Korea Utara Tunda Rencana Aksi Militer ke Korea Selatan di Tengah Seteru Politik

Ketegangan politik antar Korea meningkat atas rencana oleh kelompok-kelompok di Selatan yang secara sengaja menerbangkan selebaran propaganda ke Utara.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 24 Jun 2020, 10:11 WIB
Diterbitkan 24 Jun 2020, 08:33 WIB
Bendera Korea Utara dan Korea Selatan berkibar berdampingan - AFP
Bendera Korea Utara dan Korea Selatan berkibar berdampingan - AFP

Liputan6.com, Pyongyang - Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un telah memimpin pertemuan Komisi Militer Pusat partai yang berkuasa dan memutuskan untuk menunda rencana aksi militer terhadap Korea Selatan.

Dikutip dari laman Channel News Asia, Rabu (24/6/2020), pertemuan itu juga membahas dokumen-dokumen yang menggariskan langkah-langkah untuk "semakin memperkuat pencegah perang negara itu".

Ketegangan politik antar Korea meningkat atas rencana oleh kelompok-kelompok di Selatan yang secara sengaja menerbangkan selebaran propaganda ke Utara.

Di mana, menurut Pyongyang melanggar kesepakatan antara keduanya yang bertujuan mencegah konfrontasi militer.

Dalam beberapa pekan terakhir Korea Utara meledakkan kantor penghubung bersama di sisi perbatasannya, menyatakan diakhirinya dialog dengan Korea Selatan, dan mengancam aksi militer.

Adik Kim, Kim Yo-jong memperingatkan tindakan pembalasan pekan lalu terhadap Korea Selatan yang dapat melibatkan militer, tanpa menjelaskan lebih lanjut.

Staf Umum Tentara Rakyat Korea (KPA) kemudian mengatakan telah mempelajari "rencana aksi" untuk memasuki kembali zona yang telah didemiliterisasi di bawah pakta antar-Korea dan "mengubah garis depan menjadi benteng."

Militer Korea Utara terlihat memasang pengeras suara di dekat zona demiliterisasi (DMZ) sebagai tindakkan tegas yang mereka yakini.

Simak video pilihan berikut:

PBB: Korut dan Korsel Langgar Perjanjian Gencatan Senjata di DMZ

Presiden Korea Selatan Ambil Air Gunung Sakral di Korea Utara
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in (dua kanan) dan sang istri Kim Jung-sook (kanan) foto bersama Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un (dua kiri) dan sang istri Ri Sol Ju (kiri) di Gunung Paektu, Korea Utara, Kamis (20/9). (Pyongyang Press Corps Pool via AP)

Korea Utara dan Korea Selatan sama-sama bersalah sewaktu mereka baku tembak awal bulan ini di perbatasan mereka yang dijaga ketat, demikian hasil penyelidikan Komando PBB.

Sebuah laporan yang diterbitkan Selasa 26 Mei oleh Komando PBB pimpinan AS menyatakan insiden itu melanggar perjanjian gencatan senjata yang mengakhiri pertempuran dalam Perang Korea 1950-1953.

Menurut laporan itu, Korea Utara melanggar perjanjian gencatan senjata pada 3 Mei sewaktu menembakkan empat rentetan tembakan dengan senjata kecil yang menghantam sebuah pos jaga Korea Selatan. Laporan itu menyebutkan, pasukan Korea Selatan melanggar perjanjian sewaktu mereka menanggapi dengan melepaskan dua tembakan.

Tetapi Komando PBB tidak dapat menetapkan apakah Korea Utara melepaskan tembakan itu “dengan sengaja atau tidak sengaja.” Laporan itu menyebutkan, Korea Utara diundang untuk ambil bagian dalam investigasi, tetapi belum memberikan tanggapan resmi.

Kementerian Pertahanan Korea Selatan mengeluarkan pernyataan yang menyesalkan temuan-temuan Komando PBB tanpa menyelidiki dengan baik tindakan-tindakan Korea Utara. Kementerian mengemukakan, tentaranya mengikuti prosedur yang tepat yang dimuat dalam pedoman respons sewaktu mereka membalas tembakan Korea Utara.

Komando PBB mengawasi aktivitas di sepanjang Zona Demiliterisasi (DMZ), yang menjadi daerah penyangga antara Korea Utara dan Korea Selatan. Kedua pihak secara teknis masih dalam keadaan berperang karena keduanya belum mencapai perjanjian perdamaian resmi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya