Liputan6.com, Seoul - Kantor Kepresidenan Korea Selatan Blue House mengatakan pada Rabu, 17 Juni bahwa kritik Korea Utara baru-baru ini terhadap Presiden Moon Jae-in tidak masuk akal.
Kritikan itu juga menyebabkan Korea Selatan tidak akan lagi menerima perilaku tidak masuk akal oleh Korea Utara.
Komentar Blue House mengemuka sehari setelah Korea Utara meledakkan kantor penghubung antar-Korea di sisi perbatasannya, demikian dikutip dari laman Channel News Asia, Rabu (17/6/2020).
Advertisement
Baca Juga
Juru bicara Blue House Yoon Do-han mengatakan, kritik terhadap Moon oleh saudara perempuan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, yaitu Kim Yo-jong begitu kasar dan tidak masuk akal serta merusak kepercayaan yang dibangun oleh kedua pemimpin.
Moon telah menawarkan untuk mengirim penasihat keamanan nasional dan kepala mata-mata ke Korea Utara sebagai utusan khusus pada hari Senin, kemarin.
Namun, kantor berita negara Korea Utara KCNA mengatakan ajakan itu ditolak oleh saudara perempuan Kim Yo-jong.
"Solusi untuk krisis saat ini antara Utara dan Selatan yang disebabkan oleh ketidakmampuan dan tidak bertanggung jawab pihak berwenang Korea Selatan tidak mungkin dan itu dapat dihentikan dan dibayar," kata KCNA.
Kim Yo-jong juga mengecam Moon dengan keras dalam pernyataan KCNA lainnya, dengan mengatakan ia gagal menerapkan salah satu pakta 2018.
Moon menawarkan diri untuk berperan sebagai mediator antara Presiden AS Donald Trump dan Kim Jong-un, yang mengarah ke serangkaian pertemuan pada 2018 dan 2019 yang gagal mencapai terobosan dalam denuklirisasi.
Dalam pidato yang menandai peringatan 20 tahun KTT antar-Korea pertama pada hari Senin, Moon menyatakan penyesalannya bahwa hubungan antar-Korea dan Korea Utara-AS belum membuat kemajuan seperti yang diharapkan.
Dia juga meminta Pyongyang untuk menjaga kesepakatan damai dan kembali ke dialog.
Simak video pilihan berikut:
Peringati Korsel Cegah Pembelot Bagikan Selebaran Anti-Korut
Ketegangan keduanya sempat terjadi ketika adik pemimpin Korea Utara memperingatkan Korea Selatan, agar mencegah pembelot mengirim selebaran ke zona demiliterisasi (DMZ) yang memisah kedua negara.
Ia mengatakan pihaknya akan membatalkan perjanjian militer bilateral baru-baru ini jika kegiatan itu berlanjut, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia.
Kim Yo-jong, yang secara tidak resmi menjabat kepala staf Kim Jong-un, mengeluarkan peringatan itu dalam pernyataan yang disiarkan kantor berita negara itu, KCNA, Kamis 4 Juni.
Ia merujuk pada ribuan "selebaran anti-DPRK" baru-baru ini yang dibuang di sisi Utara DMZ yang dijaga ketat dengan judul "Defectors from the North." DPRK atau Republik Rakyat Demokratik Korea adalah nama resmi Korea Utara.
"Jika tindakan berniat jahat seperti itu, yang dilakukan secara terang-terangan, dibiarkan dengan dalih 'kebebasan individu' dan 'kebebasan berpendapat', pemerintah Korea Selatan tidak lama lagi akan menghadapi fase terburuk," demikian laporan KCNA.
Kim Yo-jong memperingatkan tentang kemungkinan pembatalan perjanjian militer antar-Korea untuk menghilangkan ancaman praktis perang sebagai akibat selebaran klandestin itu. Pakta militer yang dicapai 2018 itu "hampir tidak ada artinya," katanya.
Ia juga memperingatkan Korea Utara akan sepenuhnya mundur dari proyek industri Kaesong dan menutup kantor penghubung bersama di kota perbatasan, kecuali Seoul menghentikan tindakan semacam itu.
Laporan KCNA tidak menyebut pihak yang disalahkan dalam penyebaran selebaran itu. Tetapi komentar Kim Yo-jong muncul setelah mantan diplomat Korea Utara dan pembelot Korea Utara lainnya memenangkan kursi parlemen dalam pemilihan umum Korea Selatan pada April lalu.
Advertisement