Aliansi Intelijen Sebut China Hancurkan Bukti Awal Corona COVID-19, Benarkah?

Sebuah dokumen dari aliansi intelijen menyatakan bahwa pihak China telah menghancurkan bukti awal Virus Corona COVID-19.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 05 Mei 2020, 17:00 WIB
Diterbitkan 05 Mei 2020, 17:00 WIB
Dokter Pengungkap Adanya Virus Corona Meninggal Terinfeksi
Seorang anggota staf medis berjalan melewati karangan bunga mendiang dokter Li Wenliang terlihat di Cabang Houhu Rumah Sakit Pusat Wuhan di Wuhan di provinsi Hubei, China, Jumat, (7/2/2020). Li Wenliang meninggal karena virus corona di Wuhan pada pukul 02.58 Jumat dini hari waktu setempat. (AFP/STR)

Liputan6.com, Beijing - Sebuah dokumen mata-mata yang dibuat sekelompok intelijen mengklaim bahwa China telah menghancurkan bukti awal Virus Corona COVID-19 di laboratorium milik pemerintah dan membungkam pelapor yang berusaha memberi tahu dunia tentang apa yang sedang terjadi. 

Dokumen tersebut, yang telah beredar di lingungkan pemerintah negara-negara Barat bahkan menuduh China menolak untuk memberikan sampel langsung ke ilmuwan internasional yang sedang berupaya keras untuk menemukan vaksin. Demikian seperti dikutip dari Daily Mail, Selasa (5/4/2020). 

Di dalamnya, pernyataan dokumen tersebut mengklaim Beijing sengaja menghalangi upaya negara-negara lain yang berusaha mengatasi virus mematikan itu, yang sejauh ini telah merenggut hampir 250.000 nyawa di seluruh dunia.

Dokumen setebal 15 halaman dari aliansi keamanan bernama "Five Eyes" yang beranggotakan AS, Inggris, Kanada, Australia dan Selandia Barumeletakkan dasar bagi kasus kelalaian yang dipasang terhadap Tiongkok.

Pernyataan itu menyatakan Beijing bergerak untuk menutupi keseriusan wabah dari awal Desember, dengan mengklaim, "Meskipun ada bukti penularan manusia-manusia dari awal Desember, pihak berwenang RRT menyangkal hal itu hingga 20 Januari."

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Serangan Transparansi Internasional

Petugas Medis Tangani Pasien Virus Corona di Ruang ICU RS Wuhan
Petugas medis dari Provinsi Jiangsu bekerja di sebuah bangsal ICU Rumah Sakit Pertama Kota Wuhan di Wuhan, Provinsi Hubei, 22 Februari 2020. Para tenaga medis dari seluruh China telah mengerahkan upaya terbaik mereka untuk mengobati para pasien COVID-19 di rumah sakit tersebut. (Xinhua/Xiao Yijiu)

Mereka mencap kerahasiaan pandemi itu sebagai "serangan terhadap transparansi internasional" dan menunjukkan China memberlakukan larangan bepergian pada rakyatnya sendiri, tetapi mengatakan kepada negara-negara lain bahwa pembatasan serupa tidak diperlukan.

"Jutaan orang meninggalkan Wuhan setelah wabah dan sebelum Beijing memberlakukan lockdown pada 23 Januari," seperti tertulis dalam dokumen tersebut.

"Sepanjang Februari, Beijing menekan AS, Italia, India, Australia, tetangga Asia Tenggara, dan lainnya untuk tidak melindungi diri mereka sendiri melalui pembatasan perjalanan, bahkan ketika RRT memberlakukan pembatasan berat di rumah," lanjut pernyataan tersebut.

Dokumen dari para intelijen itu turut mencakup pembungkaman yang terlihat atau menghilangnya para dokter yang mencoba berbicara tentang penyebaran virus.

Dokumen rahasia, yang diperoleh The Saturday Telegraph dari Australia muncul ketika Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan ada "bukti besar" Virus Corona baru datang dari sebuah lab di Wuhan dan China berusaha menutupinya.

 


Curigai Kecerobohan Ilmuwan Wuhan

Perjuangan Ini Belum Usai
Petugas medis yang bekerja di Rumah Sakit Palang Merah di Wuhan,, China pada 28 Februari 2020. Virus Corona yang bermula di China tengah pada Desember 2019 kini menyebar secara global di mana lima negara terdampak paling besar, yakni Cina daratan, Korea Selatan, Iran, Italia dan Jepang (STR/AFP)

Para pejabat intelijen AS dan Inggris mencurigai para ilmuwan yang ceroboh di Institut Virologi Wuhan secara tidak sengaja menyebarkan penyakit mematikan itu selama tes-tes coronavirus berisiko pada kelelawar.

Pada akhir pekan, tersebar pula informasi tentang bagaimana foto-foto ilmuwan yang menangani sampel kelelawar telah dihapus dari situs webnya.

Gambar-gambar yang menunjukkan kurangnya keamanan diturunkan oleh lembaga sains  setelah para diplomat dan ilmuwan meningkatkan seruan kehati-hatian.

Media The Sun juga secara eksklusif mengungkapkan bahwa laboratorium tersebut berbohong tentang tindakan pencegahan keselamatan saat mengumpulkan sampel dari kelelawar.

Pada bulan lalu, muncul klaim bahwa lima pelapor di Wuhan masih dinyatakan hilang dan satu telah meninggal dunia setelah mengungkap ancaman nyata dari pandemi Virus Corona COVID-19.

Lebih dari 5.100 orang telah ditangkap karena saling bertukar informasi tentang virus pada minggu-minggu pertama munculnya wabah. Selain itu, muncul juga klaim bahwa setiap pembangkang akan dibawa ke karantina medis dan bakal dinyatakan sakit untuk mencegah mereka berbicara lebih banyak lagi kepada publik. 

 


Dokumen Bocor

Petugas Medis Tangani Pasien Virus Corona di Ruang ICU RS Wuhan
Li Xiang, petugas medis dari Provinsi Jiangsu, memeriksa hasil pengujian di sebuah bangsal ICU Rumah Sakit Pertama Kota Wuhan di Wuhan, 22 Februari 2020. Tenaga medis dari seluruh China telah mengerahkan upaya terbaik mereka untuk mengobati para pasien COVID-19 di rumah sakit itu. (Xinhua/Xiao Yijiu

Pada masa awal pandemi, seorang dokter di China yang mencoba memperingatkan dunia tentang adanya Virus Corona baru meninggal setelah dinyatakan positif. Dokter Li Wenlaing (34) telah dikirimi surat dingin oleh polisi sebelum kematiannya, memperingatkan "jika dia menolak untuk bertobat dia akan dihukum".

Sedangkan seorang jurnalis Tiongkok, Chen Qiushi kemudian dinyatakan hilang pada bulan Februari setelah mengekspos tingkat keparahan Virus Corona di Wuhan.

Dia telah melaporkan adegan mengerikan dalam detail grafik, termasuk seorang wanita dengan panik memanggil keluarganya saat dia duduk di sebelah seorang kerabat yang sudah meninggal di kursi roda.

Dokumen yang bocor juga secara spesifik merinci bahwa China mulai menyensor berita tentang virus sejak 31 Desember.

Menurut dokumen itu, negara itu menghapus istilah termasuk 'variasi SARS,' 'pasar Seafood Wuhan' dan 'Wuhan Unknown Pneumonia' dari mesin pencarian. 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya