Ilmuwan Perdana Berhasil Menumbuhkan Tanaman Pakai Tanah dari Bulan

Para ilmuwan untuk pertama kalinya menanam tanaman di tanah bulan yang dibawa kembali oleh astronaut dalam program Apollo.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 13 Mei 2022, 18:43 WIB
Diterbitkan 13 Mei 2022, 18:35 WIB
Mitos Seputar Gerhana Bulan
Ilustrasi Bulan Credit: pexels.com/Ibu

Liputan6.com, Florida - Satu pot kecil tanah dari Bulan telah memberikan satu lompatan raksasa untuk pengetahuan manusia tentang pertanian luar angkasa. Ya, para ilmuwan untuk pertama kalinya menanam tanaman di tanah Bulan yang dibawa kembali oleh astronaut dalam program Apollo.

Eksperimen terobosan, yang dirinci dalam jurnal Communications Biology pada Kamis 12 Mei 2022, telah memberi para peneliti harapan bahwa suatu hari nanti mungkin menanam tanaman langsung di Bulan.

Itu akan menghemat banyak kerumitan dan biaya misi luar angkasa di masa depan, memfasilitasi perjalanan yang lebih lama dan lebih jauh. Namun, menurut penulis studi dari University of Florida, masih banyak yang harus dipelajari tentang topik ini, dan mereka berniat untuk tidak meninggalkan kebutuhan bisnis yang terlewat.

"Penelitian ini sangat penting untuk tujuan eksplorasi manusia jangka panjang NASA," kata Bill Nelson, kepala badan antariksa AS seperti dikutip dari AFP, Jumat (13/5/2022).

"Kita perlu menggunakan sumber daya yang ditemukan di Bulan dan Mars untuk mengembangkan sumber makanan bagi astronaut masa depan yang tinggal dan beroperasi di luar angkasa."

Kronologi Percobaan

Untuk percobaan mereka, para peneliti hanya menggunakan 12 gram (beberapa sendok teh) tanah Bulan yang dikumpulkan dari berbagai tempat di Bulan selama misi Apollo 11, 12, dan 17.

Dalam pot berukuran kecil, mereka menempatkan sekitar satu gram tanah (disebut "regolit") dan menambahkan air, lalu benih. Mereka juga memberi tanaman larutan nutrisi setiap hari.

Para peneliti memilih menanam arabidopsis thaliana, kerabat sawi, karena mudah tumbuh dan yang terpenting telah dipelajari secara ekstensif. Kode genetik dan responsnya terhadap lingkungan yang tidak bersahabat -- bahkan di luar angkasa -- sudah dikenal luas.

Sebagai kelompok kontrol, benih juga ditanam di tanah dari Bumi serta sampel yang meniru tanah bulan dan Mars.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Bagaimana Hasilnya?

Ilustrasi riset, penelitian, peneliti, ilmuwan
Ilustrasi riset, penelitian, peneliti, ilmuwan. Kredit: Michal Jarmoluk via Pixabay

Hasilnya: setelah dua hari, semuanya tumbuh, termasuk sampel bulan.

"Setiap tanaman - baik dalam sampel Bulan atau kelompok kontrol - tampak sama sampai sekitar hari keenam," Anna-Lisa Paul, penulis utama makalah tersebut, mengatakan dalam sebuah pernyataan.

Namun setelah itu, perbedaan mulai terlihat: tanaman dalam sampel bulan tumbuh lebih lambat dan memiliki akar yang kerdil.

Setelah 20 hari, para ilmuwan memanen semua tanaman, dan menjalankan studi tentang DNA mereka.

Analisis mereka menunjukkan bahwa tanaman bulan bereaksi serupa dengan yang tumbuh di lingkungan yang tidak bersahabat, seperti tanah dengan terlalu banyak garam, atau logam berat.

Di masa depan, para ilmuwan ingin memahami bagaimana lingkungan ini dapat dibuat lebih ramah.

NASA sedang bersiap untuk kembali ke Bulan sebagai bagian dari program Artemis, dengan tujuan jangka panjang untuk membangun kehadiran manusia yang langgeng di permukaannya.

Misi 4 'Astronot' China Sukses Tumbuhkan 25 Tanaman

'Astronot' China yang ikut dalam tes tinggal di dalam pesawat luar angkasa selama 180 hari. (CCTV)
'Astronot' China yang ikut dalam tes tinggal di dalam pesawat luar angkasa selama 180 hari. (CCTV)

Sementara itu, pemerintah China mengirimkan 4 awak ke 'angkasa luar' selama enam bulan. Para 'astronaut' itu tinggal dalam kapsul kecil selama 180 hari.

