Liputan6.com, Washington D.C- Anggota Demokrat pada Rabu (10/2) beragumen bahwa Donald Trump menanam benih untuk serangan dan kericuhan di gedung Capitol Hill jauh sebelum 6 Januari, termasuk klaim kecurangan piplres 2020.
Pihak Demokrat juga menyatakan anggota parlemen memiliki kewajiban untuk meminta pertanggungjawaban mantan presiden AS tersebut.
Dilansir Channel News Asia, Kamis (11/2/2021)Â Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS menuduh Trump menghasut pemberontakan dengan mendesak ribuan pendukung untuk mendatangi gedung Capitol, ketika Kongres berkumpul untuk mengesahkan kemenangan Joe Biden dalam pemilu 2020.
Advertisement
Diketahui bahwa insiden dan kericuhan di gedung Capitol AS menyebabkan lima orang tewas, termasuk seorang petugas polisi.
Sembilan manajer DPR AS yang menuntut kasus untuk pemakzulan, menyebutkan bahwa hasutan dimulai jauh sebelum 6 Januari.
"Trump menyadari musim semi lalu bahwa dia bisa kalah dalam pemilihan November, dan mulai menanam benih kemarahan di antara para pendukungnya dengan mengatakan dia bisa kalah hanya jika itu dicurangi," sebut Representative Joseph Neguse.
"Jika kita ingin melindungi republik kita dan mencegah hal seperti ini terjadi lagi, dia harus dihukum," ucapnya.Â
Sementara itu, Representative Joaquin Castro mengutip apa yang disebutnya tindakan intimidasi politik secara terang-terangan terhadap petugas pemilu di negara bagian yang tidak dimenangkan Trump.
Di Philadelphia, Atlanta dan Milwaukee, Castro mengklaim, bahwa para pendukung Trump mencoba menggunakan kekuatan bersenjata untuk mempengaruhi proses penghitungan suara.
"Mereka percaya itu adalah tugas mereka untuk berjuang secara harfiah untuk menghentikan penghitungan," sebut Castro.
"Kasus ini bukan tentang menyalahkan orang yang tidak bersalah atas kekerasan dan kerusakan mengerikan yang terjadi pada 6 Januari," kata manajer utama Jamie Raskin saat membuka persidangan pemakzulan.Â
"Ini tentang meminta pertanggungjawaban orang yang bertanggung jawab menghasut serangan itu," tambahnya.Â
Saksikan Video Berikut Ini:
Hanya 6 dari 50 Senator Republik yang Beri Suara untuk Berlanjutnya Sidang
Demokrat menghadapi peluang panjang untuk menetapkan hukuman, yang dapat mengarah pada pemungutan suara yang melarang Trump untuk mencalonkan lagi menjadi presiden.
Mayoritas dua pertiga di Senat harus memilih untuk memvonis, yang berarti setidaknya 17 Republikan harus menentang popularitas Trump yang masih kuat di antara para pemilih Republik.
Senator Republik Ron Johnson, sekutu Trump, menyebutkan pada saat jam istirahat sidang bahwa persidangan "Ini merupakan latihan politik".
Pada Selasa (9/2), hanya enam dari 50 senator Partai Republik memutuskan kaukus mereka untuk memberikan suara bahwa persidangan dapat dilanjutkan meskipun masa jabatan Trump telah berakhir pada 20 Januari lalu.
Dalam jajak pendapat Ipsos untuk Reuters yang dirilis pada Rabu (10/2), menunjukkan bahwa 47 persen responden mengatakan Trump harus dihukum sementara 40 persen mengatakan sebaliknya, dengan pendapat yang terpecah di sepanjang garis partai.
Persidangan di Senat bukan satu-satunya penyelidikan yang dihadapi Trump setelah menyelesaikan jabatannya Gedung Putih dan kehilangan perlindungan presiden yang melindunginya dari tuntutan.
Jaksa di Georgia telah membuka penyelidikan kriminal atas tuduhan terhadap Trump dalam upaya mempengaruhi hasil pemilihan di negara bagian itu, setelah dia tercatat dalam panggilan telepon 2 Januari lalu yang menekan Menteri Luar Negeri AS untuk "menemukan" cukup suara agar membatalkan kekalahannya di Georgia.
Advertisement