Liputan6.com, Beijing - Pemerintah Republik Rakyat China (RRC) telah menyetujui lagi dua jenis obat COVID-19 buatan dalam negeri. Harganya ditaksir lebih murah ketimbang obat buatan Pfizer.
Media pemerintah China menyebut dua obat tersebut sama efektifnya dengan Paxlovid buatan Pfizer, meski lebih murah.
Advertisement
Baca Juga
Dilaporkan Global Times, Senin (30/1/2023), dua obat itu bernama Xiannuoxin dan VV116.
Xiaonnuoxin dibuat oleh kolaborasi Simcere Pharmaceutical Group dari Nanjing, Shanghai Institute of Materia Medica, Wuhan Institute of Virology dan Chinese Academy of Medical Sciences.
VV116 dibuat oleh Shanghai Vinnerna Biosciences dan institusi-institusi penelitian lainnya di Shanghai. Sebelum mendapat izin di China, obat tersebut sudah dipakai di Uzbekistan pada 2021.
Obat Xiannuoxin menarget proteinase 3CL yang membuat virus COVID-19 melakukan replika. Efek itu sama dengan Paxlovid.
Dua obat itu digunakan untuk pasien dewasa dengan gejala ringan hingga moderat. Berdasarkan percobaan Fase III, obat-obat tersebut bisa mengurangi virus di pasien hingga 96 persen, dibandingkan dengan obat placebo. Efek itu terlihat dalam lima hari setelah minum obat.
Belum diketahui harga obat tersebut, namun harganya lebih murah dari Paxlovid yang seharga 1.890 yuan per pack (Rp 4,1 juta).
Namun, Xiannuoxin tidak akan langsung dirilis secara massal. Obat-obat itu akan disalurkan secara luas melalui rumah sakit dan secara online.
Hingga 19 Januari 2023, China telah merestui 10 obat COVID-19 dari dalam negeri, meski ada yang izinnya masih bersifat kondisional.
Vaksin Booster Kedua di Indonesia
Vaksinasi booster kedua untuk masyarakat umum mulai diberlakukan per 24 Januari 2023. Mengenai manfaat vaksin booster kedual hal itu untuk memberikan perlindungan yang mesti dipertahankan di tengah situasi sirkulasi virus SARS-CoV-2 yang tak terprediksi.
"Vaksin booster kedua tetap penting, mengingat kondisi COVID-19 saat ini tidak bisa diprediksi," kata Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr Erlina Burhan.
Maka dari itu, Erlina mengimbau masyarakat untuk berpartisipasi dalam program vaksinasi COVID-19 agar imun tubuh meningkat. Terlebih saat ini aktivitas masyarakat sudah kembali seperti sebelum pandemi, maka perlindungan tetap perlu.
"Jangan lengah di saat tidak ada lagi kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), karena penularan virus tidak bisa diprediksi," katanya.
Erlina mengatakan, meski hasil Sero Survei menyebutkan kekebalan tubuh masyarakat Indonesia dari COVID-19 berada di angka 90 hingga 98 persen, bukan tidak mungkin kadar antibodi menurun. Booster tetap penting, mengingat antibodi seseorang bisa menurun seiring berjalannya waktu.
"Tujuan vaksinasi memang bukan lagi mencegah infeksi, tetapi menghindarkan masyarakat dari keparahan akibat COVID-19. Antibodi alami karena terpapar COVID-19 meski diperoleh bukan dari vaksin, tetap akan menurun, jadi kita tidak boleh euforia dan tetap perlu tambahan vaksin,” kata dokter spesialis paru ini mengutip Antara.
Advertisement
Jadwal Booster Kedua
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Kemenkes Republik Indonesia Mohammad Syahril menyampaikan, pemberian vaksin booster kedua masyarakat umum setelah enam bulan suntik booster pertama. Bila sudah lebih dari enam bulan, dapat langsung ke fasilitas kesehatan (faskes) untuk suntik booster kedua.
"Begitu booster kedua, maka nanti secara serentak kepada masyarakat yang belum booster pertama, ya kita harapkan vaksin booster pertama dulu. Setelah enam bulan, baru bisa dilakukan booster kedua," kata Syahril.
Ia mengakui bahwa memang cakupan booster pertama secara nasional masih menjadi tantangan bersama. Sebab, cakupan booster pertama hingga per 24 Januari 2023 di angka 29,80 persen.
Demi mengejar target 50 persen vaksinasi booster pertama harus kerja keras dengan melibatkan seluruh pihak.
"Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) kita bersama dengan ya capaian booster pertama masih 29,80 persen ya. Kalau kita mengejar target sampai 50 persen, kita harus kerja keras dan membutuhkan keterlibatan semua pihak," pungkas Syahril.
"Bahwa vaksin ini menjadi bagian (penting) dari pengendalian COVID-19."
Tujuan vaksinasi booster kedua adalah demi meningkatkan antibodi dan bersiap menuju endemi.
"Untuk mengendalikan penyebaran dan mencegah terjadinya ledakan kasus, maka penting untuk mendorong masyarakat tetap melakukan vaksinasi dosis primer dan dosis lanjutannya untuk meningkatkan antibodi atau kekebalan," imbuh Syahril.
"Ini untuk memperpanjang masa perlindungan. Hal ini sesuai dengan InMendagri tentang Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 pada Masa Transisi Menuju Endemi."
Jenis Vaksin
Menurut Plt. Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Nina Susana Dewi, jenis vaksin booster kedua atau keempat akan menyesuaikan dengan jenis vaksin yang diterima masyarakat pada booster pertama atau dosis ketiga.
Misalnya, masyarakat yang menerima vaksin COVID-19 Astrazeneca pada vaksinasi booster pertama dapat menerima vaksin Astrazeneca, Pfizer, atau Moderna.
"Masyarakat yang menerima vaksin COVID-19 Sinovac pada vaksinasi booster pertama dapat menerima vaksin Astrazeneca, Pfizer, Moderna, Sinopharm, Sinovac, Zifi Vax, Indovac, atau Inavac. Sedangkan masyarakat yang menerima vaksin COVID-19 Pfizer pada vaksinasi booster pertama dapat menerima vaksin Astrazeneca, Pfizer, atau Moderna," ujar Nina.
Nina menambahkan masyarakat yang menerima vaksin COVID-19 Janssen (J&J) pada vaksinasi booster pertama dapat menerima vaksin Janssen (J&J), Pfizer, atau Moderna.
Masyarakat yang menerima vaksin COVID-19 Sinopharm pada vaksinasi booster pertama dapat menerima vaksin Sinopharm atau Zifivax.
Advertisement