Setelah 180 hari, mereka kembali ke 'Bumi' tanpa cedera dari eksperimen angkasa luar itu. Beberapa hal yang dipikirkan Wu Shiyun, salah satu awak adalah sangat ingin mandi air panas dan menyantap makanan laut.

Shiyun adalah salah satu dari empat orang yang terpilih untuk tinggal di dalam kapsul yang dirancang untuk meniru suasana di planet lain. Percobaan itu dilakukan guna melihat bagaimana makanan dan udara dapat digunakan dan dipertahankan dalam kondisi yang terkendali.

Menggunakan teknologi terinspirasi dari pesawat ruang angkasa China, Shenzhou. Tiga pria dan seorang wanita selaku 'astronaut', sukses menumbuhkan 25 jenis tanaman -- termasuk gandum dan stroberi.

Empat orang yang terpilih dari seleksi 2.000 lebih kandidat, hidup bersama dalam ruang tidak lebih besar dari lapangan olahraga net ball -- permainan bola dua tim yang dimainkan masing-masing 7 orang per tim. 

Dalam percobaan itu, mereka juga harus menyesuaikan diri dengan "waktu Mars", yang 39 menit lebih lama dari hari di Bumi.

Tapi mereka mengaku menemukan satu cara yang sangat efektif untuk bersantai: Tai Chi.

"Menurut mereka yang tinggal di dalam kapsul, hal itu membantu dalam menenangkan emosi. Tapi analisis statistik rinci lebih lanjut diperlukan sebelum kita mencapai kesimpulan tertentu," kata Tong Feizhou, relawan lainnya.

Selengkapnya di sini...

Peneliti Kembangkan Cara Tumbuhkan Tanaman di Mars dengan Urine

Ilustrasi Planet Mars
Ilustrasi Planet Mars (Aynur Zakirov/Pixabay).

Hampir seluruh makanan untuk para astronaut yang berada di Stasiun Antariksa Internasional (ISS) dibawa dari Bumi dengan menggunakan kargo. Namun dalam misi yang membutuhkan waktu lebih lama, seperti ke Mars, astronaut membutuhkan pasokan makanan mandiri.

Untuk menjawab kebutuhan tersebut, ilmuwan di Jerman berupaya menemukan cara agar urine dan keringat dapat membantu astronaut menumbuhkan makanan di Mars.

 Seorang ahli fisiologi tanaman di German Aerospace Center (DLR), Jens Hauslage, meneliti cara menumbuhkan makanan di angkasa luar. Ia sedang melakukan uji coba yang melibatkan tank urine dan tanaman tomat.

"Bumi merupakan sistem biologi tertutup dengan tanaman yang memproduksi oksigen dan makanan; lalu kita memiliki hewan dan mikroba untuk memproses degardasi di tanah," ujar Hauslage kepada BBC.

"Tanpa sistem ini, tidak ada sistem jangka panjang pendukung kehidupan berkelanjutan," imbuh dia.

Dengan menggunakan bahan sintetis dan urine manusia, Hauslage melakukan eksperimen untuk membentuk kembali siklus tersebut yang bermanfaat bagi astronaut.

Misalnya, para ilmuwan mengisi kolom urin dengan batu apung. Di dalam lubang batu apung terdapat koloni bakteri pemakan urine yang mengonversi amonia dalam urine menjadi nitrit dan garam nitrat.

Dikutip dari Live Science, Minggu (19/3/2017), sebagian besar urine, keringat, dan air limbah di Stasiun Antariksa Internasional, didaur ulang kembali. Penelitian Hauslage menyelidiki penggunaan lain air tersebut untuk menumbuhkan makanan di angkasa luar.

Penelitian Hauslage akan diluncurkan ke angkasa luar pada tahun ini melalui misi Euglena and Combined Regenerative Organic-food Production in Space (Eu: CROPIS), yakni sebuah satelit berisi dua miniatur rumah kaca.

Satelit tersebut akan melakukan simulasi gravitasi Bulan selama enam bulan pertama untuk menguji potensi tumbuhnya sayuran di satelit alami Bumi itu. Setelah itu, satelit tersebut akan menyimulasikan gravitasi Mars.

Selama satelit mengorbit, akan ada 16 kamera yang mendokumentasikan pertumbuhan tomat. Sama seperti percobaan laboratorium, uji coba itu akan menggunakan bakteri terhadap urine sintetis yang dapat berfungsi sebagai pupuk tanaman tomat.

"Pada akhirnya, kami menyimulasikan dan menguji rumah kaca yang bisa dirakit di dalam habitat Bulan atau Mars untuk menyediakan astronaut makanan segar," ujar Hauslage.

Selengkapnya di sini...

infografis negara asgardia
Asgardia, Negara di Luar Angkasa
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya