Khawatir Gelombang Kedua Corona COVID-19, Beijing Hati-Hati Buka Perbatasan

Pemerintah Beijing masih berhati-hati dalam membuka perbatasan negaranya karena kekhawatiran akan gelombang kedua penyebaran pandemi Virus Corona.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 15 Apr 2020, 08:29 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2020, 08:29 WIB
Ilustrasi bendera Republik Rakyat China (AP/Mark Schiefelbein)
Ilustrasi bendera Republik Rakyat China (AP/Mark Schiefelbein)

Liputan6.com, Beijing - Beijing sebenarnya telah melakukan berbagai upaya pembatasan kedatangan dari luar dengan langkah-langkah drastis untuk melindungi negaranya sendiri dalam melawan ancaman gelombang kedua infeksi Virus Corona COVID-19 dari negara lain. 

Setelah sebagian besar wilayah dinilai sudah mampu mengendalikan wabah, China telah melarang orang asing memasuki negara itu karena pihak berwenang mengkhawatirkan peningkatan kasus yang diimpor dari luar negeri, meskipun sebagian besar adalah warga negara China sendiri.

Tetapi Beijing telah melakukan langkah yang lebih jauh, seperti dikutip dari Channel News Asia, Selasa (14/4/2020). 

Pihaknya memberlakukan karantina 14 hari yang ketat pada orang-orang yang datang dari bagian lain dari China, terlepas apakah mereka terdeteksi negatif untuk COVID-19, di mana langkah tersebut umum dilakukan negara lain. 

Beijing, tentu saja, tidak seperti kota China lainnya.

Partai Komunis yang berkuasa menunda kongres setahun sekali, yang dikenal sebagai "dua sesi", pada bulan Maret dan para ahli mengatakan mereka ingin memastikan bahwa ribuan delegasi yang berpartisipasi tidak berisiko sebelum tanggal yang baru ditetapkan.

"Memperkuat manajemen kedatangan orang yang kembali ke Beijing telah menjadi prioritas paling kritis, jika tidak, tidak mungkin untuk menciptakan kondisi yang tepat untuk memulai dua sesi," kata Ma Liang, seorang profesor di Sekolah Administrasi Publik dan Kebijakan Universitas Renmin.

Langkah-langkah tersebut pada akhirnya dimaksudkan untuk melindungi elit Partai Komunis dari virus, kata Alfred Wu, associate professor di Sekolah Kebijakan Publik Lee Kwan Yew, Universitas Nasional Singapura.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Stigma Terhadap Wuhan

Situasi Wuhan Saat Diisolasi Akibat Virus Corona
Orang-orang berbelanja sayuran di sebuah pasar di Wuhan, Provinsi Hubei, China, Kamis (23/1/2020). Pemerintah China mengisolasi Kota Wuhan yang berpenduduk sekitar 11 juta jiwa untuk menahan penyebaran virus corona. (Xiao Yijiu/Xinhua via AP)

Beijing telah memberlakukan karantina wajib selama 14-hari pada semua siswa yang kembali, yang harus dinyatakan negatif terhadap virus untuk bisa kembali bersekolah. Selain itu, semua tamu hotel juga harus terbukti negatif dalam waktu tujuh hari sebelum mereka menginap.

Langkah-langkah tersebut akhirnya telah menghalangi beberapa orang untuk kembali ke sana. 

Chen Na, penjaga dari provinsi Anhui, tidak dapat kembali ke mantan majikannya di Beijing karena wilayahnya dilabeli "berisiko tinggi".

"Ketika mereka melihat dari mana asalku, pembicaraan terhenti. Aku bahkan tidak bisa diwawancarai. Aku sudah tidak bekerja sejak Februari," katanya.

Tetapi kondisi terberat lebih dirasakan oleh orang-orang yang melakukan perjalanan ke Beijing dari Wuhan, kota pusat tempat virus pertama kali muncul akhir tahun lalu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya