Polisi di Florida Penjarakan Anak Kandung yang Suka BAB Sembarang

Seorang petugas polisi Florida mendapat kecaman karena melaporkan anaknya sendiri yang berusia tiga tahun di penjara dan bahkan memborgolnya sebagai hukuman karena buang air besar di celana.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 03 Jul 2023, 19:40 WIB
Diterbitkan 03 Jul 2023, 19:40 WIB
Ilustrasi penjara (pixabay)
Ilustrasi penjara (pixabay)

Liputan6.com, Daytona Beach - Seorang petugas polisi Florida mendapat kecaman karena melaporkan anaknya sendiri yang berusia tiga tahun di penjara dan bahkan memborgolnya sebagai hukuman karena buang air besar (BAB) di celana.

Dalam percakapan yang terekam kamera, Letnan Michael Schoenbrod dari Departemen Kepolisian Pantai Daytona terdengar mengatakan kepada pekerja sosial Departemen Anak dan Keluarga bahwa putranya 'mengalami kesulitan' untuk dilatih menggunakan toilet.

Untuk memberi pelajaran kepada anak laki-laki berusia tiga tahun itu, dengan menjebloskannya ke penjara. Schoenbrod mengatakan bahwa setelah pengalaman traumatis, anak itu bersumpah untuk 'tidak pernah lagi buang air besar'.

"Dia menangis. Saya mendapatkan tanggapan yang saya harapkan darinya," kata Letnan Schoenbrod memberi tahu petugas kasus Departemen Anak dan Keluarga, dikutip dari laman Oddity Central, Senin (3/7/2023).

Schoenbrod mengungkapkan bahwa dia menggunakan strategi yang sama untuk mendisiplinkan putra sulungnya ketika dia baru berusia empat tahun karena memukul seorang anak dan berperilaku buruk.

“Saya membawanya ke penjara dan dia duduk di sana. Dan aku memperhatikannya. Dia menangis dan selalu menyebut tidak akan pernah melakukannya lagi. Itu efektif," kata Schoenbrod.

Setelah pengungkapan yang kontroversial, departemen kepolisian meluncurkan penyelidikan, tetapi temuan belum terungkap dan tidak jelas apakah Letnan Michael Schoenbrod atau ibu anak laki-laki tersebut yang melakukannya.

Biarkan Putri Usia 2 Tahun Mati Kelaparan, Orang Tua di Korea Selatan Dipenjara 30 Tahun

Ilustrasi bendera Korea Selatan (unsplash)
Ilustrasi bendera Korea Selatan (unsplash)

Mahkamah Agung di Korea Selatan telah mengkonfirmasi hukuman penjara 30 tahun untuk pasangan yang menganiaya dan membuat mati seorang anak kecil berusia dua tahun, menegakkan keputusan pengadilan yang lebih rendah pada kasus tersebut. Demikian media lokal melaporkan pada Jumat, 19 Mei 2023.

Seorang perempuan yang berusia 22 tahun dan pasangannya yang berusia 29 tahun dituduh menelantarkan anak perempuan dan saudara laki-lakinya yang berusia 17 bulan dari Oktober 2021 hingga Maret 2022. Mereka tidak memberikan nutrisi yang cukup kepada anak-anak tersebut.

Anak usia dua tahun itu meninggal pada Maret 2022 karena kekurangan gizi parah dan pendarahan otak, demikian dilansir dari The Straits Times, Sabtu (20/5/2023).

Sekitar waktu itu, sang ayah tiri gadis itu menemukan anak perempuan itu pingsan di lantai setelah memakan kotoran dan makanan anjing, tetapi ia tidak membantunya.

Ditemukan juga bahwa ayah tirinya melakukan kekerasan fisik pada korban saat ia pergi ke tempat sampah untuk mencari makanan.

Otopsi pada anak tersebut, yang beratnya sekitar setengah berat rata-rata anak-anak seusianya, menemukan sepotong wortel di dalam sistem pencernaannya.

Penyelidik menemukan bahwa pasangan itu telah berhenti memberi makan anak perempuan itu sama sekali selama sekitar dua minggu sampai kematiannya.

 

Padahal dapat Subsidi dari Pemerintah

Ilustrasi bendera Korea Selatan
Ilustrasi Korea Selatan (iStock)

Padahal pasangan itu menerima subsidi pemerintah Korea Selatan sebesar 350.000 won (sekitar Rp3,9 juta), dan tunjangan sebesar 400.000 won (berkisar Rp 4,5 juta) dari ayah biologis anak tersebut setiap bulan.

Saudara laki-laki anak itu juga mengalami kekurangan gizi parah dan dianiaya secara fisik oleh pasangan tersebut.

Pasangan itu telah didakwa melanggar Pasal 4 Undang-Undang tentang Kasus Khusus Mengenai Hukuman Kejahatan Pelecehan Anak, yang menyatakan bahwa pembunuhan oleh pelecehan anak dapat dihukum setidaknya tujuh tahun penjara dan paling banyak hukuman mati.

Sang ibu mengklaim bahwa kematian anaknya karena pemukulan suaminya, bukan karena kelaparan.

Sementara sang suami mengatakan bahwa ia bukan ayah kandung gadis itu, sehingga tidak boleh dihukum sebagai wali yang sah.

Infografis 6 Cara Dukung Anak dengan Long Covid-19 Kembali ke Sekolah. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 6 Cara Dukung Anak dengan Long Covid-19 Kembali ke Sekolah. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya