Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah negara di Asia Pasifik ini sempat dinilai berhasil menangani pandemi COVID-19 karena sudah berhasil menurunkan angka kasus hingga melonggarkan aturan pembatasan.
Mengutip BBC, Sabtu (19/6/2021), seluruh negara itu mampu mengatasi COVID-19 pada tahun 2020 melalui tindakan agresif seperti penguncian ketat dan pelacakan kontak, yang kemudian sering direplikasi negara-negara lain di seluruh dunia.
Advertisement
Namun di tahun kedua pandemi, mereka ditantang oleh isu-isu baru.
Varian yang lebih kuat telah menembus pertahanan yang mapan, menciptakan wabah terburuk di beberapa negara.
Berikut adalah negara-negara yang sempat berhasil menangani pandemi COVID-19 namun kembali alami kesulitan akibat munculnya varian baru:
1. Singapura
Singapura berhasil mencatat kasus COVID-19 yang relatif rendah dibandingkan dengan negara lain, yakni 62.315 kasus.Â
Menutup perbatasan adalah salah satu tindakan pertama dan paling efektif yang diambil oleh Singapura ketika virus pertama kali mencapai wilayah mereka.Â
Singapura, yang telah memiliki sistem pengawasan polisi yang sangat mumpuni, adalah contoh utama betapa efektifnya memutus rantai penularan dengan cepat.
Kemudian, ketika jenis virus varian baru muncul, angka kasus COVID-19 di Singapura kembali naik.Â
Kini, sekitar 42% warga Singapura telah menerima setidaknya satu dosis vaksin.
Advertisement
2. Australia
Penanganan pandemi COVID-19 di Australia juga dilakukan dengan gesit oleh pemerintahnya.
Australia adalah salah satu negara yang paling ketat, dimana pada satu titik selama gelombang kedua India, Australia bahkan melarang warganya sendiri untuk kembali karena khawatir mereka dapat membawa kembali virus tersebut.
Ketika kasus sudah mulai muncul di tengah masyarakat, ada pelacakan kontak yang cepat dan teliti untuk menghentikan penyebaran virus.
Australia menempatkan ibu kota negara bagian ke dalam penguncian cepat atas penemuan bahkan satu kasus saja. Ini terjadi delapan kali berbeda untuk enam kota berbeda.Â
Kebijakan semacam itu mungkin dianggap ekstrem - tetapi kebijakan itu berhasil dan menciptakan gelembung pelindung. Setelah penguncian awal selama gelombang COVID-19 pertama, semua tempat ini dapat kembali ke keadaan hampir normal.
Namun kemudian wabah kembali muncul hingga mengakibatkan penguncian selama dua mingu di Melbourne.
3. Selandia Baru
Selandia Baru merupakan salah satu negara pertama yang dianggap telah berhasil menangani pandemi COVID-19. Hal tersebut berhasil diraih usai pemerintah menetapkan aturan penguncian lebih awal dibanding negara-negara lain.
Kemudian pada Juni 2020, pemerintah Selandia Baru mencabut seluruh aturan pembatasan termasuk kebijakan menjaga jarak sosial.
PM Jacinda Ardern juga sempat dipuji kepemimpinannya atas penanganan COVID-19 yang dinilai berhasil.
Saat ini, pemerintah Selandia Baru tengah menggiatkan upaya vaksinasi terhadap warganya.
Advertisement
4. Vietnam dan Taiwan
Keduanya sempat menjadi negara yang berhasil menangani COVID-19 di awal.
Namun kemudian, peningkatan kasus yang paling serius terjadi di Taiwan dan Vietnam - wilayah yang kini terpuruk karena gelombang Covid.
Di Taiwan, sedikit pelonggaran aturan karantina untuk pilot maskapai penerbangan menyebabkan klaster yang meluas dengan cepat.
Sementara di Vietnam, varian baru yang bergerak cepat mengakibatkan banyak klaster bermunculan, yang diperburuk oleh pertemuan komunitas.
5. Korea Selatan dan Jepang
Korea Selatan dan Jepang mengalami lonjakan kasus yang hampir sama.
Korea Selatan dan Jepang mencapai puncak gelombang COVID-19 beberapa bulan yang lalu - memicu alarm, terutama di Jepang di mana banyak yang khawatir itu akan berdampak pada gelaran ajang olahraga Olimpiade yang akan datang.
Bagi negara seperti Korea Selatan - yang tidak pernah melakukan karantina wilayah yang ketat - para ahli mengatakan bahwa pelacakan yang waspada dan upaya komunitas yang bersatu sekali lagi membantu menurunkan kurva pandemi.
Advertisement
6. Hong Kong
Hong Kong mencatat kasus yang relatif rendah yakni 11.880.
Namun di saat varian COVID-19 baru yang lebih ganas menjadi semakin mengkhawatirkan, warganya merasa ragu untuk menerima vaksin.
Keraguan di antara beberapa warga, misalnya di Hong Kong atau Taiwan, yang tidak mempercayai otoritas kesehatan dan keamanan vaksinasi, yang semakin memperlambat kemajuan program vaksinasi.