AS-Indonesia Gelar Latihan Asesmen Penyelidikan dan Pencegahan Terorisme

Kantor Urusan Senjata Pemusnah Massal Terorisme (WMDT) Departemen Luar Negeri AS melatih para pemangku kepentingan di Indonesia menggunakan asesmen penyelidikan terhadap ancaman terorisme.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 04 Nov 2022, 17:33 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2022, 17:33 WIB
Kantor Urusan Senjata Pemusnah Massal Terorisme (WMDT) Departemen Luar Negeri AS melatih para pemangku kepentingan di Indonesia menggunakan asesmen penyelidikan terhadap ancaman terorisme (Kedubes AS).
Kantor Urusan Senjata Pemusnah Massal Terorisme (WMDT) Departemen Luar Negeri AS melatih para pemangku kepentingan di Indonesia menggunakan asesmen penyelidikan terhadap ancaman terorisme (Kedubes AS).

Liputan6.com, Jakarta - Dari 31 Oktober hingga 4 November 2022 di Denpasar, Bali, Kantor Urusan Senjata Pemusnah Massal Terorisme (WMDT) Departemen Luar Negeri AS, bersama dengan mitra Merrick & Company dan At-Risk International, melatih para pemangku kepentingan di Indonesia dan Malaysia untuk menggunakan asesmen penyelidikan terhadap ancaman berbasis perilaku guna mencegah, mendeteksi, dan melumpuhkan terorisme yang menggunakan unsur Kimia, Biologi, Radiologi, dan Nuklir (KBRN).

Program lima hari ini melibatkan 36 pembuat kebijakan kontra terorisme, penyidik dalam penegakan hukum, ahli teknis KBRN, dan para jaksa, demikian dijelaskan dalam rilis yang diterima Liputan6.com dari Kedubes AS, Jumat (4/11/2022).

Peserta menerima pelatihan komprehensif yang dirancang untuk memperkuat kemampuan investigasi penegakan hukum guna mencegah dan merintangi para pelaku kriminal dan teroris untuk memperoleh material KBRN yang bisa dijadikan menajadi senjata.

Selama program, para peserta belajar bagaimana menggunakan pendekatan berbasis komunitas--asesmen dan manajemen ancaman perilaku (BTAM)--untuk mengidentifikasi dan mencegah percobaan teroris bersenjata pemusnah massal (SPM).

BTAM memungkinkan aparat penegak hukum – bekerja sama dengan pemangku kepentingan di berbagai bidang – untuk mengidentifikasi, melakukan asesmen, dan mengelola ancaman dari para individu yang menunjukkan niat atau kapasitas untuk melakukan tindakan kekerasan.

Pelatihan ini memberikan pemahaman yang lebih baik kepada para peserta tentang faktor risiko dari individu dan perilaku mencurigakan yang biasanya mendahului tindakan kekerasan yang ditargetkan, dan bagaimana menerapkan pendekatan ini untuk mencegah tindakan terorisme dengan menggunakan SPM.

Kelompok Terorisme Beroperasi

Bendera Amerika Serikat (AP PHOTO)
Bendera Amerika Serikat (AP PHOTO)

“Sangat sering bukti percobaan teroris atau aktor non-negara lainnya dapat menjadi jelas setelah serangan,” kata pejabat direktur WMDT Deplu AS Constantinos Nicolaidis.

“Mengingat konsekuensi yang berpotensi menghancurkan dari terorisme yang melibatkan material KBRN, menunggu untuk bertindak hingga setelah terjadinya sebuah serangan adalah terlambat; kemampuan untuk terlibat secara proaktif dalam celah antara kekhawatiran dan kejahatan – dan juga mengelola ancaman – sangatlah penting.”

Kelompok teroris beroperasi secara global, termasuk di Asia Tenggara, dan telah lama bercita-cita untuk mengembangkan dan menggunakan kemampuan terkait senjata pemusnah massal.

Pada saat yang sama, beberapa hambatan untuk memperoleh bahan, peralatan, dan keahlian SPM – terutama untuk serangan teroris kimia atau biologis yang belum sempurna – relatif rendah, dan percobaan teroris dengan SPM bisa sulit dideteksi dan digagalkan.

Departemen Luar Negeri AS bekerja di seluruh dunia untuk memperkuat kemampuan internasional guna mengatasi tantangan ini dan melawan ancaman serius ini; Pemerintah Indonesia dan Malaysia adalah mitra penting dalam upaya ini.

AS Umumkan Sanksi bagi Penyelundup Senjata Pemasok Junta di Myanmar

20160612-Penembakan Orlando, Gedung Putih Kibarkan Bendera Setengah Tiang-AS
Petugas seusai menurunkan bendera setengah tiang di Gedung Putih, Washington DC, sebagai tanda berduka atas penembakan brutal klub gay Pulse di Kota Orlando, Florida, Amerika Serikat (AS), Minggu (12/6). (AFP PHOTO/Yuri GRIPAS)

Amerika Serikat sebelumnya pada Kamis 6 Oktober 2022 menarget tiga warga negara Myanmar dan sebuah perusahaan yang disebutnya membantu junta merebut kekuasaan di negara Asia Tenggara itu awal tahun lalu dengan memasok persenjataan, kata Departemen Perdagangan AS.

Militer Myanmar melakukan kudeta pada Februari 2021, menahan pemimpin demokratis negara itu, termasuk peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, kemudian menekan unjuk rasa yang muncul setelahnya dengan tindak kekerasan, memicu peningkatan konflik. Negara-negara Barat telah menjatuhkan sanksi terhadap pihak militer dan pengusaha-pengusaha Myanmar.

Departemen Perdagangan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya menjatuhkan sanksi pada pengusaha Myanmar Aung Moe Myint, putra seorang pejabat militer yang disebutnya memfasilitasi pembelian senjata, serta perusahaan yang didirikannya, Dynasty International Company Limited, dan dua direkturnya.

“Hari ini kami menarget jaringan pendukung dan pengambil keuntungan dari perang yang memungkinkan pengadaan persenjataan bagi rezim militer Myanmar,” kata Brian Nelson, wakil menteri perdagangan AS bidang terorisme dan intelijen keuangan, dalam pernyataan itu, dikutip dari VOA Indonesia, Minggu (9/10/2022).

“Departemen Perdagangan akan terus mengambil tindakan untuk menurunkan kemampuan militer Myanmar untuk melakukan tindak kekerasan brutal terhadap rakyat Myanmar.”

Departemen Luar Negeri AS juga melarang kepala kepolisian dan wakil menteri dalam negeri Myanmar Than Hlaing masuk ke AS karena keterlibatannya dalam kasus pelanggaran HAM, kata Departemen Perdagangan, yang secara khusus mengutip kasus pembunuhan di luar proses hukum terhadap para pengunjuk rasa damai pada Februari 2021.

Junta Myanmar Vonis Pembuat Film Asal Jepang Penjara 10 Tahun

Kudeta Myanmar, Militer Bebaskan Lebih Dari 23 Ribu Tahanan
Para narapidana yang akan segera dibebaskan berada di atas truk saat pemberian amnesti yang menandai peringatan 74 tahun Hari Persatuan Myanmar di penjara Insein di Yangon, Myanmar, Jumat (12/2/2021). Kedua perintah tersebut ditandatangani oleh pemimpin junta militer Min Aung Hlain. (AP Photo)

Seorang pembuat film dokumenter Jepang dijatuhi hukuman total 10 tahun penjara oleh pengadilan di Myanmar.

Toru Kubota (26) pertama kali ditahan pada Juli lalu di dekat sebuah demonstrasi anti-pemerintah di Kota Yangon.

Melansir dari laman BBC, Jumat (7/10/2922), pria asal Jepang ini dijatuhi hukuman tiga tahun atas tuduhan penghasutan dan tujuh tahun karena melanggar undang-undang komunikasi elektronik. Kendati demikian tidak jelas diketahui apakah dia akan dapat menjalani hukuman ini secara bersamaan.

Dia menghadapi dakwaan lain karena melanggar undang-undang imigrasi dan akan disidang minggu depan.

Menurut kantor berita Jepang Kyodo, Pemerintahan Myanmar mengklaim Tori Kubota masuk ke Myanmar dari negara tetangga Thailand menggunakan visa turis, dan bahwa dia telah berpartisipasi dalam demonstrasi anti-pemerintah pada tahun 2021.

Junta militer juga mengatakan bahwa Kubota sebelumnya telah melaporkan tentang minoritas Rohingya.

Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya