Studi: Jakarta dan Tangerang Jadi Kota Kedua di Dunia Alami Hari Terpanas Beruntun

Sebuah studi baru dari organisasi Climate Central mendapati bahwa bersama Tangerang dan New Orleans di Amerika Serikat, Jakarta mencatat hari terpanas beruntun (heat streaks) selama 17 hari. Yakni sejak 7 hingga 24 Oktober 2023.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 14 Nov 2023, 19:19 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2023, 19:19 WIB
ilustrasi pemanasan global (AP/J David)
ilustrasi pemanasan global (AP/J David)

Liputan6.com, Princeton- Sebuah studi baru dari organisasi Climate Central mendapati bahwa bersama Tangerang dan New Orleans di Amerika Serikat, Jakarta mencatat hari terpanas beruntun (heat streaks) selama 17 hari. Yakni sejak 7 hingga 24 Oktober 2023.

Berdasarkan studi terbaru Climate Central pada Kamis, 9 November 2023 yang dikutip Selasa (14/11/2023), juga didapati suhu global kembali mencatat rekor baru dalam 12 bulan terakhir, mulai dari November 2022 hingga Oktober 2023. Suhu global mengalami kenaikan lebih dari 1,3 derajat Celcius. Ini menandai terjadinya periode terpanas sepanjang sejarah dalam satu tahun.

"Rekor 12 bulan ini persis seperti yang kita harapkan dari iklim global yang dipicu oleh karbon polusi," kata Dr. Andrew Pershing, Wakil Presiden Bidang Sains di Climate Central.

Di Indonesia, Climate Central menganalisis 14 kota.

"Hasilnya, 9 dari 14 kota tersebut mengalami hari terpanas beruntun (heat streaks). Jakarta dan Tangerang mengalami heat streaks selama 17 hari, menjadikan kedua kota ini -bersama New Orleans di Amerika Serikat (AS)- berada di urutan kedua dalam daftar kota-kota dunia dengan hari terpanas beruntun," demikian analisis Climate Central yang disampaikan dalam keterangan tertulisnya. 

Sementara itu, Houston (AS) menduduki peringkat teratas dengan 22 hari beruntun.

Di dalam pantauan kota tersebut, dalam setiap hari berturut-turut, Indeks Pergeseran Iklim atau Climate Shift Index (CSI) mencapai tingkat maksimum yaitu 5. Nilai itu menunjukkan bahwa perubahan iklim menyebabkan kemungkinan panas ekstrem setidaknya lima kali lipat lebih mungkin terjadi.

Selain catatan heat streaks, Jakarta –bersama 27 kota besar dunia lain– mencatat angka maksimal dalam perhitungan Indeks Pergeseran Iklim yakni 5 dari 5. Sebaliknya, Dhaka di Bangladesh mencatat Indeks Pergeseran Iklim paling rendah yakni sebesar 2,1 dari 5.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


99% Umat Manusia Alami Suhu Hangat di Atas Rata-Rata

Studi terbaru Climate Central mendapai Jakarta jadi salah satu kota dengan hari terpanas beruntun terpanjang di dunia dalam 12 bulan terakhir. (Dok: Climate Central)
Studi terbaru Climate Central mendapai Jakarta jadi salah satu kota dengan hari terpanas beruntun terpanjang di dunia dalam 12 bulan terakhir. (Dok: Climate Central)

Menurut studi Climate Central terkini itu, Indonesia sebagai salah satu negara Asia yang beriklim tropis turut mengalami kenaikan suhu dalam setahun terakhir. Bahkan, berdasarkan perhitungan Indeks Pergeseran Iklim, Indonesia menempati urutan teratas di antara negara-negara G20 dengan angka rata-rata 2,4. Mengalahkan Arab Saudi (2,3) dan Meksiko (2,1).

Dalam studi tersebut pada 170 negara, suhu rata-rata 1,3 derajat Celcius selama rentang waktu November 2022 hingga Oktober 2023, tercatat melebihi ukuran dalam 30 tahun terakhir. Sebanyak 7,8 miliar jiwa alias 99% umat manusia mengalami suhu hangat di atas rata-rata. Hanya Islandia dan Lesotho yang mencatat suhu lebih dingin dari biasanya.

