru Virus Corona penyebab penyakit COVID-19 yang dirawat di rumah sakit. Termasuk lebih sedikitnya pasien yang membutuhkan ventilator.
“Tetapi kami menangani hal ini secara sangat serius sekarang, karena menurut data, kami mungkin sedang hampir mendekati puncak, atau bahkan sudah di puncak perebakan sekarang ini,” ujar Gubernur New York Andrew Cuomo hari Minggu. “Kami belum tahu hingga beberapa hari mendatang, apakah akan naik lagi atau justru turun.”
Rumah sakit di Amerika berjuang memberantas Virus Corona jenis baru dengan “persenjataan” yang tidak memadai. Meski mereka telah meminta pasokan ventilator bagi pasien dan alat pelindung yang dipakai dokter dan pekerja medis, untuk mencegah perebakan Virus SARS-CoV-2 antara tim medis dan pasien.
Presiden AS Donald Trump berkata dalam dua pekan pertama April, kasus kematian di negaranya akan memuncak. Kemudian setelah Paskah, Trump berharap kasus Virus Corona jenis baru itu mulai menurun.
Saat ini, AS sedang melaksanakan gerakan social distancing. Masyarakat ditegaskan agar tidak pergi berkumpul, jaga jarak dengan satu sama lain, dan memakai masker.
Advertisement