Liputan6.com, Jakarta - Kepolisian Negara Republik Indonesia telah memberhentikan seorang jenderal bintang dua dari tugas aktif, setelah pengawalnya ditembak mati dalam kondisi mencurigakan di rumah sang jenderal.
Pemberitaan ini tak hanya jadi pembicaraan di dalam negeri, namun juga disorot oleh media asing seperti Channel News Asia, Selasa (19/7/2022).
Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengatakan pada Senin (18/7) bahwa Inspektur Jenderal Irjen Ferdy Sambo telah diberhentikan dari jabatannya sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam), karena pihak berwenang menyelidiki pembunuhan Nopryansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) yang berusia 27 tahun.
Advertisement
Baca Juga
“Keputusan tersebut diambil untuk memastikan bahwa apa yang kami lakukan tetap objektif, transparan dan akuntabel sehingga proses penyelidikan yang sedang berlangsung dapat berjalan dengan lancar dan mengungkap kejadian ini,” kata Prabowo di Mabes Polri Jakarta, demikian dituliskan oleh Channel News Asia (CNA) dalam artikel bertajuk; Indonesian police general suspended after bodyguard found dead with multiple gunshot wounds.
“Prosesnya terus berjalan. Saksi sedang diperiksa. Bukti sedang dikumpulkan. Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa seluruh proses memenuhi standar ilmiah.”
Brigadir J, seorang sersan polisi yang ditugaskan untuk menjaga keluarga Sambo, terbunuh pada 8 Juli. Dia memiliki banyak luka tembak di tubuhnya. Polisi mengatakan bahwa Hutabarat dibunuh oleh petugas polisi lain dalam baku tembak di rumah Ferdy Sambo.
Polisi juga mengatakan bahwa Brigadir J telah mencoba melakukan pelecehan seksual terhadap istri Sambo dan bahwa petugas kedua berusaha melindunginya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Disorot Straits Times
Selain CNA, media asing lain yang turut menyoroti kasus ini adalah The Straits Times. Dalam artikel berjudul; Bodyguard’s death: Indonesian police general suspended, juga menyoroti ditangguhkannya Ferdy Sambo.
Media tersebut menyorot Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, dinonaktifkan dari posisinya sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam), menyusul meningkatnya tekanan publik.
Media tersebut juga menyoroti dugaan perselingkuhan. Namun, Kapolres Jakarta Selatan Budhi Herdi Susianto mengatakan kepada wartawan bahwa tidak ada bukti yang mengarah pada klaim itu, menambahkan bahwa masalah tersebut "sedikit sensitif" dan rinciannya tidak dapat diungkapkan karena penyelidikan yang sedang berlangsung.
Polisi baru mengungkap kejadian itu tiga hari kemudian, hal yang dianggap tidak wajar oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, karena polisi Indonesia biasanya mengumumkan insiden penting dalam sehari. Mahfud juga mempertanyakan mengapa polisi tidak mengizinkan keluarga melihat jenazah lebih awal.
Kriminolog Muhammad Mustofa dari Universitas Indonesia mengatakan kepada The Straits Times bahwa penyelidikan forensik dan balistik perlu dilakukan oleh pihak di luar kepolisian untuk memastikan netralitas, dan menepis keraguan yang berkembang tentang validitas penyelidikan.
"Dilihat dari banyak luka itu -- jika klaim luka itu benar -- siapa pun yang melakukannya memiliki kemarahan yang sangat besar terhadap korban. Dia tidak hanya bermaksud membunuh," kata Mustofa.
Advertisement
Kuasa Hukum Menduga Ada 2 Lokasi Peristiwa Pembunuhan Brigadir Yoshua
Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J atau Yoshua, Kamarudin Simanjuntak menyatakan bahwa ada dua lokasi yang diduga menjadi titik keberadaan Brigadir Yoshua sebelum akhirnya tewas dalam rangkaian insiden adu tembak anak buah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Sebab, hal itu terekam dalam jejak komunikasi keluarga dengan almarhum.
"Adapun tindak pidana ini diduga terjadi pada tanggal 8 Juli 2022 sekira pukul 10.00 WIB pagi sampai pukul 17.00 WIB sore. Locus delictinya adalah kemungkinan besar antara Magelang dan Jakarta itu alternatif pertama. Locus delectinya yang kedua di rumah Kadiv Propam Polri atau rumah dinas Duren Tiga kawasan Jakarta Selatan," tutur Kamarudin di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (18/7/2022).
"Jadi alternatif pertama itu antara Magelang hingga Jakarta, alternatif kedua karena mayat ditemukan di situ berdasarkan hasil visum repertum Polres Jaksel di rumah Kadiv Propam Polri di Komplek Polri di Duren Tiga Jaksel," sambungnya.
Menurut Kamarudin, sebelum pukul 10.00 WIB atau rentang lokasi Magelang-Jakarta, Brigadir Yoshua masih aktif berkomunikasi via telepon dan pesan singkat dengan orang tuanya, maupun grup Whatsapp keluarga.
"Tetapi setelah pukul 10.00 WIB, almarhum minta izin mau mengawal atasan atau komandannya yang dikawal, dengan asumsi perjalanan tujuh jam. Jadi, artinya tujuh jam jangan ada telepon dulu karena jam 10.00 WIB pagi itu di Magelang tanggal 8 Juli 2022," jelas Kamarudin.
Kamarudin menyebut, komunikasi terakhir antara orang tua dan Brigadir Yoshua adalah sekitar pukul 10.00 WIB. Adapun posisi orang tua berada di Balige, Sumatera Utara, sementara Brigadir Yoshua di Magelang, Jawa Tengah.
"Setelah jam 10.00 WIB, dia minta izin mengawal balik ke Jakarta. Jadi tidak etis seorang ajudan mengawal pimpinan masih WA dan telepon-telepon. Tujuh jam jangan diganggu dulu. Nah, setelah lewat tujuh jam, yaitu jam 17.00 WIB, maka orang tuanya atau keluarganya yang sedang berada di sana, di Sumatera Utara, mencoba menelepon, tidak bisa, di Whatsapp ternyata sudah terblokir," ujarnya.
Ponsel Diduga Diretas
Kondisi tersebut pun membuat keluarga khususnya orang tua beserta kakak adik Brigadir Yoshua mulai gelisah. Terlebih, disusul terjadi pemblokiran dan diduga adanya upaya peretasan ponsel.
"Ayah ibunya handphonenya tidak bisa dipakai, kakak adiknya, semua handphone tidak bisa dipakai, kurang lebih satu minggu. Artinya ini ada dugaan pembunuhan terencana, sehingga bagaimana caranya handphone itu bisa dikuasai passwordnya, berarti sebelum dibunuh, ada dulu dugaan pemaksaan untuk membuka password handphone," kata Kamarudin.
Lebih lanjut, bukti percakapan terakhir antara keluarga dengan Brigadir Yoshua tersebut tentu ada di ponsel milik almarhum. Sementara percakapan elektronik atau surat elektronik dari pihak keluarga telah dilampirkan dalam laporan ke penyidik hari ini.
"Di Magelang itu dia bersama dalam rangka mengawal Kadiv Propam, kemudian mengawal istrinya dan mengawal anaknya yang sedang sekolah taruna negara di sana," kata Kamarudin.
"Mobilnya kami minta untuk segera pemeriksaan, atau penyitaan. Karena ini suatu perkara yang sangat ajaib, terjadi pembunuhan di suatu tempat tapi yang ditangkap atau diamankan, lokasi tidak ditemukan, olah TKP tidak dipasang police line, yang ada informasi rumah dinas tidak ada CCTV tapi informasi dari media atau dari Ketua RT setenpat bahwa recorder CCTV sudah diduga diambil oleh seseorang," tandasnya.
Advertisement