26 September 1983: Kisah Pria yang Sendirian Mencegah Terjadinya Perang Dunia III

Pada 26 September 1983 terjadi sebuah peristiwa yang mungkin nyaris memicu Perang Dunia III, atau setidaknya hampir melecut adu senjata nuklir antara dua kekuatan dunia kala itu: Amerika Serikat dan Uni Soviet.

oleh Hariz Barak diperbarui 26 Sep 2022, 06:00 WIB
Diterbitkan 26 Sep 2022, 06:00 WIB
10 Negara Paling Aman Jika Perang Nuklir AS-Korut-Iran Meletus
Ilustrasi bom nuklir (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Pada 26 September 1983 terjadi sebuah peristiwa yang mungkin nyaris memicu Perang Dunia III, atau setidaknya hampir melecut adu senjata nuklir antara dua kekuatan dunia kala itu: Amerika Serikat dan Uni Soviet.

Untung ada pria ini...

Ia bernama Stanislav Petrov, seorang ahli teknologi informasi terlatih yang bertugas di salah satu basis sistem peringatan dini Uni Soviet. Pada hari itu, sistem peringatan dini mendeteksi ada peluncuran rudal dari Amerika Serikat ke arah Uni Soviet.

Perasaan Petrov tak karuan saat itu. Ia seakan membeku saat mendengar sirene meraung tiada henti. Dia hanya duduk diam sambil menatap layar lebar dengan sinar merah terang yang menunjukkan tanda peringatan bahaya.

"Yang harus aku lakukan ketika itu adalah mengambil telepon, menekan nomor sambungan langsung ke komandan kami. Tapi aku justru sama sekali tak bisa bergerak. Aku bagaikan duduk di atas wajan penggorengan yang panas," kata Petrov seperti Liputan6.com kutip dari BBC (26/9/2022).

Sistem peringatan dini itu mengindikasikan telah terdeteksi ancaman bahaya pada level tertinggi: AS telah meluncurkan rudal.

"Sirene kembali berbunyi semenit kemudian. Artinya rudal kedua telah diluncurkan. Lalu yang ketiga, keempat, dan kelima. Sistem pun mengganti peringatan dari 'peluncuran' menjadi 'serangan rudal'," tutur Petrov. "Memang tak ada aturan pasti soal berapa lama kami diizinkan berpikir sebelum melaporkan ke atasan soal adanya serangan. Tapi kami tahu bahwa setiap detik yang terlewati adalah waktu yang berharga."

 

Diperlakukan sebagai Alarm Palsu

Serangkaian Senjata Nuklir Terbaru Rusia Diuji Coba
Kendaraan hipersonik Avangard saat peluncuran di lokasi yang tidak diungkapkan di Rusia. Presiden Vladimir Putin mengumumkan bahwa Rusia telah mengembangkan serangkaian senjata nuklir baru. (RU-RTR Russian Television via AP)

Namun, saat itu, Petrov memilih untuk diam dan tidak melapor ke atasan. Ia memperlakukannya sebagai peringatan palsu (false alarm).

Mengapa ia tak bertindak? Jujur, Petrov tak yakin. Apalagi, selain dia, Uni Soviet punya ahli lain yang bertugas mengawasi kekuatan misil AS.

Sejumlah operator radar satelit mengatakan kepadanya saat itu, tak ada rudal yang terdata dalam sistem mereka.

Bagaimanapun, orang-orang tersebut hanya bersifat pendukung. Sementara protokol dengan jelas menyebut, keputusan didasarkan apa yang tertera dalam layar komputer.

Petrov justru merasa curiga terhadap betapa kuat dan jelasnya peringatan kala itu.

 

Yang Dilakukan Petrov

Korea Utara Resmi Membongkar Situs Uji Coba Nuklir
Korea Utara meledakkan situs uji nuklir yang terletak di Punggye-ri, Kamis (24/5). Selain itu, penghancuran tersebut terjadi jelang pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un. (Korea Pool/Yonhap via AP)

Ini yang kemudian ia lakukan. Petrov lalu menghubungi petugas jaga di markas militer Uni Soviet dan melaporkan telah terjadi kesalahan sistem. Seandainya saja perkiraannya salah, ledakan nuklir pertama bisa terjadi beberapa menit kemudian.

Untung yang terjadi sebaliknya. "Selama 23 menit kemudian aku menyadari tak ada apapun yang terjadi. Jika memang serangan itu nyata, aku pasti mengetahuinya. Bagiku, itu sangat melegakan," kata dia, dengan senyuman tersungging di bibirnya.

Apa yang dilakukan Petrov di satu sisi adalah pelanggaran atas instruksi atasannya, sebuah kelalaian tugas. Dan ia sudah mendapat sanksi karenanya. Namun, keputusannya mungkin telah menyelamatkan dunia. Lantaran itu pula ia dipuji dan dianggap pahlawan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya