PM Kamboja 'Curhat' ke Jokowi Soal Kudeta Myanmar, Marah pada Menlu Malaysia

Presiden RI Joko Widodo, atas permintaan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, telah saling melakukan pembicaraan telepon untuk membahas perkembangan penyelesaian kudeta militer Myanmar.

oleh Hariz Barak diperbarui 22 Jan 2022, 19:01 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2022, 19:01 WIB
Sultan Brunei hingga PM Singapura Temui Jokowi Jelang Pelantikan Presiden
Presiden Joko Widodo menyambut Perdana Menteri Kamboja Hun Sen di Istana Merdeka, Minggu (20/10/2019). Raja Eswatini, Mswati III beserta istrinya, Siphelele Mashwama menjadi kepala negara kelima yang bertemu Jokowi. (AP Photo/Dita Alangkara)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden RI Joko Widodo, atas permintaan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, telah saling melakukan pembicaraan telepon untuk membahas perkembangan penyelesaian kudeta militer Myanmar.

Sambungan telepon yang dilakukan pada Jumat 21 Januari 2022 itu dilatarbelakangi atas sejumlah kabar ketidakselarasan antara negara-negara ASEAN dalam sejumlah isu terkait Myanmar.

Dalam pembicaraannya dengan PM Hun Sen, Presiden Jokowi menegaskan pentingnya implementasi lima butir konsensus ASEAN untuk menyelesaikan masalah kudeta Myanmar.

Jokowi menegaskan bahwa pendekatan ASEAN terhadap Myanmar harus didasarkan pada prinsip-prinsip yang telah disepakati bersama, utamanya lima poin konsensus.

"Pelaksanaan 5-Point Consensus seharusnya tidak digunakan untuk mendukung 5-Point Roadmap-nya Tatmadaw (junta militer Myanmar). Jangan sampai dikaitkan karena dapat dinilai sebagai bentuk dukungan ASEAN ke Militer Myanmar," ujar Presiden Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, pada Jumat, 21 Januari 2022.

Presiden Joko Widodo juga menyayangkan sikap militer Myanmar yang tidak menunjukkan komitmen untuk melaksanakan lima butir konsensus pada kesempatan kunjungan PM Hun Sen ke Myanmar. Bahkan, dua hari setelah kunjungan PM Hun Sen, Aung San Suu Kyi diberikan tambahan hukuman empat tahun.

"Dan juga kekerasan masih terus berlanjut di Myanmar. Hal tersebut merupakan gestur yang tidak baik dan justru tidak menghormati upaya PM Hun Sen untuk mendorong penyelesaian isu Myanmar," ungkapnya.

Selain itu, Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa otoritas militer Myanmar harus memberikan akses terhadap Utusan Khusus Ketua ASEAN untuk dapat melakukan komunikasi segera dengan semua pihak di Myanmar. Komunikasi ini sangat penting untuk membuka jalan bagi sebuah dialog nasional yang inklusif.

"Akses kepada semua stakeholders sangat penting artinya. Komitmen mengenai pemberian akses ini juga sangat penting agar ada solusi politik yang disepakati dan diterima semua pihak. Saya khawatir, dengan pemberian label kepada NLD, NUG sebagai kelompok teroris, maka Utusan Khusus tidak akan diberikan akses bertemu mereka," jelasnya.

Lebih jauh, Indonesia juga tetap konsisten bahwa selama tidak ada kemajuan signifikan pelaksanaan lima poin konsensus, maka keputusan bahwa Myanmar hanya diwakili oleh non-political level di pertemuan-pertemuan ASEAN penting untuk dipertahankan.

Prinsip ini juga berlaku bagi rencana pelaksanaan Retreat para Menteri Luar Negeri (Menlu) ASEAN dan juga untuk pertemuan-pertemuan lainnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

PM Kamboja Curhat ke Jokowi, Marah pada Menlu Malaysia

Menlu Dato Saifuddin Abdullah menyerahkan 15 karya seni kepada Wakil Tetap Malaysia untuk ASEAN, Kamsiah Kamaruddin sebagai bentuk pertukaran budaya antar negara Asia Tenggara (Liputan6.com/Teddy Tri Setio Berty)
Menlu Dato Saifuddin Abdullah menyerahkan 15 karya seni kepada Wakil Tetap Malaysia untuk ASEAN, Kamsiah Kamaruddin sebagai bentuk pertukaran budaya antar negara Asia Tenggara (Liputan6.com/Teddy Tri Setio Berty)

Perdana Menteri Kamboja dan ketua ASEAN Hun Sen, dalam panggilan telepon dengan presiden Indonesia pada hari Jumat, mengecam menteri luar negeri Malaysia karena "arogan" dengan mengkritik strategi Phnom Penh untuk berurusan dengan Myanmar.

Diplomat top Malaysia, Saifuddin Abdullah, mengatakan kepada wartawan pekan lalu bahwa Hun Sen seharusnya berkonsultasi dengan para pemimpin lain dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara sebelum pergi ke Myanmar pada 7-8 Januari untuk bertemu dengan pemimpin junta Burma Min Aung Hlaing dalam upaya untuk menyelesaikan krisis pasca-kudeta negara itu.

Hun Sen mengatakan kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo bahwa Saifuddin tidak menghormati peran kursi ASEAN, yang berputar setiap tahun di antara 10 anggota blok regional.

Diplomat top Jakarta harus menyampaikan pesan ini kepada Saifuddin, Hun Sen mengatakan kepada Jokowi.

"Pesan yang dimaksudkan: Hun Sen meminta Menteri Luar Negeri Malaysia untuk tidak sombong dengan pernyataan yang tidak pantas, dan tidak menghormati Ketua ASEAN dengan menggunakan bahasa yang tidak diplomatis dan [menunjukkan] kurangnya kesopanan," kata Hun Sen di Facebook tentang panggilan telepon dengan Jokowi, seperti dikutip dari Benarnews.

Komentar Saifuddin "tidak benar dalam konteks ASEAN" dan menteri luar negeri Indonesia harus memberi tahu Saifuddin untuk tidak "kasar," kata PM Kamboja.

Hun Sen mengatakan dia pergi ke Myanmar "untuk menanam pohon, bukan untuk menebang pohon."

"Mereka yang tidak mendukungnya, mereka hanya menginginkan hasil yang cepat," tambahnya.

 

Bahas Mekanisme Khusus untuk Myanmar

Panglima militer Myanmar Jenderal Min Aung dan pemimpin partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Aung San Suu Kyi
Panglima militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing (kiri) dan pemimpin partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Aung San Suu Kyi (kanan) berjabat tangan setelah pertemuan mereka, 2 Desember 2015. (Foto: AFP/Phyo Hein Kyaw)

Sementara itu, saat menanggapi usul PM Hun Sen tentang pembentukan Troika yang terdiri atas Menlu/Utusan Khusus Kamboja, Menlu Brunei dan Menlu Indonesia dan didukung Sekjen ASEAN untuk memonitor implementasi lima poin konsensus, Presiden Joko Widodo telah mencatatnya dan menyampaikan agar usulan tersebut dibahas lebih lanjut oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN.

Terakhir, Presiden Jokowi juga sepakat atas usulan pembentukan consultative meeting yang terdiri atas Utusan Khusus dan Sekjen ASEAN, AHA Center, otoritas Myanmar dan badan-badan PBB untuk mendukung penyaluran bantuan kemanusiaan tanpa diskriminasi.

"Saya sepakat dengan PM Hun Sen bahwa bantuan kemanusiaan harus diberikan tanpa diskriminasi," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya