Akhir COVID-19 Sudah di Depan Mata? Ini Kata WHO

WHO yakin akhir pandemi ada di depan mata, namun COVID-19 belum berakhir.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Sep 2022, 17:59 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2022, 11:00 WIB
Hidup Berdampingan dengn COVID-19
Menjelang pergantian tahun, WHO peringatkan masyarakat akan kemungkinan munculnya banyak varian baru COVID-19 yang lebih mematikan. (unsplash.com/Tai's Captures)

Liputan6.com, Jenewa - Pemimpin WHO  Tedros Adhanom Ghebreyesus merasa optimistis bahwa pandemi COVID-19 akan berakhir. Namun, ia mengingatkan pandemi belum selesai. 

Dilaporkan VOA Indonesia, Kamis (15/9/2022), WHO meminta dunia mengambil kesempatan berkurangnya kasus COVID-19 untuk mengakhiri pandemi.

Pekan lalu kasus-kasus baru dari virus corona, yang membunuh jutaan orang sejak pertama kali terdeteksi pada akhir 2019, telah jatuh ke tingkat terendahnya sejak Maret 2020, kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

“Kita belum pernah berada pada posisi yang lebih baik untuk mengakhiri pandemi,” ujarnya kepada wartawan. “Kita belum sampai, tapi akhir (pandemi) sudah di depan mata,” ujarnya.

Namun, dunia perlu meningkatkan upaya mereka untuk “merebut kesempatan ini,” tambahnya.

“Jika kita tidak mengambil kesempatan ini sekarang, kita berisiko melihat lebih banyak varian, kematian, gangguan dan ketidakpastian.”

Menurut laporan epidemiologi terbaru WHO terkait COVID-19, jumlah kasus yang dilaporkan jatuh 28% menjadi 3,1 juta pada pekan yang berakhir pada 11 September lalu, menyusul penurunan 12% seminggu sebelumnya.

Angka Tipu-Tipu?

Namun badan PBB itu telah memperingatkan bahwa anjloknya jumlah kasus itu bersifat menipu, karena banyak negara telah mengurangi tes COVID-19 dan mungkin tidak mendeteksi kasus-kasus yang tidak parah.

“Jumlah kasus yang dilaporkan kepada WHO, kita tahu itu di bawah jumlah sebenarnya,” kata ketua teknis COVID-19 WHO, Maria Van Kerkhove, kepada wartawan.

“Kami rasa lebih banyak kasus yang sebenarnya beredar daripada yang dilaporkan kepada kami,” ujarnya, memperingatkan bahwa virus itu “beredar pada tingkat yang sangat intens saat ini.”

Sejak awal pandemi, WHO telah mencatat lebih dari 605 juta kasus infeksi, dan sekitar 6,4 juta kasus kematian, meskipun kedua angka tersebut juga diyakini di bawah jumlah kasus sebenarnya.

Setelah Pandemi COVID-19 Selesai, PeduliLindungi Berubah Jadi Apa?

Kemlu Amerika Serikat Soroti Adanya Pelanggaran HAM Pada Aplikasi PeduliLindungi
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menyebut penerapan aplikasi PeduliLindungi telah melanggar HAM. (Dok/Fimela.com).

Sebelumnya dilaporkan, banyak pertanyaan muncul dari publik terkait aplikasi PeduliLindungi usai pandemi. Selama COVID-19 berlangsung, PeduliLindungi ikut andil dalam menangani pandemi, yang mana menyimpan status vaksinasi COVID-19 sampai tes COVID-19.

PeduliLindungi selepas pandemi COVID-19, ditegaskan oleh Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia Setiaji, akan menjadi aplikasi layanan kesehatan masyarakat (citizen health app). 

"Jadi nanti, bukan soal COVID-19 saja. Tentunya, memastikan bahwa PeduliLindungi juga digunakan untuk penanganan penyakit lain. Ya, kan sayang sekali, lagi pula ekosistemnya sudah ada, database-nya juga sudah besar," jelas Setiaji menjawab pertanyaan Health Liputan6.com saat Press Conference: Pemanfaatan Rekam Medis Elektronik yang disiarkan dari Gedung Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, ditulis Selasa (13/9/2022).

"Penggunaannya juga 100 juta lebih. Daripada kami mengembangkan sistem baru dan aplikasi baru, kami akan menggunakan PeduliLindungi yang sudah dikenal dan menambah fiturnya di sana. Tujuan utamanya, sebenarnya lebih kepada menggunakan ekosistem yang sudah ada."

