Liputan6.com, Kabul - Menteri Pendidikan Afghanistan Rangina Hamidi berencana agar murid SD belajar di masjid dari kelas satu sampai tiga. Ia yakin itu bisa memperkuat "identitas Islami pada murid-murid."
Proposal Rangina Hamidi disambut oleh kritikan dari parlemen. Kebijakan itu dianggap sebagai "lelucon" dan "sangat tidak logis."
Advertisement
Baca Juga
"Ini adalah keputusan yang sangat salah. Kita tidak bisa menggunakan masjid sebagai sekolah dan sekolah untuk pendidikan nomal sebagai masjid," ujar anggota parlemen Arif Rahmani kepada Arab News, seperti dilansir Jumat (11/12/2020).
Analis politik terkemuka di Afghanistan, Malik Stez, ikut mengkritik rencana ini dan justru menyuruh Menteri Pendidikan Hamidi untuk sekolah lagi untuk belajar baca dan tulis.
Juru bicara Kementerian Pendidikan Afghanistan, Najiba Aryan, menyebut bahwa rencana ini akan diterapkan tahun depan di desa-desa terpencil. Pertimbangannya adalah akses sekolah yang terbatas.
"Ini akan menolong anak-anak yang tak bisa berjalan jauh untuk mencapai sekolah. Kurikulum resmi sekolah, semua mata pelajaran, akan diberikan kepada anak-anak yang ingin belajar di masjid," ujarnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Dianggap Pengalihan Isu
Analis politik, Wahidulah Ghazikhail, berkata pemerintah ingin menggunakan sentimen Islam untuk mengalihkan perhatian publik dari berbagai masalah yang ada.
"Pemerintah ingin meunjukan bahwa 'kita cinta Islam, kita menghormati Islam, dan kita akan lakukan segalanya untuk itu," ujar Ghazikhail yang turut mengkritik rencana belajar dari masjid.
"Sebuah masjid hanya punya satu ruangan, tidak ada papan tulis, dan sumber daya lainnya seperti sekolah normal," ujarnya.
Proses belajar mengajar di masjid akan dilakukan oleh pegawai Kementerian Pendidikan Afganistan. Semua murid akan diregistrasi dan dapat lanjut ke sekolah biasa pada kelas empat.
Advertisement
Isu Taliban
Pihak Kementerian Pendidikan berkata rencana ini untuk membantu anak-anak di daerah terpencil yang kesulitan akses sekolah.
Selain ada masalah logistik, kebanyakan masjid di daerah-daerah tersebut dikendalikan oleh Taliban.
Abdul Sattar Saadat, mantan penasihat Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, menyebut pengaruh Taliban yang berseberangan dengan pemerintah akan menyulitkan rencana ini.
Meski rencana ini dianggap bagus karena memperat hubungan sekolah dan masjid, tetapi pemuka agama setempat kemungkinan tak akan mengizinkan pelajaran yang tak terkait dengan Islam.
"Para pemuka agama hanya akan mengizinkan diskusi-diskusi terkait Islam di masjid, tidak pelajaran lain," ujar Ghani.