Liputan6.com, Seoul - Korea Selatan mencatat lebih banyak kematian daripada kelahiran pada tahun 2020 untuk pertama kalinya, meningkatkan alarm baru di negara yang sudah memiliki tingkat kelahiran terendah di dunia.
Hanya 275.800 bayi yang lahir tahun lalu, turun 10% dari 2019.
Melansir BBC, Senin (4/1/2021), sekitar 307.764 orang meninggal. Angka-angka tersebut mendorong kementerian dalam negeri Korea Selatan untuk menyerukan "perubahan mendasar" pada kebijakannya.
Advertisement
Populasi yang menurun memberikan tekanan yang sangat besar pada suatu negara.
Selain tekanan yang meningkat pada pengeluaran publik karena permintaan untuk sistem perawatan kesehatan dan pensiun meningkat, penurunan populasi kaum muda juga menyebabkan kekurangan tenaga kerja yang berdampak langsung pada perekonomian.Â
Bulan lalu, Presiden Moon Jae-in meluncurkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk mengatasi tingkat kelahiran yang rendah, termasuk insentif tunai untuk keluarga.
Berdasarkan skema tersebut, mulai tahun 2022, setiap anak yang lahir akan menerima bonus tunai sebesar 2 juta won ($ 1.850; £ 1.350) untuk membantu menutupi biaya prenatal, selain pembayaran bulanan sebesar 300.000 won yang dibagikan hingga bayinya mencapai usia satu tahun. Insentif akan meningkat menjadi 500.000 won setiap bulan mulai tahun 2025.
Penurunan Angka Kelahiran di Korsel
Fenomena turunnya angka kelahiran sebagian besar karena di Korea Selatan, wanita berjuang untuk mencapai keseimbangan antara pekerjaan dan tuntutan hidup lainnya.
Hyun-yu Kim adalah salah satunya. Anak tertua dari empat bersaudara, dia bermimpi memiliki keluarga besar sendiri. Namun dihadapkan pada kondisi yang tidak ramah keluarga di Korea Selatan, dia mempertimbangkan kembali rencananya untuk memiliki anak.
Dia baru-baru ini menerima pekerjaan baru dan merasa cemas tentang mengambil cuti untuk melahirkan.Â
"Orang-orang mengatakan kepada saya bahwa lebih aman membangun karier saya dulu," katanya kepada BBC.
Harga rumah yang melonjak adalah masalah besar lainnya.
Kim menunjukkan bahwa harga properti yang meningkat pesat juga membuat pasangan muda putus asa.
"Untuk memiliki anak, Anda harus memiliki rumah sendiri. Tapi ini telah menjadi mimpi yang mustahil di Korea."
Dia juga tidak yakin dengan insentif yang ditawarkan oleh pemerintah.
"Membesarkan anak itu mahal. Pemerintah yang memberikan tambahan beberapa ratus ribu won tidak akan menyelesaikan masalah kita."
Advertisement