Liputan6.com, Moskow - Presiden Rusia Vladimir Putin menuai kecaman besar dari kalangan oligarki negaranya sendiri: Oleg Tinkov. Hartawan di sektor perbankan itu berani angkat suara melawan Vladimir Putin, meski di Rusia tindakan subversif terancam kena sanksi.
Oleg Tinkov berkata peperangan di Ukraina tidak memiliki tujuan apa-apa, namun rakyat tak bersalah tewas.
Advertisement
Baca Juga
"Saya tidak melihat SATU pun keuntungan dari perang gila ini! Orang-orang tak bersalah dan tentara tewas," ujar Oleg Tinkov melalui Instagram, dikutip BBC, Kamis (21/4/2022).
Oleg Tinkov adalah miliarder yang kekayaannya tergerus akibat invasi Rusia. Forbes melaporkan ia kehilangan status miliarder pada 2022 karena sahamnya jatuh 90 persen lebih dan kekayaannya turun lebih dari US$ 5 miliar.
Ia merupakan pendiri dari bank digital Tinkoff. Nilai sahamnya juga jatuh di bursa London. Kekayaannya kini sekitar US$ 800 juta. Tinkov tak sendiri, kekayaan CEO Yandex Arkady Volozh juga merosot usai invasi ke Ukraina terjadi.
Masalah di Pemerintahan Rusia
Tinkov juga terang-terangan berkata bahwa 90 persen warga Rusia tidak mendukung invasi, dan berkata 10 persen lainnya adalah "moron".
Ia juga menyebut negaranya "shitty" dan penuh nepotisme, penjilat, dan penurut. Hal-hal itu dinilai berdampak pada kualitas militer.
Terkait Presiden Vladimir Putin, Oleg Tinkov meminta tolong ke Barat agar Vladimir Putin diberikan jalan untuk "menyelamatkan mukanya" agar keluar dari situasi invasi ini.
"Kepada 'kumpulan negara Barat' tolong berikan Mr Putin sebagai jalan keluar yang jelas untuk menyelamatkan wajahnya dan menghentikan pembantaian ini. Tolong jadilah lebih rasional dan manusiawi," ucap oligarki tersebut.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
5 Juta Warga Ukraina Mengungsi
Menurut Badan Pengungsi PBB (UNHCR), sebanyak lima juta warga Ukraina telah meninggalkan negara mereka dalam kurun waktu kurang dari dua bulan sejak pasukan Rusia memulai perang di negara tersebut.
Selain itu, sekitar tujuh juta orang terpaksa kehilangan tempat tinggal mereka di dalam negeri.
Mengutip laporan VOA Indonesia, Kamis (20/4), mayoritas pengungsi Ukraina mencari perlindungan di negara-negara tetangganya di Eropa, di mana mereka mendapat perlindungan sementara dan berbagai macam layanan.
Warga Ukraina kini merupakan kelompok pengungsi kedua terbesar di dunia, setelah pengungsi Suriah yang jumlahnya mencapai 6,8 juta. Total populasi pengungsi di dunia kini mencapai hampir 32 juta orang.
Perang Rusia Ukraina juga telah menyebabkan sekitar 7,1 juta warga Ukraina terpaksa kehilangan tempat tinggal mereka di negaranya. Jumlah tersebut merupakan jumlah populasi terbesar di dunia yang harus kehilangan tempat tinggal mereka sendiri akibat konflik yang melanda.
"Perang di Ukraina telah memicu salah satu krisis perpindahan dan kemanusiaan yang tumbuh paling cepat," demikian kata Babar Baloch, juru bicara UNHCR kepada VOA.
Untuk memitigasi krisis pengungsi ini, UNHCR telah meminta dana sebesar $550,6 juta pada 1 Maret lalu.
Badan itu mengatakan sebuah penggalangan dana baru, lebih tinggi dari jumla yang diminta sebelumnya akan dilakukan segera guna menanggapi krisis yang semakin membesar.
"Kami akan terus memperluas bantuan penyelamatan nyawa kami kepada pengungsi-pengungsi di dalam negeri di seluruh Ukraina, khususnya di wilayah tengah dan timur, di mana bencana kemanusiaan yang kejam sedang berlangsung," kata Kelly Clements, deputi komisioner tinggi di UNHCR kepada Dewan Keamanan PBB pada Selasa 19 April.
Advertisement
Bantuan bagi Pengungsi Ukraina Dinilai Lebih Cepat Ketimbang di Afghanistan
Lebih dari 3,7 juta orang telah meninggalkan Ukraina dalam sebulan sejak invasi Rusia dimulai.
Para pejabat PBB mengatakan eksodus semacam ini belum pernah terlihat sejak Perang Dunia II.
Dan yang tidak biasa, kata beberapa pengacara imigrasi, adalah respons cepat dari negara-negara yang menyambut pengungsi, demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (26/3).
Pengungsi Ukraina sebagian besar menyeberang ke Polandia, Slovakia, Hongaria, Rumania, dan Moldova.
Saat ini, Polandia telah menampung sebagian besar pengungsi. Warga Ukraina juga berusaha untuk bersatu kembali dengan anggota keluarga di Amerika dan bahkan telah tiba di perbatasan AS-Meksiko.
Mengingat meningkatnya tekanan pada pemerintahan Biden untuk memberi jalur langsung bagi warga Ukraina yang terlantar agar bisa ke Amerika, Gedung Putih, Kamis (24/3) mengumumkan akan menyambut sebanyak 100.000 warga Ukraina dan lainnya yang melarikan diri dari negara Eropa timur itu.
Namun, apakah perlakuan AS berbeda dalam menerima dari pengungsi Ukraina dibandingkan pengungsi Afghanistan, yang juga melarikan diri dari perang dalam jumlah besar?
Inggris Beri Rp 6,5 Juta Per Bulan Bagi Warga yang Sediakan Tempat Tinggal Pengungsi Ukraina
Warga Inggris yang menawarkan rumah untuk pengungsi Ukraina akan menerima pembayaran berupa "terima kasih" dan uang sebesar £350 per bulan atau setara Rp 6,5 juta dari pemerintah Inggris.
Di bawah skema Rumah untuk warga Ukraina, warga Inggris akan dapat membantu individu atau keluarga Ukraina untuk tinggal bersama mereka.
Bisa juga menawarkan properti terpisah untuk mereka gunakan tanpa biaya sewa, demikian dikutip dari laman BBC, Minggu (13/3).
Mereka yang menawarkan akomodasi akan diperiksa, dan harus berkomitmen selama minimal enam bulan.
Tetapi Dewan Pengungsi - sebuah badan amal yang mendukung pengungsi dan pencari suaka - mengatakan bahwa skema itu gagal dan tidak memberikan dukungan yang cukup kepada banyak pengunsi Ukraina.
Kondisi ini membuat banyak orang bersimpati, salah satunya adalah Desislava Tosheva dari Sofia, Bulgaria. Ia merasa iba dengan nasib rakyat Ukraina.
Hal itu mendorongnya untuk membantu menyediakan akomodasi di berbagai negara bagi para pengungsi. Tosheva kemudian membuat sebuah grup Facebook dengan nama 'Akomodasi, Bantuan, dan Tempat Tinggal untuk Ukraina'. Tak disangka, grup itu berhasil menarik perhatian 80 ribu anggotanya.
"Saya pikir kami tidak akan mendapatkan lebih dari 200 anggota, tapi sambutannya ternyata di luar dugaan," ucap Tosheva, dilansir dari CNN, 26 Maret 2022. Grup itu berisi para pemilik hunian atau vila yang biasa digunakan untuk berlibur.
Advertisement