Dalam hal ini, pengembangan PeduliLindungi ke depan untuk layanan kesehatan lainnya. Masyarakat pun dapat terus menggunakan PeduliLindungi.

"Pada akhirnya ya PeduliLindungi akan selalu gunakan secara terus menerus, bukan hanya untuk COVID-19. Kemudian bisa digunakan juga untuk menangani apabila terjadi pandemi berikutnya. Mudah-mudahan tidak terjadi lagi (pandemi)," terang Setiaji.

Penggunaan Harian Berkurang

Deretan Kegiatan yang Wajib Pakai Aplikasi PeduliLindungi selama PPKM
Berikut daftar lengkap kegiatan yang wajib menggunakan aplikasi PeduliLindungi selama PPKM. (dok.Fimela.com)

Di sisi lain, penggunaan PeduliLindungi akhir-akhir ini terjadi penurunan. Selain itu, ditambah adanya kabar data aplikasi PeduliLindungi sempat hilang. Namun, hal ini dibantah oleh Setiaji yang juga Chief Digital Transformation Office Kemenkes RI.

Data masyarakat di aplikasi PeduliLindungi tidak hilang ataupun bocor, melainkan penggunaan hariannya berkurang. Ketika kasus COVID-19 sedang tinggi, penggunaan aplikasi bisa menembus angka 8 juta per hari.

Melihat kondisi sekarang dengan COVID-19 Tanah Air yang semakin terkendali walau tetap ada kenaikan kasus, penggunaan PeduliLindungi 2 - 3 juta per hari (60 juta sebulan).

Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, aplikasi PeduliLindungi merupakan bentuk konsolidasi data yang baik. Sayangnya, 60 juta data pengguna di aplikasi PeduliLindungi tersebut hilang setelah kasus COVID-19 mengalami penurunan.

“PeduliLindungi kita pakai sampai 60 juta, tapi saat COVID-19 mulai hilang, hilang lagi itu data. Padahal, ini momentum yang luar biasa,” kata Erick saat acara 'Sarasehan 100 Ekonom Indonesia 'Normalisasi Kebijakan Menuju Pemulihan Ekonomi Indonesia,' Rabu (7/9/2022).

Selandia Baru Hapus Syarat Masker dan Vaksin Covid-19

Selandia Baru
Warga berolahraga di Taman Hagley di Christchurch, Selandia Baru pada Minggu (9/8/2020). Selandia Baru pada Minggu kemarin telah berhasil melewati 100 hari tanpa merekam kasus Virus Corona COVID-19 yang ditularkan secara lokal. (AP Photo/Mark Baker)

Satu per satu negara melonggarkan syarat masuk turis di tengah masa pandemi Covid-19, termasuk Selandia Baru. Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menyatakan "saatnya untuk membuka lembaran baru dengan aman" pada pembatasan Covid-19 dengan menghapus beberapa kebijakan.

Selandia Baru sebelumnya dikenal sebagai salah satu negara yang berupaya menekan transmisi Covid-19 dengan aturan pandemi terketat di dunia. Dikutip dari The Guardian, Rabu, 14 September 2022, kini negara tersebut melonggarkan pembatasan mirip dengan Australia atau Eropa. 

Penggunaan masker tidak lagi wajib di tempat-tempat umum di Negeri Kiwi itu. Syarat vaksin terakhir akan dibatalkan dalam dua minggu seiring perubahan besar-besaran yang diumumkan oleh Jacinda Ardern pada Senin, 12 September 2022.

Namun, pemerintah Selandia Baru mempertahakan periode isolasi selama tujuh hari untuk orang yang terinfeksi. Pihaknya juga menentang seruan untuk mempersingkat waktu isolasi menjadi lima hari.

Selandia Baru mengalami gelombang Omicron besar selama musim dingin. Korban tewas sekarang sejumlah 1.950 orang, bertambah dari sekitar 50 pada pergantian tahun, dan 500 orang pada empat bulan lalu.

Namun, baik jumlah kasus dan metrik utama pemerintah, rawat inap telah turun tajam dalam beberapa pekan terakhir. Hal tersebut pula yang memberikan kepercayaan diri pemerintah Selandia Baru untuk menghapus pembatasan yang memberatkan.

"Hari ini menandai tonggak sejarah dengan respons kami. Akhirnya, alih-alih merasa bahwa Covid menentukan apa yang terjadi pada kita, hidup kita, dan masa depan kita, kita mengambil kembali kendali," kata Ardern.

Infografis Wanti-Wanti Euforia Boleh Lepas Masker
Infografis Wanti-Wanti Euforia Boleh Lepas Masker (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya