Insiden Keracunan Misterius di Iran, Presiden Raisi: Itu Plot Baru Musuh untuk Mengintimidasi

Fenomena keracunan misterius di Iran menargetkan para murid perempuan. Beberapa menduga itu didalangi kelompok ekstremis yang menentang pendidikan bagi perempuan.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 06 Mar 2023, 08:27 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2023, 08:27 WIB
Presiden baru terpilih Iran Ebrahim Raisi berdiri di podium saat upacara pengambilan sumpah di parlemen Iran di ibukota Teheran pada 5 Agustus 2021. (Atta KENARE / AFP)
Presiden baru terpilih Iran Ebrahim Raisi berdiri di podium saat upacara pengambilan sumpah di parlemen Iran di ibukota Teheran pada 5 Agustus 2021. (Atta KENARE / AFP)

Liputan6.com, Teheran - Presiden Ebrahim Raisi mengeluarkan perintah tegas untuk menindaklanjuti fenomena keracunan yang dialami para murid perempuan di Iran.

"Rencana baru musuh yang bertujuan mengintimidasi para siswa, anak-anak kita, dan orang tua mereka, adalah kejahatan yang tidak manusiawi," ujar Presiden Raisi dalam rapat kabinet pada Minggu (5/3/2023), merujuk pada laporan menteri intelijen dan survei tentang keracunan sejumlah siswi di berbagai kota di Iran, seperti dikutip dari kantor berita IRNA, Senin (6/3).

Raisi menekankan perlunya menyelesaikan isu ini, memberikan laporan secara tepat, dan memerintahkan organisasi terkait untuk meredakan kekhawatiran rakyat.

"Langkah ini adalah cincin lain dalam rantai plot musuh yang bertujuan untuk menciptakan ketegangan di masyarakat, mengganggu opini dan menakut-nakuti publik... akarnya perlu diidentifikasi dan ditangani secara serius," imbuhnya tanpa menjelaskan lebih lanjut siapa musuh yang dimaksudnya.

Sementara itu, para orang tua yang khawatir atas keselamatan putri mereka menggelar aksi protes di Teheran dan sejumlah kota lain pada Sabtu (4/3).

Insiden keracunan yang berdampak pada ratusan siswi di Iran dalam beberapa bulan terakhir sejauh ini belum dapat dijelaskan. Namun, pernyataan sejumlah pejabat Iran telah merujuknya pada upaya yang disengaja.

Menteri Kesehatan Iran Abdolreza Rahmani Fazli menuturkan bahwa para siswi perempuan menderita serangan "racun ringan" dan sampel mencurigakan tengah diteliti.

"Sampel mencurigakan telah ditemukan, sedang diselidiki... untuk mengidentifikasi penyebab sakitnya para siswi dan hasilnya akan dipublikasikan sesegera mungkin," ujarnya seperti dilansir kantor berita IRNA.

Sejumlah politikus meyakini bahwa keracunan para siswi didalangi oleh kelompok garis keras yang menentang pendidikan bagi perempuan.

AS dan Jerman Suarakan Keprihatinan

Ilustrasi bendera Iran (pixabay)
Ilustrasi bendera Iran (pixabay)

Pada Sabtu, peristiwa keracunan terbaru memengaruhi lebih dari 30 sekolah di setidaknya 10 dari 31 provinsi di Iran. Video yang diunggah di media sosial menunjukkan orang tua berkumpul di sekolah untuk membawa pulang anak-anak mereka, sementara sejumlah siswa dilarikan ke rumah sakit dengan ambulans atau bus.

Seorang wanita dari Kota Qom mengatakan kepada CNN bahwa kedua putrinya, yang bersekolah di sekolah yang berbeda, terdampak keracunan. Salah satunya menderita masalah kesehatan yang signifikan, yakni mengalami mual, sesak napas dan mati rasa di kaki kiri dan tangan kanan serta kesulitan berjalan.

Aksi para orang tua di luar gedung Kementerian Pendidikan di Teheran pada Sabtu untuk memprotes fenomena keracunan dilaporkan berubah menjadi demonstrasi anti-pemerintah.

"Basij (pasukan paramiliter di bawah Garda Revolusi Iran)... kalian adalah Daesh kami," teriak para pengunjuk rasa, menyamakan Garda Revolusi dan pasukan keamanan lainnya dengan kelompok ISIS.

Protes serupa dikabarkan terjadi pula di Isfahan dan Rasht.

Kantor hak asasi manusia PBB di Jenewa pada Jumat (3/3), menyerukan penyelidikan transparan atas dugaan serangan peracunan, sementara sejumlah negara termasuk Jerman dan Amerika Serikat telah menyuarakan keprihatinannya.

Iran menolak apa yang dilihatnya sebagai campur tangan asing terkait isu ini dan menegaskan pada Jumat bahwa pihaknya sedang menyelidiki penyebab insiden tersebut.

"Prioritas utama pemerintah Iran untuk secepat mungkin menyelesaikannya, memberikan informasi untuk meredakan kekhawatiran keluarga, dan meminta pertanggungjawaban pelaku dan penyebabnya," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Nasser Kanaani.

Para siswi aktif dalam protes anti-pemerintah yang dimulai pada September pasca kematian Mahsa Amini di tahanan. Mereka melepas jilbab yang wajib, merobek foto Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, dan menyerukan kematiannya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya