Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri Suriah Walid al-Moallem meninggal dunia pada Senin (16/11/2020). Diplomat karir termuka ini wafat pada usia 79 tahun.
Moallem dikenal sebagai pembela gigih penumpasan berdarah yang dilakukan Presiden Bashar al Assad terhadap demonstran damai yang memicu konflik selama satu dekade.
Baca Juga
Tidak ada informasi mengenai penyebab kematian Moalem, namun kondisinya memburuk selama beberapa tahun dengan mengalami masalah jantung, seperti dilaporkan kantor berita SANA.
Advertisement
Moallem pertama kali ditunjuk sebagai menteri luar negeri pada 2006 dan menjabat sebagai wakil perdana menteri.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Selera Humor Kering
Diplomat veteran itu melihat negaranya jauh lebih condong ke Iran dan Rusia, yang telah membantu menopang pemerintahan Assad dan membuat pemimpin otoriter tersebut mendapatkan kembali sebagian besar wilayah yang pernah hilang.
Suriah terjebak dalam perang saudara hampir satu dekade lalu setelah Assad pada 2011 mulai menindak secara brutal aksi protes yang menyerukan berakhirnya kekuasaan keluarga sang pemimpin.
Moallem pernah menuding Washington dan negara Barat menyulut kerusuhan di Suriah dan mencap pemberontak bersenjata sebagai "teroris" dalam konflik, yang merenggut ratusan ribu nyawa dan menyebabkan eksodus jutaan pengungsi.
Selama pembicaraan damai Suriah dengan Israel, Moallem adalah orang kepercayaan dekat Assad yang dikenal karena kesetiaan dan posisi garis kerasnya melawan oposisi.
Seorang pria yang lembut berbicara, periang dengan selera humor yang kering, Moallem juga dikenal karena kemampuannya untuk meredakan ketegangan dengan lelucon.
Advertisement
Karier Diplomat
Lahir dari keluarga Muslim Sunni di Damaskus pada 1941, Moallem bersekolah di sekolah umum di Suriah dan kemudian melakukan perjalanan ke Mesir, di mana ia belajar di Universitas Kairo, lulus pada 1963 dengan gelar sarjana di bidang ekonomi.
Dia kembali ke Suriah dan mulai bekerja di kementerian luar negeri pada 1964, naik ke posisi puncak pada 2005.
Misi pertamanya di luar negeri sebagai diplomat pada 1960-an adalah membuka Kedutaan Besar Suriah di negara Afrika di Tanzania. Pada 1966 ia pindah untuk bekerja di Kedutaan Besar Suriah di kota Jiddah Saudi dan setahun kemudian ia pindah ke Kedutaan Besar Suriah di Madrid.
Pada 1972, dia memimpin misi Suriah ke London dan pada 1975 pindah ke Rumania, di mana dia menghabiskan lima tahun sebagai duta besar. Dia kemudian kembali ke Damaskus, di mana dia mengepalai kantor dokumentasi kementerian hingga 1984, ketika dia diangkat sebagai kepala kantor menteri luar negeri.
Dia ditunjuk sebagai duta besar Suriah untuk Washington pada 1990, menghabiskan sembilan tahun di AS. Selama itu Suriah mengadakan beberapa putaran pembicaraan damai dengan Israel.
Pada 2005, ia diangkat menjadi menteri luar negeri pada saat Damaskus diisolasi oleh negara-negara Arab dan Barat setelah pembunuhan mantan Perdana Menteri Lebanon Rafik Hariri.
Banyak pemerintah Lebanon, Arab dan Barat menyalahkan Suriah atas ledakan besar yang menewaskan Hariri - tuduhan yang berulang kali dibantah oleh Damaskus. Suriah terpaksa mengakhiri hampir tiga dekade dominasi dan kehadiran militer di tetangganya yang lebih kecil dan menarik pasukannya pada bulan April tahun itu.