Liputan6.com, Jakarta - Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunda rencana pembahasan resolusi tidak mengikat untuk mencegah junta militer Myanmar membeli senjata.
Senjata itu, dikhawatirkan digunakan untuk memerangi kelompok pro-demokrasi di Myanmar yang menolak kudeta terhadap para pejabat pemerintahan, salah satunya pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.
Dikutip dari Channel News Asia, Rabu (19/5/2021), pemungutan suara yang beranggotakan 193 negara anggota Majelis Umum PBB itu seharusnya dilangsungkan pada Selasa 18 Mei.
Advertisement
Namun, sejauh ini belum diketahui kapan pemungutan suara akan dijadwalkan ulang.
Beberapa diplomat mengatakan bahwa penundaan tersebut dilakukan untuk mendapatkan lebih banyak dukungan.
Rancangan resolusi itu, juga menyerukan militer Myanmar - yang merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari - untuk mengakhiri keadaan darurat, menghentikan semua kekerasan terhadap demonstran damai dan menghormati keinginan rakyat seperti yang diungkapkan dalam hasil pemilihan pada November 2021.
Resolusi Majelis Umum tidak mengikat secara hukum namun memiliki bobot politik. Berbeda dengan 15 anggota Dewan Keamanan, tidak ada negara yang memiliki hak veto di Majelis Umum.
Pernyataan dalam rancangan resolusi Majelis Umum PBB menyampaikan, bahwa mereka "menyerukan angkatan bersenjata Myanmar untuk segera menghentikan semua kekerasan terhadap demonstran, anggota masyarakat sipil, perempuan, anak-anak muda, serta anak-anak dan lainnya".
788 Orang Tewas Akibat Bentrok Demonstran-Militer di Myanmar
Setidaknya 788 orang telah tewas akibat kekerasan oleh pasukan keamanan Myanmar, yang menanggapi aksi-aksi protes terhadap kudeta, menurut sebuah kelompok advokasi.
Militer, yang membantah angka kematian itu, memberlakukan pembatasan ketat pada media, informasi, dan Internet.
Namun kantor berita Reuters, tidak dapat secara independen memverifikasi infornasi soal penangkapan dan jumlah korban.
Pesan tertulis PBB juga mendesak militer Myanmar untuk menghentikan "serangan, kekerasan dan pembatasan terhadap tenaga medis, pembela hak asasi manusia, anggota serikat pekerja, jurnalis dan pekerja media ... dan pembatasan di Internet serta media sosial".
Jika diadopsi, rancangan resolusi tersebut akan mendesak militer untuk mengizinkan kunjungan utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, dan melaksanakan rencana tim PBB Asia Tenggara (ASEAN) untuk mengakhiri krisis.
Amerika Serikat, Inggris dan Kanada pada Senin 17 Mei memberlakukan sanksi baru yang menargetkan junta Myanmar.
Diketahui, hanya Dewan Keamanan PBB yang dapat menjatuhkan sanksi yang mengikat secara hukum atau embargo senjata, tetapi para diplomat mengatakan Rusia dan China kemungkinan dapat menggunakan hak veto mereka untuk mencegah tindakan tersebut terhadap Myanmar.
Advertisement