"Dengan kenaikan suhu global rata-rata mencapai 1,3 derajat Celcius, saya khawatir kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius akan lebih cepat terjadi dari pada yang diperkirakan pada tahun 2030," ucap Prof Edvin Aldrian, Peneliti BRIN sekaligus Penulis IPCC Report.

 

 


Rekor Hari Terpanas Diperkirakan Terus Terjadi Tahun Depan hingga Faktor Manusia

Foto ilustrasi kekeringan di Australia. Foto diambil pada 11 Februari 2015 di Walgett, 650 kilometres Sydney, sebuah kota pertanian terbesar di kawasan itu tengah menderita kekeringan parah akibat musim panas yang terik.
Foto ilustrasi panas. (PETER PARKS / AFP)

Adapun analisis atribusi cuaca mengungkap bahwa selama rentang waktu tersebut, 5,7 miliar orang terpapar pada setidaknya 30 hari suhu di atas rata-rata setidaknya tiga kali lebih mungkin terjadi oleh pengaruh perubahan iklim, atau level tiga pada Indeks Pergeseran Iklim.

Paparan tersebut mencakup hampir setiap penduduk Jepang, Indonesia, Filipina, Vietnam, Bangladesh, Iran, Mesir, Ethiopia, Nigeria, Italia, Prancis, Spanyol, Inggris, Brasil, Meksiko, serta Karibia dan setiap negara di Amerika Tengah. Selama rentang waktu ini, lebih dari 500 juta orang di 200 kota mengalami panas ekstrem, dibandingkan dengan suhu harian pada 30 tahun norma.

"Rekor akan terus terjadi pada tahun depan, terutama ketika El Nino yang semakin meningkat mulai terjadi dan memperlihatkan dampaknya miliaran akibat panas yang tidak biasa. Meskipun dampak iklim paling parah terjadi di negara-negara berkembang khatulistiwa, menyaksikan gelombang panas ekstrim yang dipicu oleh perubahan iklim di AS, India, Jepang, dan Eropa, menggarisbawahi bahwa tidak ada seorang pun yang aman dari perubahan iklim," jelas Dr. Andrew Pershing selaku Wakil Presiden Bidang Sains di Climate Central.

"Memang ada faktor-faktor alam seperti fenomena El Niño, atau posisi matahari yang mendekati Bumi, tetapi aktivitas manusialah yang paling banyak memengaruhi kenaikan suhu global ini," ujar Prof Edvin Aldrian yang merupakan Peneliti BRIN sekaligus Penulis IPCC Report.


Empat Poin Hasil Analisis Terkini Climate Central Soal Kenaikan Suhu Dunia

Ilustrasi suhu panas ekstrem. (Dok. Pixabay/RosZie)
Ilustrasi suhu panas ekstrem. (Dok. Pixabay/RosZie)
  1. 12 bulan terakhir (November 2022-Oktober 2023) menjadi 12 bulan terpanas sepanjang catatan sejarah, dengan rata-rata kenaikan suhu mencapai 1,3 derajat Celcius.
  2. Indonesia menempati urutan teratas dalam perhitungan Indeks Pergeseran Iklim atau Climate Shift Index (CSI) 12 bulan terakhir (November 2022-Oktober 2023) di barisan negara-negara G20, dengan angka rata-rata 2,4. Mengalahkan Arab Saudi (2,3) dan Meksiko (2,1).
  3. Kota Jakarta dan Tangerang menempati urutan kedua dalam daftar kota-kota dunia yang mengalami hari terpanas secara beruntun (heat streaks) dengan 17 hari, sejak 7 Oktober sampai 24 Oktober. Selain Jakarta dan Tangerang, Kota New Orleans di Amerika Serikat juga berada di posisi ini, sejak 30 Juli sampai 15 Agustus. Sementara itu, Kota Houston (AS) menduduki peringkat teratas dengan 22 hari beruntun, sejak 31 Juli sampai 21 Agustus.
  4. Jakarta, bersama 27 kota besar dunia lainnya, mencatat angka maksimal dalam Indeks Pergeseran Iklim yakni 5 dari 5. Sementara itu, Dhaka di Bangladesh membukukan Indeks Pergeseran Iklim sebesar 2,1 dari 5.
Infografis Journal
Infografis Journal Dunia Kepanasan, Akibat Perubahan Iklim Ekstrem?. (Liputan6.com/Tri Yasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya